1.🍂

573 55 10
                                    

Min Lalisa. Itu adalah namaku. Entah sejak kapan hidupku mulai terasa hancur. Beberapa hari yang lalu baru saja aku merayakan hari kelulusan SMA ku bersama keluargaku.

Aku tidak akan menyangka jika perayaan itu akan menjadi peristiwa tragis dalam hidupku. Aku benci ini! Yang awalnya hal itu menjadi kebahagiaan dalam hidupku justru menjadi malapetaka bagi hidupku.

Aku egois. Ya, itu memang benar. Aku egois!

Coba saja jika aku tidak meminta pergi berliburan bersama keluargaku untuk merayakan hari kelulusanku. Coba saja jika aku memilih untuk merayakan itu semua di rumah. Pastinya hal yang tak ku inginkan tak akan pernah terjadi.

Ibu, Ayah, dan Kakak tolong maafkan aku. Aku harus bagaimana menjalani ini semua tanpa adanya kalian disisiku.

Ini semua memang salahku.

Langit diatas yang mulai menggelap membuatku harus cepat-cepat pergi. Sepertinya sudah agak lama aku terus duduk disini. Waktu yang telah ku lalui sungguh tidak terasa.

Aku bangkit berdiri setelah selesai menaruh bunga yang tadiku beli-- di satu persatu makam keluargaku-- sembari mengusap jejak air mata yang membasahi pipiku. Aku harus kuat. Aku harus mengikhlaskan kepergian mereka bertiga. Bukankah jika aku terus menangis seperti ini mereka tidak akan pernah tenang?

Tapi tetap saja kepergian mereka bertiga adalah hal yang paling menyakitkan dalam hidupku. Lebih menyakitkan ketimbang mengetahui pacarku berselingkuh dan bermain dengan perempuan lain.

Di gelapnya langit malam ini, aku tuntun kakiku untuk berjalan perlahan keluar dari makam. Pandanganku memang lurus kedepan. Tapi entah kemana ragaku menghilang. Baru tiga hari kehilangan sosok yang paling aku cintai saja sudah seperti ini, bagaimana dengan hari-hari berikutnya?

Saat aku berjalan di pinggir jembatan yang banyak kendaraan berlalu lalang, aku melihat sesuatu. Aku menghentikan langkahku kemudian menyipitkan mata saat melihat sesuatu itu di depan sana.

Tidak salah lihatkan aku?

Ada seseorang yang memanjat pembatas jembatan. Sudah pasti orang tersebut ingin mengakhiri hidupnya sendiri.

Kedua bola mataku melebar. Langkahku kini ku bawa lari sekencang mungkin. Satu detik saja terlambat maka tamatlah.

"Hei!"

Aku berteriak. Setelahnya ku dekap tubuh orang itu erat, sembari mencoba membawanya kembali menapak tanah.

Dia awalnya memberontak dengan keras tetapi aku terus membawanya dalam dekapan ku agar dia tidak naik lagi ke pembatas jalanan itu.

Aku benar-benar memeluk tubuhnya dengan erat. "Berhentilah. Jangan melakukan hal gila seperti itu!" Tanpa ku sadar, aku berteriak kepadanya. Sungguh aku juga merasa panik.

Dia sudah sedikit lebih tenang. Tubuhnya kini merosot kebawah karena sudah tidak memiliki tenaga lagi. Aku bisa mendengar isakan tangisannya yang begitu memilukan. Aku mencoba memeluknya kembali. Mengelus punggungnya lembut agar dia bisa lebih tenang.

Aku tidak mengenal laki-laki ini. Tetapi, melihat dia masih mengenakan seragam sekolah yang sama seperti seragam sekolahan ku dulu, membuat aku yakin bahwa dia adik kelasku. Sayangnya aku tidak saling mengenal dengannya.

Aku mencoba membawa dia untuk menjauh dari tempat kejadian tadi. Tak jauh dari sini ada sebuah taman. Aku membawanya ke sana. Ku tinggalkan dia sebentar untuk ke toko. Setelah kembali sembari membawa botol minuman, aku masih mencoba juga untuk menenangkannya.

"Minum dulu."

"T-terimakasih." Laki-laki itu menerima dengan menunduk.

Aku memang tidak mengenalnya tapi melihat dia hampir melakukan hal seperti itu membuat aku sangat khawatir. Aku paling tidak bisa melihat orang merenggangkan nyawanya dihadapanku langsung.

I Wanna Be With You || Lizkook [END]✔Where stories live. Discover now