25. Mulai terlihat

Mulai dari awal
                                    

"gue pengen bahas sesuatu sama lo, berdua," pinta Revin kembali membuka mata Aleta lebih lebar. Sedangkan Nino hanya diam dengan ujung bibir terangkat. Ia sudah tau kalau Revin akan mengajaknya membahas hal itu.

"Ayo," Nino mengijinkan memberi isyarat pada Revin untuk mengikutinya. Revin mengangguk, hendak berdiri namun dengan sigap Aleta menahannya, memeluk lengan kiri lelaki berzodiak aquarius itu.

"mau ikut,"

Revin menggeleng, melepas pelukan Leta dari lengannya. "Disini aja, gue ga lama, jangan ikut diem-diem dan jangan nguping, kalau gue tau lo gitu uang jajan lo hangus," ancam Revin mampu menakuti gadis itu. Dengan terpaksa Aleta mengangguk pelan, dengan bibir manyun andalannya.

"lebay lu Let," cerca Nino menatap Aleta yang sudah kembali mendongak, mencomot keripik kentang di meja melempar tepat mengenai dirinya "Diem lo!," pekik Aleta menatap ganas.

Nino meringis menggeleng cepat takut tambah diamuk nenek lampir. Leta mendengus, merelakan kepergian Revin bersama Nino menuju taman belakang.

Disinilah mereka berdua, duduk pada kursi panjang yang terbuat dari besi tidak saling menatap. "Soal William?," tanya Nino mulai membuka pembicaraan menoleh pada Revin yang ikut menoleh padanya juga.

Revin mengangguk, tidak terkejut bila Nino mengetahui apa yang tengah ia cari. Nino terkekeh pelan kembali menatap lurus ke depan ke arah pohon pinus tinggi yang ada disana.

"Gue emang anak Aiden, gue tau lo tau itu, lo inget perkataan gue? Kalau yang deket bisa jadi yang paling ganas?," tanyanya pada Revin yang langsung mengangguk. Ia sangat ingat, dan terus memikirkan kalimat itu sampai sekarang.

"sekarang gue buktiin ke lo omongan itu," Nino melanjutkan, meraih ponsel dari saku celana pendeknya segera mencari foto yang Ayu ambil, jujur saja ia sangat bersyukur Ayu sempat memotret mereka.

Revin melotot, menatap layar ponsel Nino ia beralih menatap Nino yang mengangguk meyakinkan apa yang ia lihat. Tidak mungkin, ini tidak mungkin. Sahabatnya.

"Ga nyangka kan?, percaya ga percaya tapi bener. Terima kenyataan, karena lo sama kembaran lo itu dia bisa dapet semua info sampai sekarang, ketipu kan lo," Nino tersenyum penuh rasa puas melihat kebodohan dua bersaudara itu.

Revin masih diam mencerna apa yang ia lihat dan dengar. Semua seperti mimpi Vano, lelaki yang sudah ia dan Revan anggap seperti saudara ternyata adalah musuh terbesar mereka yang mereka cari bersama selama ini.

Semua ini salah, memang harusnya ia dan Revan tidak menjadikan ia teman. Kenangan kebersamaan mereka bertiga mampu menggores hati Revin kali ini. Saat pertama mereka bertemu, Vano yang sendiri mendekat pada dua bersaudara yang nampak saling bercanda dengan Revan yang begitu heboh dan Revin yang hanya mengangguk dan menggeleng merespon saudaranya.

Masih terekam jelas di memori Revin sapaan pertama Vano, "Hai, gue Elvano Dargous pengen merajut cerita sama lo berdua," masih terekam juga senyum lelaki itu setelah mengucapkannya mengundang tawa Revan yang segera memeluk Vano menerima tawaran tersebut.

Bagaimana bisa, Vano melupakan semua hal yang mereka lalui mulai dari dihukum bersama, taruhan motor, taruhan playstation, sampai taruhan cewe yang mereka bertiga sering lakukan bagaimana lelaki itu bisa tetap mengkhianati mereka setelah semua itu.

Revin menarik nafas panjang, entah apa yang akan ia katakan pada Revan. Lelaki itu begitu mempercayai Vano, bahkan lebih dari pada kepercayaannya pada adik kembaranya, Revin.

Sekarang apa yang harus ia lakukan, nyatanya persahabatan mereka semu. Orang yang selalu tersenyum lebar kala Revan mengucapkan leluconnya ternyata palsu, tidak ada Elvano selama ini.

Tepukan pelan Nino menyadarkan Revin dari lamunannya. Ia mengusap matanya yang sedikit berair.

