Lancar Jodoh

6.8K 842 44
                                    

Flashback Aditya...

Kelemahanku itu bukan harta, tahta dan Marshella. Karena aku selalu di didik orang tuaku jangan diperbudak harta. Gengsi gak bikin kamu jadi orang baik. Kalau kata orang tuaku.

Kelemahanku adalah di lambung, sakit dan gak ada Shella... tiga tahun ini.

Eh lah berarti bener ya tebakan anak – anak di mobil waktu itu? salah satu kelemahanku ya Shella. Hahaha...

Aku bertindak impulsif dengan menelpon Shella bukan karena resek, tapi karena memang wajah itu yang pertama muncul di bayanganku begitu badanku kerasa lemas luar biasa.

Aku memang ngotot minta Shella buatkan kopi berkali – kali sampai dia merengut kesal. Bahkan dia meletakan obat maag ku diatas meja sampai aku mengerutkan kening. Dia bilang 'udah gelas kelima ya pak. Ini mending disimpen deh. Udah makannya mie, kopi lima gelas..' omelnya sambil keluar ruangan.

Aku cuman menahan tawa melihatnya mengomel kayak istri.

Dan kayaknya dia memang punya kekuatan omongan kayak istri, karena Sabtu pagi badanku mulai gak enak. Mual, pusing dan bolak – balik BAB seperti diare. Aku minum obat yang Shella kasih tapi gak menolong juga. Sore aku mulai muntah – muntah dan badan rasanya meriang.

Sebenarnya pingin telepon Shella dari siang dan minta dia kerumah buat masakin bubur. Tapi aku masih sadar kami gak lebih dari boss dan atasan. Jadi, aku tahan – tahan hasrat pingin minta disayang – sayang itu. Tapi sejak jam sembilan tadi aku udah benar – benar gak kuat. Jadilah dia aku telepon walau gak tega bayangin dia nyetir kerumah.

Tapi aku mikir, kalau ini hari akhirku biarlah wajah Shella yang terakhir aku lihat.

Oke aku jadi lebay kan? efek obat dari infus nih kayaknya.

****

"Shel..." panggilku lemas dan aku melirik ke samping dan melihat ada kepala dengan rambut diikat asal sedang menelungkup diatas kedua lengannya yang terlipat. Perempuan ini ternyata ketiduran selama aku juga tadi tertidur dan merasa nyaman dengan obat yang baru saja disuntikan.

Walau sepanjang jalan ngomel gak berhenti – henti bikin pening, tapi dia pada akhirnya tetap jadi yang selalu bersedia merawatku. Atau terpaksa merawatku? Gak apa – apa lah dipaksa dikit. Bisa karena biasa ya Shel? Maksa.

Aku rasanya gak tega mau bangunin walau dia posisinya gak enak banget membungkuk gitu. Pasti bangun – bangun punggungnya pegal. Tapi mukanya gemes banget, agak manyun karena pipinya ketekan lengannya, tapi tetap cantik dan kayaknya pulaas banget. Pingin lihat yang beginian tiap hari ya Allah.

Tadi dia memang minta satu bangku lipat ke perawat untuk menungguiku, berhubung IGD lagi sepi jadi dibolehin, karena aku juga gak tega dia diruang tunggu yang udah sepi banget pasti tengah malam gini. Nanti dia malah kenapa – kenapa diruang tunggu yang sepi.

Awalnya aku hanya merapihkan poninya yang terjulur ke mata. Lama – lama tangan ini mulai bekerja otomatis melakukan yang lain.

Tanganku terulur dan mengusap – usap kepalanya pelan, takut dia kebangun. Karena maksudku justru pingin dia tambah pulas dan biar aja dia tidur dulu. Kasihan capek.

Belum ada lima menit aku mengusap kepala perempuan yang menjajah otakku selama tiga tahun ini dengan segala kengeyelannya tapi juga nurut, dokter tadi masuk kedalam bilik dan membuat Shella kaget dan terbangun. Otomatis aku juga langsung mengangkat tanganku.

Shella merapihkan rambutnya salah tingkah, karena dokternya senyum – senyum. Mungkin dia pikir dokternya ngetawain dia yang berantakan. Padahal dokternya memergoki ulah tanganku dan langsung aku angkat jauh – jauh begitu dokter itu masuk. Dokternya makanya langsung mesam – mesem.

Her Real ValueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang