Bagian 17

1.7K 280 24
                                    

Dibandingkan marah atau kesal, Haechan lebih merasa bersalah pada Renjun. Malah menurutnya Renjun yang seharusnya marah padanya. Meskipun kakeknya yang sudah membuat kesalahan dan bukan dia. Tapi tetap saja hatinya tidak tenang.

Kemarin, dia juga merasakan bagaimana dinginnya hati Renjun. Dia tidak peduli tentang kakaknya yang terbunuh dengan alasan tidak mengenalnya. Tapi bukankah mereka keluarga? Keluarga harusnya saling peduli, kan?

Jika itu Haechan, dia pasti tidak akan memaafkan pembunuh kakaknya. Bertemu pun dia tidak mau.

Kepalanya pusing. Dia akhirnya membawa segelas teh hangat yang dibuatkan oleh Renjun pagi ini. Dengan harapan, semoga udara pagi bisa membuatnya lebih baik.

Ini masih jam 6 tapi sudah ada beberapa orang yang lalu lalang. Seperti tukang sayur, ibu-ibu yang akan belanja dan seseorang yang sedang olahraga. Haechan memicingkan matanya melihat halaman di sebelah rumahnya.

"Oy! Jen!"

Orang yang dipanggil Haechan berbalik. Dia tak lama melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar. Jeno berjalan ke dekat pagar pembatas halaman rumah mereka.

"Kapan pulang lo? Kok tau-tau udah di rumah?" Tanya Jeno sambil berusaha memanjat pagar.

"Lo ngapain anjir. Masih aja lewat sana. Tinggal keluar bentar terus lewat pintu apa susahnya elah."

Pendaratan Jeno menimbulkan bunyi yang cukup keras. Tapi anak itu terlihat tidak peduli dan duduk di kursi sebelah Haechan.

"Suara apa itu, Chan?" Teriak Kakek Park dari dalam rumah.

Haechan bersiap berteriak sambil melirik ke arah Jeno dengan wajah jahil. Sementara Jeno melotot dan membentuk tanda X dengan tangannya. Jika Jeno ketahuan dia bisa dimarahi kakek Park.

"Chan?" Teriak Kakek Park lagi.

Jeno membentuk sebuah kata lewat gerakan mulutnya 'MCD'. Haechan mengacungkan jempol dan menjawab pertanyaan kakeknya, "Kucing jatuh tadi, kek. Udah kabur sekarang."

Jeno mengelus dadanya lega. Sedari dia kecil kekek Park seperti punya dendam pribadi padanya. Kakek tetangganya itu sering kali memarahinya untuk hal kecil. Kalau kalian ingat, Haechan punya teman SD yang pernah dia gigit pipinya karena bertengkar. Itu Jeno.

"Yangyang gak balik?"

Haechan menggeleng. "Sibuk ambis sama pacaran dia."

"Laku juga ternyata tuh kambing. Btw, gue bikinin teh juga dong. Kering nih tenggorokan habis olahraga." Kata Jeno sambil mengelus lehernya yang berkeringat.

"Ogah. Manja amat minta dibikinin."

Jeno memberengut dan menatap Haechan melas dengan mata puppy miliknya. Tidak. Haechan tidak mau mengalah untuk yang kali ini, meski Jeno bertingkah menggemaskan sekalipun.

Teh ini yang buat kan Renjun. Spesial untuk merayunya yang sedang merajuk sedari kemarin. Tidak rela hatinya, jika teh ini di minum orang lain.

"Mendingan lo pulang, terus mandi. Bau lo kecut." Ucap Haechan mencibir sambil meminum teh miliknya. Yang awalnya masih sisa setengah gelas, dia langsung tandaskan sekaligus. Padahal awalnya mau dia minum pelan-pelan sambil memikirkan orang yang buat.

"Yaudah lah. Nanti gue mau futsal sama anak gang sebelah. Ikutan gak lo?"

"Ikut dah. Ngapain juga diem aja di rumah. Tapi gue gak ikut main ya."

Jeno mengangkat jempolnya, lalu berdiri hendak pulang kembali ke rumahnya. Dan lagi-lagi lewat pagar.

"Nanti ikut motor gue aja, Chan. Biar gak kelamaan nyari parkirnya."

Haechan menggeleng. "Lo sendiri aja, Jen. Gue nanti bareng orang lain."

