"Hahaha, aku berangkat dulu yaa! Assalamualaikum, sayang!" Katanya lalu mengambil tasnya yang berada ditanganku. Dia berjalan cepat menuju pintu keluar kamar.

Aku berjongkok sambil memegangi dadaku. "Ya Allah, jantungku belum juga sembuh semalam, kenapa sekarang kambuh lagiii.. ini masih pagi ya Allah!" Teriakku lalu tertawa sedikit keras. Mungkin jika orang-orang melihatnya, mereka pasti mengira aku sudah gila.

Ceklek

Pintu kamar terbuka membuatku menoleh. Aufar berada disana. Aku segera menormalkan wajahku senormal mungkin. Masih dalam posisi berjongkok dan memegang dadaku aku bertanya, "Kenapa, mas?" .

"Em, botol minumnya ketinggalan. K-kamu sakit jantung?" Tanyanya membuatku ingin sekali meremas wajahnya sampai ukurannya sangat kecil, lalu kulemparkan ke trus sampah, lalu tukang sampah itu membawanya menuju tempat pembuangan akhir.

"Ambil cepet! Nanti telat!" Titahku mengalihkan pembicaraan. Pria itu segera mengambil botol yang berada didekat kasur itu. Aku tidak merubah posisiku karena jantungku masih tidak aman jika dilepaskan.

"K-kamu beneran gak papa kan? Gak sakit jantung?" Lama-lama pria ini benar-benar aku lempar ke kutub Utara agar tidak membuat jantungku memberontak.

Aku menggeleng, pria itu hanya mengangguk lalu segera keluar dari kamar itu.

"MasyaAllah ganteng bangetttt suami saya ya Allah!" Aku tertawa mendengar ucapan menggelikan yang keluar dari mulutku ini. Ah, lama-lama aku bisa menjadi orang gila yang menikmati kegilaannya.

***

Aku menatap cara mbak Namira mengajar. Anak-anak panti itu sangat antusias dengan materi-materi yang diajarkan mbak Namira. Selain baik, mbak Namira juga cepat mengambil perhatian dari anak-anak panti.

Dia cepat akrab dengan anak seusia mereka hanya dalam 2 kali pertemuan. Bahkan, dia sudah menghafal semua nama-nama anak panti itu.

"Baik, sampai disini dulu, ya. Anak-anak!" Ucap mbak Namira membuat anak-anak lesu. "Yah, padahal lagi semangat!" Ujar Gibran lalu menutup bukunya. Mbak Namira tersenyum.

"Besok lagi, ya. Mbak juga harus jaga anak soalnya." Kata mbak Namira sambil tersenyum.

"Pengen dong, mbak, Kapan-kapan anaknya mbak Namira dibawa kesini." Teriak Alifa membuat anak yang lain mengiyakan. Mbak Namira tertawa.

"Besok, ya, kalau suami mbak Namira gak sibuk." Anak-anak mengangguk. Aku segera membagikan kotak makanan kepada mereka satu persatu. Mbak Namira tersenyum melihatku. Tidak kusangka, kini mbak Namira justru menjadi seperti kakak perempuan ku sendiri.

"Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh." Salam mbak Namira membuat anak-anak menjawabnya. Mereka pun segera bersiap untuk pulang. Mengantri untuk bersalaman dengan ku dan mbak Namira.

"Hati-hati yaa!" Aku dan Mbak Namira melambaikan tangan hampir bersamaan.

"Eh, aku juga langsungan aja, mai."

"Kok buru-buru mbak?" Tanyaku membuat mbak Namira tersenyum.

"Iya, nih. Baru dapet pesan si dedek nangis terus." Katanya, aku tersenyum lalu mengiyakannya. Mbak Namira segera memakai helmnya lalu menancapkan gasnya untuk pulang.

***

"Ayolah mass, ikut!" Aku menarik-narik tangannya. Salah siapa dia pulang lebih awal. Dua hari yang lalu aku mendapat chat dari teman SMA-ku. Dia bilang akan ada reuni sekolah. Setelah kubaca daerahnya, ternyata tidak terlalu jauh dari sini.

Aku memang sangat jarang mengikuti acara reuni-reuni seperti itu, Namun, Teman Akrabku semasa SMA memaksaku. Aufar menggeleng-gelengkan kepala lalu merebahkan badannya diatas kasur.

"Capek, Zay!" Katanya lalu memijit jidatnya. Aku mendengus.

"Yaudah!" Kataku lalu mengecat temanku agar menjemputmu atau setidaknya berangkat bersama.

"Berangkat sama siapa?" Tanya Aufar, aku hanya meliriknya lalu mendengus. Tidak mendapat jawaban dariku, Aufar segera duduk disampingku. Aku berdiri lalu berpindah ke sofa.

Bagaimana nanti jika aku pergi reuni sendirian, teman-teman ku membawa pacarnya atau suaminya. Aku menghela nafas.

"Temen." Jawabku singkat setelah mendudukkan diriku disofa. Aufar tertawa lalu mengacak rambutnya.

"Cowok atau cewek?" Tanyanya membuatku  tersenyum tipis.

"Pria." Jawabku singkat. Aufar membulatkan matanya. "Lebih tepatnya crush dimasa lalu." Lanjutku asal. Aku saja sedari dulu tidak memiliki crush.

"Yaudah aku ikut!" Aku tersenyum melihatnya.

"Aku bohong kok. Temenku perempuan. Kamu kalau capek gak usah ikut aj—"

"Setelah aku pikir-pikir, nanti disana pasti kamu ketemu banyak orang. Banyak cowok. Jadi gue, eh aku sebagai suami yang baik, harus mengantarkan istrinya kemanapun dia pergi." Katanya lalu berdiri mengambil handuk.

Dia mengacak rambutku.

"Bilang apa?" Tanyanya seolah memerintah anak kecil.

"Makasih." Kataku sambil tersenyum manis.

"Makasih doang?"

"Makasihhh bangettt." Ucapku masih tersenyum. Pria itu mendengus.

"Pake sayang, Zay! Astaghfirullahaladzim! Gak peka banget sih!" Pria itu menghentakkan kakinya lalu berjalan menuju kamar mandi. Menutup pintu kamar mandi itu dengan keras.

Aku tertawa melihat tingkahnya. Dasar Aufar!

***

ALHAMDULILLAH BISA UP HARI INI!

Makasih buat yang udah bacaaa <3

Jazakumullahu Khairan Katsiran 🥰

Selamat istirahat semuaaa, selamat malam Minggu!

Wkwkkw

Jangan lupa bersyukur hari ini ❤️

FARWhere stories live. Discover now