Mataku beralih ke tangan kirinya yang terbalut perban putih, sepertinya yang terluka itu jari kelingking dan jari manisnya.

Aku menangkap tangannya itu ketika ia hendak berbalik aku takut tangan kirinya itu terbentur karena itu pasti akan membuatnya kesakitan dan menangis, mengganggu tidur lelapnya.

"Assalamualaikum." Terdengar seseorang mengucapkan salam dan dari suaranya itu suara Emma.

"Waalaikumsalam," jawabku dan beranjak dari tempat tidur Ella dan hendak membukakan pintu.

"Eh Neng kapan nyampe?" tanya Emma sambil melangkah masuk.

"Tadi jam satu atau dua gitu ya, aku lupa Ma. Gimana Emma sehat?" tanyaku menanyakan kabar Emma.

"Alhamdulillah. Eh, gimana udah makan belum? Aduh, maaf ya di rumah gak ada apa-apa. Soalnya, Emma gak sempat masak. Terus Dede mana?" cerocos Emma bertubi-tubi seperti tak mengizinkan ku untuk berbicara. Dan akhirnya kami mengobrol. Kami bertukar kabar, bersenda gurau, dan tak lupa Emma curhat soal kenakalan Ella yang sudah hampir kelewat batas dan Emma berkata kalau beliau menyerah merawat Ella dan menanyakan mau bagaimana ke depannya. Aku sendiri tak bisa menjawab karena aku bekerja sebagai perawat dan setiap bulan pasti ada shift malamnya.

Tak terasa kami mengobrol selama 4 jam dan aku lupa untuk mengecek keadaan Ella. Saat aku cek, Ella masih terlelap dengan mulut yang sedikit terbuka menandakan tidurnya sangat nyenyak. Aku mengambil termometer dan segera mengecek suhu tubuhnya. Alhamdulillah sekarang panasnya sudah turun menjadi 37°c. Aku membenarkan posisi tidurnya dan mengelap keringatnya dengan tissue. Namun, ketika aku hendak menyelimuti tubuh Ella teleponku berdering sangat kencang aku segera mengambil nya dan mengangkatnya.

"Sell lo kemana aja si? Gue telepon dari tadi gak diangkat adek lo parah ya sakitnya?" Tanya winter rekan kerjaku di RS.

"Sorry Win, hehe.  Gue gak sempet ngecek hp. Nggk kok cuma demam aja dan Alhamdulillah udah turun barusan demamnya" jawabku menjelaskan.

"Puji Tuhan. Terus lo kapan balik lagi ke Jakarta?" Dia kembali bertanya.

"Gak tau nih, gue mau liat keadaan Adek gue dulu," jawabku sambil menyelimuti Ella.

"Oh gitu ya bagus deh kalo gitu. Ya karena nih ya, tapi maaf maaf nih gue ngomong gini sama lo Sell. Menurut gue Adek lo itu nakal selama ini tuh cuma buat cari perhatian lo karena kan selama ini dia jauh sama lo dan juga dia belum ngerasain kasih sayang ortu gitu, tapi ini menurut gue aja sih Sell." Winter ternyata punya pikiran yang sama denganku.

"Iya sih gue juga nyangkanya gitu," jawabku singkat karena Ella terbangun.

"Eh, Win. Adek gue bangun nih udah dulu ya." Aku menutup telepon dari Winter.

"Kak?" Ella memanggilku sambil menatapku dengan ekspresi datar. Aku mendekatkan wajahku ke wajah Ella dan tersenyum.

"Iya kenapa? Ada yang sakit? Hmm?" tanyaku lembut sambil merangkul tubuh Adikku itu.

Dia menggelengkan kepala untuk jawabannya. Aku pun mengerutkan kening bingung.

"Terus kenapa sayang?" tanyaku lagi nada yang paling lembut.

"Tapi kakak jangan marah atau ngomel ya," lirihnya  sambil melihat dan menggulung - gulung ujung selimut

"Ih Kak Icel kan emang gak pernah marah sama Dede. Malahan kamu yang suka marah ke Kak Icel" ucapku dengan nada becanda dan sedikit tertawa.

"Aku ngompol," ucap Ella sambil memalingkan wajahnya dariku mungkin dia malu. Aku sendiri tak menjawab perkataan Ella tersebut dan hanya tersenyum kepadanya lalu membuka selimut untuk melihat apakah benar dia mengompol atau tidak.

Life | Giselle ✔Where stories live. Discover now