Bag 9 : Misterius

200 34 7
                                    

Bismillah. Selamat membaca. ❤❤❤

🔫🔫🔫

Barra duduk di depan meja kerja di kamarnya. Ia sudah mengunci pintu agar ia bisa bekerja tanpa diganggu. Tangannya sibuk menari di atas keyboard laptop, sedang matanya fokus membaca apa yang tertera di layar. Segelas kopi telah siap ia seduh untuk menemaninya detik ini.

Ia baru saja dari dapur sambil memastikan apa yang sedang dilakukan Rizqa usai menikmati pemandangan pantai pagi tadi. Barra yang memberi izin. Ia hanya melihat Rizqa dari kejauhan sementara Rizqa berjalan riang di bibir pantai.

Gadis itu sedang membaca buku sekarang di ayunan rotan sambil minum kopi juga. Sementara itu, ia akan melakukan tugasnya di kamar. Ia harus segera menyelesaikan misi ini. Karena Rizqa bukan lagi target yang harus ia lenyapkan meskipun jika nanti Rizqa akan celaka atau tidak karena misi ini. Entah ia peduli atau tidak. Barra masih heran dan bimbang. Yang jelas ia mulai merasakan hal aneh setiap kali berdekatan dengan gadis itu.

Pria itu, sedang mencari info tentang kalung yang dipakai Danapati. Seluk beluk pria itu. Dan menyusun rencana selanjutnya.

Sementara itu di dapur vila.

Rizqa yang melihat Susti membawa banyak belanja ikut mengekor ke dapur. Ia kini sedang menatap heran bahan masakan yang akan diolah Susti. Sepertinya ia bisa menebak Susti akan masak apa hari ini.

“Mba Susti mau masak apa? Ada yang bisa dibantu?” tanya Rizqa menawarkan diri dengan basa basi.

“Eh, nggak usah, Mba. Biar saya aja. Nggak enak sayanya kalau malah dibantuin Mba Rizqa,” kata Susti sopan.

“Nggak papa. Daripada aku diem aja. Aku di apartement juga suka masak sendiri waktu di Belanda. Kalau lagi mood sih. Kalau nggak, ya, beli. He he. Mba mau masak apa? Aku lagi mood masak nih,” kata Rizqa ceria. Ada seringai tawa di ujung bibirnya. Ya. Rizqa memang type wanita yang ramah, hamble dan cepat dekat dengan orang baru.

“Opor ayam. Sama sup daging lembu. Mas-nya yang suruh saya belanja dan masak daging hari ini. Besok 'kan mulai puasa. Sekalian buat makan sahur,” kata Susti keceplosan yang langsung disadari Rizqa dari wajah kaget wanita itu. Barra sudah berpesan padanya, tak perlu mengatakan hal ini pada Rizqa.

“Mas Barra yang suruh?” tanya Rizqa dengan alis bertaut, tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya. Apa Barra termasuk yang ikut tradisi punggahan menyambut bulan ramadhan? Pikirnya.

Wah, ternyata pria itu peduli juga masalah begini. Padahal kelihatannya dia itu cenderung acuh masalah beribadah dalam agama Islam.

Lagi-lagi pria itu tidak bisa diprediksi. Tidak terbaca maunya apa. Dan tidak bisa diduga tujuannya ke arah mana. Misterius.

Susti nyegir kuda. “Hehe. Iya, Mba. Katanya Mba Rizqa pengen opor ayam mamanya, pulang ke Indonesia ini,” jawab Susti salah tingkah. “Karena belum kesampean. Nggak papa, ya, kali ini Mba Susti yang buatkan.”

Mendengar itu Rizqa tertegun.

Sejak pertengkaran kemarin, ia dan ajudannya itu saling irit bicara. Tadi pagi bahkan mereka hanya bicara iya atau tidak untuk sebuah pertanyaan.

Bicara, hanya hal yang dibutuhkan saja. Begitulah.

Barra memang type yang begitu. Berbanding terbalik dengan Rizqa yang gemar bercerita. 

BEAST ABAD 21 (KAT) On viuen les histories. Descobreix ara