"Kei, Bunda masih di Bogor?" tanya Darius begitu Keifani mengambil duduk di sampingnya.

"Iya, Mas. Bunda mungkin pulang besok," jawab Keifani seraya mengambil piring Darius lebih dulu lalu mengisinya dengan nasi dan ayam goreng kecap.

Shalu melakan hal yang sama pada Irvin, sedangkan Deana hanya menatap dua pasangan beda generasi dengan iri.

Tiba-tiba perempuan berambut ombre itu berseru. "De juga mau nikah!"

"Uhuk."

***

Hari senin menjadi musuh bagi seorang Cella, kebiasaannya yang terlambat datang ke kantor bukan rahasia lagi. Sudah berapa banyak alarm yang dia pasang tetapi tak membuahkan hasil, absensinya selalu lewat dari jam masuk yang sudah ditentukan kantor.

"Lo harus hilangkan kebiasan nongkrong di club biar nggak telat lagi," ucap Karmila saat menatap Cella yang menguap di tempatnya.

"Nggak bisa, Mil. Lo tahu pasti kepala gue mumet sampai nggak bisa ke club lagi." Karmila menggelengkan kepala, ini bukan pertama kalinya Karmila---atau yang lainnya---menasehati Cella untuk menghilangkan kebiasaan buruknya. Selain mamak lambe dan hobinya ke club, Cella juga keras kepala.

Pergaulan bebas Cella memang sudah terjadi sejak lama, usianya masih tujuh belas tahun kala itu. Banyak hal baru yang perempuan itu dapatkan, minum dan merokok. Beruntung Cella tidak terjebak dalam dunia seks dan narkoba, tetapi tidak ada yang menjamin sampai kapan Cella bertahan pada prinsipnya apalagi teman-teman bergaul Cella semakin banyak diluang lingkup dunia malam.

"Ini demi kebaikan lo juga, La. Sampai kapan lo mau kayak gini? Usia lo sudah dewasa untuk ngerti yang mana baik dan buruk," nasihat Karmila kesekian kalinya, hanya Karmila yang tak pernah bosan mengingatkan Cella karena mereka cukup dekat.

"Gue tahu, tapi gue harap lo nggak terlalu ikut campur. Ini hidup gue, ini pilihan. Gue yang jalanin jadi tahu risikonya ke depan nanti." Yup, Cella tetap Cella yang keras kepala.

Keifani yang sejak tadi diam-diam menyimak hanya bisa menepuk pelan lengan Karmila memberi semangat, bukannya Keifani tidak pernah ikut menasehati Cella tetapi karena intensitas pertemanan mereka hanya di lingkungan kantor saja Keifani agak segan.

Beda dengan Karmila.

"Terserahlah gue capek!"

Baru saja akan mendebat Karmila, bibir Cella yang akan terbuka kembali tertutup begitu mendengar suara berat Fuad yang meminta mereka berkumpul di ruang meeting.

Begitu pandangan Fuad dan Keifani bertemu, langsung saja perempuan bermata kelam itu membuang muka lebih dulu. Ingatan dikembalikan pada hari sabtu di mana Keifani menerima ajakan Fuad mengantarnya pulang jumat kemarin.

Keduanya terjebak dalam keheningan yang panjang, Keifani duduk di samping kemudi dengan gelisah. Dirinya sungguh tak nyaman, berusaha menolak tawaran admin managernya malah diabaikan olehnya. Padahal Keifani sudah mencoba menyakinkan Fuad kalau dia bisa pulang sendiri.

"Kamu nggak ingat saya?" Pertanyaan tiba-tiba membuat Keifani tersentak.

"Maksud, Bapak?"

"Ah, rupanya kamu sudah lupa. Wajar sih, udah sepuluh tahun berlalu, kamu juga tumbuh menjadi perempuan yang cantik," gumam Fuad dengan suara kecil, saking kecilnya hanya dia yang mendengarnya.

"Bapak ngomong apa?"

"Sudahlah, lupakan saja."

"Kei," Lamunan Keifani terhenti begitu Ami menyentuh lengannya. "Kamu mau ikut makan siang di kantin bareng Mbak atau mau ikut sama mereka makan bakso aci di samping gedung?"

Semua mata teman satu divisinya menunggu jawabannya. "Ah, saya ikut Mbak aja makan di kantin."

"Ya sudah, kita duluan kalau gitu." Rahmat pamit mewakili yang lainnya, lalu berjalan ke lift yang terbuka.

"Yuk, Kei," ajak Ami yang sudah siap dengan dompet dan ponsel di tangannya.

Mereka berjalan beriringan lalu berhenti di depan lift yang membawa temannya turun, bisa saja dia dan Ami ikut bersama tetapi melihat lift sedang ramai di jam siang seperti ini. Dia dan Ami harus menunggu giliran turun ke lantai dasar.

"Mau makan siang?" sapa Fuad membuat Keifani dan Ami terkejut, kehadiran bosnya sungguh tiba-tiba. Bahkan Keifani yakin tidak mendengar langkah kaki Fuad.

"Iya, Pak," jawab Ami tersenyum sopan.

"Makan di kantin, kan?" tanyanya lagi sambil merilik Keifani diam-diam.

"Iya, Pak. Kami makan di bawah." Ami kembali menjawab karena sejak tadi Keifani seperti sibuk dengan ponselnya.

"Saya gabung boleh?" Pertanyaan Fuad yang terakhir berhasil menarik perhatian Keifani.

Ami melirik Keifani yang dibalas tatapan gelisah dari perempuan bermata kelam itu sebelum menjawab.

"Boleh kok, Pak."

Keifani menyesal tidak ikut makan bakso aci bersama yang lainnya.

***

BERSAMBUNG...

Kalian dukung siapa?

Pak Fuad atau Mas Us-Us?

Duh Pak Fuad kenapa tuh? Kayaknya mencurigakan deh wkwk

Ini juga si De minta nikah tiba2 bikin papi Irvin jantungan 😂

Atau Fuad dijodohkan aja sama De ya? 🤔

Kemarin sempat absen up, mudah2an besok2 gak lagi ya 😜

Vote dan komen banyak2 ya 🙏
Spam next pun gak apa, mau tahu aja sebanyak apa sih yang nunggu kisah Mas Us-Us 😁

See you next part

Loveable Ties (TAMAT) Where stories live. Discover now