Chapter 9

2.2K 411 8
                                    

Zayna
.
.
.
🍁🍁🍁

Aku membukakan pintu untuk bi Suni. Setelah berbelanja selama 30 menit, akhirnya kami memutuskan untuk pulang. Bi Suni memilih cukup banyak sayur, kata bi Suni, uang yang diberikan Aufar harus habis jika di belanjakan.

Kadang heran mengapa orang kaya terlalu membuang-buang uang. Padahal, akhirnya Aufar pun juga tidak memakan masakan bi Suni. Bi Suni menunduk lalu berjalan cepat membawa belanjaan nya masuk.

"Gak mampir dulu, rez?" Tanyaku sebelum melangkah masuk gerbang. Anak itu tampak sedang berfikir.

"Rez?" Aku mengulang memanggilnya. Sedari tadi, dia memang hanya diam saja di mobil.

"Eh, em.. enggak, deh. Next time mungkin." Jawabnya sedikit gugup. Aku tau, sejak pertemuannya dengan Aufar tadi, dia menjadi begini. Aku tidak ingin menanyakannya karena memang itu urusan mereka.

Salah satu bentuk keislaman seseorang adalah dengan tidak mencampuri urusan orang lain.

"Oh, yaudah. Aku dulu-"

"Eh, da.." aku mengehentikan langkah ketika Farez memanggilku. "Ada apa?" Farez tampak bingung. Mungkin dia bingung menyampaikannya.

"Lo... Yakin bisa merubah Aufar?" Aku mengerutkan kening mendengar pertanyaannya. Pertanyaan yang tidak terduga. Mengapa dia menanyakannya? Memangnya tujuanku menikah dengan Aufar hanya untuk merubahnya?

"Ehm.. aku juga gak yakin. Tapi yang jelas, aku tidak akan merubah diriku untuk dia." Jelasku membuat Farez tersenyum tipis.

"Gue ngerasa disindir." Aku mengerutkan kening. Mengapa dia merasa tersindir? Perkataan ku sama sekali tidak mengandung sindiran. Memang benar, aku tidak boleh merubah diriku untuknya, mau jadi apa rumah tanggaku ini jika aku menjadi sepertinya.

"Enggak kok. Bercanda.."

"Oh. Ada lagi, gak? Kalo gak ada aku masuk, ya?" Pamitku merasa tidak enak karena hanya tingg aku dan Farez saja disini.

"Udah. Hati-hati, ya." Ucapnya membuatku ingin tertawa. Bukankah dia yang seharusnya mendapat ucapan hati-hati? Aku hanya mengangguk lalu berjalan memasuki gerbang.

🍁🍁🍁

Aku membuka pintu kamar setelah meletakkan belanjaan milik bi suni dan membawa beberapa camilan yang kubeli untuk ku masukkan kedalam toples di kamar.

"Darimana aja, Lo?" Hampir saja jantungku lepas dari tempatnya. Suara Aufar membuatku sungguh terkejut.

"Astaghfirullahaladzim. Ngagetin, aja. Loh,  kirain ke kantor." Ucapku masih mengelus-elus dada. Aku mengurungkan niat untuk menutup pintu. Melihat Aufar berada di kamar dan merebahkan dirinya dikasur membuat jantungku tidak aman.

"Gue capek. Mau istirahat dirumah." Pembohong! Bukankah tadi dia berjalan-jalan di supermarket yang ku kunjungi. Aku mengangguk berpura-pura percaya.

Aku mengambil beberapa toples kosong yang terletak diujung kamar lalu mencucinya. Toples-toples bagus seperti ini menjadi jelek karena tidak terawat.

Setelah mencuci dan mengeringkannya, aku mulai memasukkan camilan yang tadi aku beli. Aku membeli 4 macam, tunggu, dimana satu macam lagi? Kenapa hanya ada 3 macam camilan.

FARWhere stories live. Discover now