"Aelah ga usah lo tangisin, sekarang yang lo harus lakuin cuma sadarin dia atau bunuh dia, lo ga punya pilihan lain. Jauhin semua pikiran memperbaiki hubungan dan semacamnya dari otak lo,"

"gue gak nangis," balas Revin singkat mampu mengundang tawa Nino yang menunjuk ujung mata Revin.

"Siapa nama aslinya?," Revin kembali bertanya menghentikan tawa menggelegar Nino.

"Reyhan, Reyhan Rakafani William putri Nina Keyrina William sama Aiden Willam," balas Nino mendapat anggukan dari Revin yang kembali menatap datar.

Merasa sudah cukup dengan pembicaraan ini, Revin berdiri namun di tahan oleh Nino yang masih merasa ada yang harus mereka bicarakan. Revin mengernyit, kembali duduk kala Nino benar-benar terlihat serius.

"Lo tau kan? Aleta sepupu gue?," tanya Nino kembalu mengejutkan Revin. Ternyata lelaki ini diam-diam mengetahui semuanya. Itu bagus, lelaki ini pasti akan banyak membantu dirinya memenangkan perebutan kali ini.

"tante Calistopia masih hidup, dia ada di bawah perlindungan Alvina Deyita Delmora,"

"Alvina Deyita Delmora?!," pekik Revin tidak percaya. Bagaimana bisa semua ini terjadi.

"Jangan kaget, gue yang rencanain pernikahan lo sama Aleta demi tante Calistopia, gue yang bikin lo berdua nikah atas suruhan tante Alvina yang pengen lindungin Aleta dari Haris Adijaya, apa lo ga janggal dengan persetujuan tante Alvina dan om Rescha atas pernikahan lo?" ungkap Nino sejelas-jelasnya. Revin melongo masih tidak percaya. Mamanya sendiri yang membuat ia dan Aleta menikah. Bahkan Nino kaki tangannya.

Pemikirannya bahwa Aiden yang menjebak mereka ternyata salah besar. Sekarang apa yang harus ia lakukan, ia tidak siap menerima begitu banyak kenyataan di puncak permasalahan.

"turutin rencana gue Vin, kalau lo memang mau hidup tenang,"

Married Dadakan

Aleta mendesah pelan mengacak rambut lurusnya, ucapan Revin sebentar itu nyatanya lebih dari tiga puluh menit lamanya. Ia menoleh sedikit masih melihat kedua lelaki itu berbincang berdekatan, ia cemburu sekali.

Air wajahnya seketika berubah ceria melihat keduanya yang sudah berdiri saling berjabat tangan dengan muka serius berjalan terpisah menghampiri dirinya yang berdiam di ruang santai dekat dapur.

Jujur ia sangat penasaran tentang pembicaraan keduanya yang sangat amat tegang. Apa sebenarnya yang sedang mereka bicarakan. Urusan apa sebenarnya.

"lama!!!," protes Aleta berlari kecil menghampiri Revin yang tengah mengambil jaketnya di ruang tamu.

"Lebay lebay lebay, nenek sihir lebay!," seru Nino berjalan mendekati mereka. Aleta menggeram di tempat. Ingin rasanya ia melayangkan vas kaca di meja ke arah Nino tapi ternyata tidak sempat kala punggung tangannya diusap perlahan oleh Revin, dengan ucapan maaf yang terdengar.

Aleta menarik nafas panjang guna menghilangkan rasa kesalnya, mana bisa ia marah pada singa jinak seperti Revin. Akhirnya ia mengangguk pasrah.

"Ayo pulang," ajak Revin kemudian mendapat anggukan dari Aleta yang langsung mengambil tas selempang berwarna kuning dari sofa.

"duluan ya pangeran kodok," pamitnya tersenyum lebar pada Nino yang tengah tersenyum juga dengan anggukan kepala. Nino mendekat pada Revin menepuk bahu lelaki yang lebih tinggi 2 cm darinya, "jangan lupa."

Revin mengangguk mengerti berbeda dengan Aleta yang nampak kebingungan serta kesal yang luar bisa segera ia menepis tangan Nino menarik suaminya menjauhi sahabat menyebalkannya itu.

"Woy Aleta! Revin kepincut gue loh," goda Nino mendapat pukulan di udara dari Aleta yang sudah menjauh bersama Revin. Lelaki itu tertawa, adiknya sangat menggemaskan. Benar, adik yang ia sukai sangat menggemaskan.

"Tadi ngomong apa sama Nino?," tanya Leta di sela perjalanan mereka ke luar kediaman Cakrabuana. Revin menggeleng, terlihat malas menjawab pertanyaan gadis ini.

"Jangan-jangan bener kata Nino kalau kamu suka dia," tuduh Aleta mendapat tawa kecil dari Revin yang mengusap ujung kepalanya. Dasar gadis aneh.

Married Dadakan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang