Bag 4 : Pandangan

163 44 4
                                    

Alhamdulillah, Selamat membaca

🔫🔫🔫

Wajah ayu dan gestur anggun nan ceria yang dilihat Barra ketika pertama bertemu Rizqa kini berganti dengan sikap dingin dan ketus. Gadis itu tengah meluapkan emosinya pada Barra. 

"Kamu sungguh nggak sopan! Beraninya kamu menyentuh aku? Apa maksud kamu? Aku tanya aku mau dibawa ke mana itu wajar  dong? Aku berhak tau! Meski kamu itu ajudan Papa, tetap aja aku berhak tau, ya! Camkan itu! Dengar. Aku ini bukan wanita yang bisa dengan seenaknya saja kamu perlakukan seperti ini. Apalagi kamu sentuh! Dengar? Aku benci ini!" 

Mendengar kalimat 'aku benci ini' membuat Barra bergidik dan mengernyit. Kalimat yang sering ia gunakan. Rizqa juga suka mengatakannya? 

"Kamu nggak suka aku tanya-tanya? Kamu pikir aku sukarela ikut kamu? Haa? Aku senang ikut kamu? Enggaaak! Aku mau pulang! Cukup! Aku nggak suka ini! Aku benci ini!" 

Panjang! Rizqa mencerocos panjang. Wanita itu marah besar dengan sikap Barra yang berani kasar dan menyentuh dia tanpa permisi. 
Meski permisi pun, ia tidak akan mengizinkannya. Tentu saja. Rizqa tidak pernah membiarkan pria yang bukan mahramnya bisa menyentuhnya begitu saja. Meski ia terlihat ramah, tapi ia tetap menjaga marwah. 

Barra menarik napas keras menahan diri agar ia juga tidak ikut marah. Ia butuh wanita yang sedang merepet itu tetap bersamanya. 

"Mana? Mana pesan papa? Mana? Sinih. Aku mau lihat! Ke mana Papa minta kamu bawa aku?" Tangan Rizqa menunjuk dada Barra dengan maksud meminta ponselnya. 

Bara diam. Ia tak mungkin menunjukkan pesan dari Abbas. Karena nyatanya bukan ke tempat yang diminta Abbas tujuan Barra membawa Rizqa. 

"Okay. Okay. Sorry." Barra menahan napas. Lagi-lagi kata itu terasa aneh di lidahnya. "Kalau kamu mau lihat pesan Mister Abbas, artinya aku harus menyalakan ponsel itu lagi, iya 'kan?" Barra mengedik dagu sekali. "Kau tau, itu artinya musuh Mister Abbas bisa dengan mudah melacak keberadaan kamu? Mengerti?" 

Rizqa memberengut, giginya bergemeletak. Akhirnya wajahnya ditekuk. 

Segera ia membuang pandang keluar jendela sambil melipat tangan di depan dada. Sungguh merasa sebal dengan sopir yang kurang ajar dan kasar ini. 

Barra mengusap wajah, sibuk mengetuk di roda kemudi. Ia harus berusaha bersikap ramah dan manis pada Rizqa agar gadis berbaju besar itu nyaman. Rizqa berpikir kalau ia ajudan yang dibayar Papanya. Meski Barra benci itu. 

"Buka pintunya!" kata Rizqa tegas. 

"Apa?"

"Aku mau keluar!"

Barra bergeming. 

"Aku bilang buka!"

Barra tak menggubris juga. 

Rizqa berbalik, dan menatap Barra tajam. "Apa-apan kamu ini ha? Aku minta kamu buka pintu! Aku mau keluar!"

"Kamu mau ke mana?" tanya Barra sedikit melunakkan suara. Dalam hati jiwa Robin-nya meronta-ronta. 

"Gerah aku satu mobil sama orang angkuh!"

Mendengar itu ada yang tersentak dalam hati Barra. 

Ya, dia angkuh, dingin, kaku, misterius. Barra suka itu selama ini. Tapi mengapa kalimat pernyataan dari Rizqa tentang dirinya terdengar menyakitkan? Seakan ia tak rela Rizqa yang mengatakan itu. 

"Kamu mau ke mana? Kita sedang di kapal."

"Paling nggak aku keluar dari mobil ini! Sesak aku di sini terus," jawab Rizqa ketus. 

BEAST ABAD 21 (KAT) Where stories live. Discover now