Happy Birthday Mas Adit..

10.6K 975 111
                                    

Gimana rasanya habis bikin dosa, sekarang semuanya rasanya baik – baik aja? Happy dong, ternyata bikin dosa gak segitunya banget ganjarannya?

Iya, aku tahu, banyak yang beranggapan begitu. Padahal, semuanya gak semudah itu mengatasinya. Gak hanya gimana menghadapi Shella, tapi juga gimana menghadapi perasaan sendiri juga.

Rasa bersalah dan dosa yang selalu bercokol di dadaku setiap malam ketika suasana sunyi dan melihat wajah lelah Shella yang tertidur pulas. Wajah tenang Shella yang tertidur, seolah penat dan lelahnya akhirnya terlepas, membuatku merasa penjahat banget sudah pernah menyakiti wanita seperti dia.

Biasanya kalau udah gitu aku akan mencium Shella yang tertidur pulas, mengusap kepalanya dan menggumam maaf.

Walau konon, katanya, orang yang masih bisa merasa bersalah dan berdosa itu, berarti jiwanya masih kaya. Tapi rasanya masih suka sesak setiap ingat lagi semuanya. Apalagi kalau ingat baris kalimat yang ku ketik secara sadar dan membiarkan Dona membaca semua itu. Membuat Dona merasa puas dan senang sekaligus menang, karena aku berkubu di sisi dia, menjelekan Shella, kadang tanpa sadar bahkan mataku memanas kalau ingat.

Setiap ingat isi pertukaran pesanku dan Dona, aku butuh berdiam sekitar sepuluh sampai lima belas menit untuk memejamkan mata dan menangkup wajahku. Mengatur kembali nafasku yang mendadak terasa tersengal sambil menggumam istigfar berkali – kali sampai akhirnya aku berhasil menguasai diri.

Biasanya aku akan mencari Shella kalau di rumah dan memeluk dia tanpa alasan sampai dia ngomel ngusir – ngusir karena ganggu masak. Atau kalau di kantor aku biasanya akan mengambil hp dan menelpon atau sekedar bertukar pesan mengajaknya mengobrol singkat.

Kalau mau di bilang happy, ya alhamdulillah, masih ada kesempatan kedua, atau yang lebih tepat malah mungkin kesempatan terakhir, untuk masih di izinkan di berada di tengah – tengah mereka ini.

Tiap pagi aku bangun, nengok ke sebelah ada Shella, atau aku bangun karena di bangunin Shella. Gak lupa aku selalu mengucap hamdallah, karena ternyata semua ini bukan mimpi.

Kalau lihat Shella bercanda sama anak – anak, sampai ketawa – ketawa bahkan berakhir nanti ada yang ngambek sampai nangis (ketebak dong siapa) rasanya suka kayak mimpi. Ini beneran gue masih ada di tengah – tengah bidadari ini? apa jangan – jangan sebentar lagi gue di guyang air seember terus kebangun dan ternyata gue udah jadi duda ngenes?

Di setiap selesai sholat, aku selalu gak lupa bersujud lagi mengucap Subhaanallahi walhamdulillaahi walaa ilaaha illallahu wallaahuakbar, sebagai wujud rasa syukur atas nikmat Allah yang tiada tara. Sungguh tiada tara.

Rasanya masih di izinkan kembali ke keluarga yang sudah nyaris meninggalkanku di depan mata. Itu nikmat yang tiada tara. Dan aku gak akan gegabah lagi berbuat ini dan itu yang bikin mereka benar – benar lepas.

Waktu, Shella berbalik dan berjalan meninggalkanku sendirian di depan gate penerbangan menuju Surabaya. Sambil dia menggandeng dua anak – anak kami, aku rasanya kayak di tampar dan di kasih lihat akibat dari perbuatanku benar – benar jelas.

Seolah aku di kasi gambaran nyata kalau suatu saat bakalan begini. Gambaran jelas, kalau apa yang terlanjur kamu perbuat, gak bisa kamu tarik kembali. Kamu Dit, yang rugi. Kamu Dit, yang kehilangan. Kamu Dit, yang pada akhirnya menderita.

Luka Shella mungkin dalam, tapi bisa sembuh seiring berjalannya waktu ketika dia memutuskan melanjutkan hidupnya bersama anak – anak. Apalagi kalau sampai ada sosok lain yang hadir dan bersedia mengisi kekosongan itu, menggantikan aku.

Tapi aku? aku harus mencari pengganti Shella, pengganti anak – anak yang mungkin begitu tahu apa yang terjadi gak sudi lagi memandang aku? jelas gak mungkin.

Her Real ValueWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu