Pintu ruangan terbuka, terlihat sosok Raga yang masuk ke dalam ruangan dengan wajah lesu. Ya, ia baru menyelesaikan meeting dengan beberapa calon customer yang akan membooking cafe untuk acara mereka.

Raga melemparkan map keatas mejanya, disusul dengan tubuhnya yang kini sudah berada di kursi putar miliknya yang terlihat empuk. Ia mengusap wajahnya yang terlihat kelelahan.

Dita menggelengkan kepalanya, "Gak heran lo minta kursi gaming empuk! Kebiasaan lo bantingin diri sih," ucap Dita tanpa menatap Raga yang duduk di depannya.

"Lo bisa langsung pulang kok Ga, kayaknya kecapean banget," sela Naura yang kasihan melihat kondisi Raga saat ini. "Dit, gue balik dijemput Arga, lo bisa pake mobil gue buat anterin Raga gih. Lo nggak kasian lihat mukanya pucet kaya gitu? Kalo dia mati gimana? Bisa bangkrut cafe kita," kekeh Naura.

Raga melirik, "Ini perempuan mulutnya pada emang rada-rada ya. Gue lagi nggak ada tenaga buat ladenin lo berdua," jawab Raga lemas.

Dita terkekeh, "Asli sih, kayaknya ini beneran deh Naw. Mana kunci mobil sama STNK-nya, bahaya juga kalo kita kehilangan dia," tambah Dita menggoda Raga. Ia bangkit dari kursinya, menghampiri Naura yang sudah mengeluarkan kunci berserta STNK mobilnya. "Ayo mari Pak Tua, saya antarkan anda pulang. Kondisi anda terlihat menghawatirkan," goda Dita pada Raga.

"Naw, beneran nggak apa-apa nih mobilnya dipake?" tanya Raga memastikan, ia merasa tidak enak pada bosnya ini.

Naura menggeleng, "Apa sih yang enggak buat ujung tombak cafe ini," jawab Naura melambaikan tangannya pada Dita dan Raga yang meninggalkan ruangan. "Jangan ngebut-ngebut!" pesan Naura berteriak.

*****

"Gimana hari ini?" tanya Arga di dalam mobil, sambil melirik Naura yang duduk manis di sampingnya.

Naura melirik Arga, ia bahkan tak menyangka jika laki-laki yang duduk disampingnya ini adalah suami orang. Tidak bisa dijelaskan dengan akal sehatnya! Pria manly dengan tubuh proposional yang tidak suka basa-basi ini bahkan sudah terlalu banyak ia berikan poin plus. Namun semua poin plus itu gugur ketika Naura mendengarkan penjelasan Arga. Benar. Poin plusnya saja sudah gugur, lalu kenapa Naura malah mendekatinya, bukannya menjauhinya?

Awalnya tekad Naura kuat untuk memberikan pelajaran pada Arga, namun pada akhirnya batinnya malah sibuk berperang di dalam sana hingga membuat Naura lebih banyak diam dan berpikir akhir-akhir ini. Sulit juga menikmati sebuah hubungan yang terlarang seperti ini.

"Hemm? Kok diem? Capek ya?" tanya Arga, ia mengusap lembut rambut Naura sambil kembali menyetir mobilnya.

Hancur pertahanan Naura, lagi. Ya, lagi! Sudah berapa kali ia membangun benteng pertahanan namun hanya dengan sedikit hal yang dilakukan Arga langsung roboh kembali? Bagaimana sih? Apa benteng yang Naura bangun terbuat dari permen Yupi?

"Enggak kok, udah biasa juga kaya gini," jawab Naura singkat, ia memalingkan kembali pandangannya ke depan melihat lampu jalanan.

"Aku tadi nggak lihat mobil kamu di parkiran, katanya kamu bawa mobil? Kok nggak ada?" tanya Arga lagi, hari ini Arga lebih banyak bicara dari biasanya. Atau entah perasaan Naura saja?

"Oh, tadi Raga nggak enak badan. Jadi aku suruh Dita pake mobil buat anterin dia pulang," jawab Naura. "Kamu gimana kerjaan?"

Arga tersenyum kecil, "SPG ku lagi banyak job nih minggu-minggu ini. Banyak brand mau pake SPG dari EO aku, tapi sesibuk apapun tentu bukan aku yang akan dibuat sibuk kan?" ceritanya. "Kamu udah makan?"

Naura menggeleng, Arga langsung memasang wajah kesal. "Kita take away makanan dulu ya, makan di rumah kamu, gimana?" tawar Arga dan Naura mengangguk setuju.

3 SOMETHING ABOUT LOVEWhere stories live. Discover now