Jeno menengok sebentar, lalu mulai menaikkan kakinya ke lubang yang ada di pagar. "Adik lo mau diajak?"

"Bukan, pacar gue."

Pijakan kaki Jeno melemah, dirinya oleng dan jatuh saking kagetnya setelah mendengar perkataan Haechan. Jika tadi kakinya dulu yang menyentuh tanah, kini pantatnya lebih dulu yang membuat Jeno mengaduh kesakitan.

Haechan tertawa terbahak dan berjalan mendekati pagar. "Kenapa kaget banget dah, Jen? Bercanda gue. Bukan pacar."

Tangan Haechan menepuk-nepuk pantat Jeno yang kotor karena tanah sambil tertawa.

"Ya lo pikir? Temen gue beberapa bulan gak balik ke rumah, tau-tau pulang bawa pacar. Gimana gue gak kaget?"

Haechan terkekeh. "Kenapa cemburu ya? Aduh anjing gue cemburu." Ucapnya sambil mengelus rambut Jeno. Meledek Jeno ini salah satu hobi favoritnya.

"Haechan." Mendengar suara yang memanggil namanya, membuatnya menoleh. Di depan pintu ada Renjun yang berdiri sambil menatapnya dan Jeno.

Tatapannya agak menyeramkan. Membuat Haechan meneguk ludahnya sendiri.

"Ayo masuk, makan."

Haechan melihat Jeno sebentar, berpamitan lewat mata dengan sahabat kecilnya itu. Lalu segera berdiri dan berjalan ke arah rumahnya. Renjun menungguinya sampai benar-benar masuk dan menutup pintu depan.

Sementara itu, Jeno masih terduduk di tempatnya tadi sambil menatap pintu rumah Haechan.

"Cakep bener tuh orang."

「 #ocean 」

Haechan menelan sarapannya dengan susah payah. Tatapan Renjun sekarang padanya membuat Haechan terbebani. Laki-laki itu menatapnya tajam dengan bibir maju beberapa centi.

Perasaan tadi pagi saat bangun tidur. Keadaannya masih seperti kemarin, Haechan yang enggan berbicara dengan Renjun. Tapi kenapa 30 menit kemudian keadaanya jadi terbalik begini. Saat ini Renjun seperti memarahinya lewat tatapan mata.

Anak sulung ayah Lee itu berdehem pelan. Dia harus memecah keheningan agar perhatian Renjun teralihkan darinya.

"Nanti abang ijin pergi nonton futsal bentar."

Ibunya mengangguk, sementara ayahnya bertanya, "Sama Jeno?"

Haechan mengangguk. Dia melihat keadaan Renjun sekarang melalui ujung matanya. Renjun nampak serius dan makan dengan tenang sekarang.

Awalnya Haechan pikir, suasana hati Renjun sudah lebih baik. Tapi sewaktu mata mereka berdua bertemu, Renjun malah melengos sambil memperlihatkan wajah datar.

"Berarti nanti kak Renjun ikut abang dong?" Ucap Seungyeon yang diangguki Haechan. "Padahal aku mau ngajak kak Renjun jalan. Gagal deh." Lanjutnya.

"Mau jalan kemana?" Tanya Renjun sambil meletakkan gulungan telur ke piring adik perempuan Haechan.

Haechan melotot berbanding terbalik dengan Seungyeon yang tersenyum senang melihat perilaku laki-laki yang mengaku sebagai kating kakaknya itu.

"Jalan-jalan ke street food. Kita nyari jajanan sambil main aja gitu, kak. Mau?"

Haechan menatap Renjun sambil berharap Renjun berkata tidak. Adiknya itu sepertinya menaruh rasa tertarik pada Renjun dan dia tau sifat adiknya ini sangat agresif. Jika mereka jalan berdua saja tentu akan sangat berbahaya bagi dirinya. Terkhusus hatinya. Bisa-bisa hatinya terbakar hangus.

"Besok aja ya. Hari ini kakak mau nemenin Haechan nonton futsal sama temennya dulu." Entah perasaan Haechan saja atau memang benar begitu adanya. Renjun seperti menekankan kata teman sambil melirik kearahnya.

Apa Renjun sekarang sedang cemburu? Padanya? Dan Jeno?

「 #ocean 」

Ocean | RenhyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang