Chapter 10. Lembaran Baru

63 9 0
                                    

Anya meminta Sekar untuk tinggal sementara di rumahnya. Sudah dua hari Sekar menghabiskan waktu hanya menangis di kamar tamu milik Anya. Anya terus memintanya agar semangat dan melupakan kesedihannya. Namun tampaknya apapun yang dia katakan tidak bisa mengubah kesedihan Sekar.

Sekar kemudian minta ijin untuk pulang ke apartemennya. Dia merasa sudah lebih baik. Lagipula dia berjanji untuk terus mengabari Anya dan Dimas. 

Dugaan Sekar salah. Malam itu dia menangis lagi karena melihat boneka beruang besar yang terduduk di sudut ruangan. Besok paginya, Sekar terbangun dari tidurnya. Kepalanya terasa masih berat karena semalam menangis hingga matanya bengkak. Tapi entah kenapa, hatinya terasa lebih plong dibandingkan dengan kemarin. Sekar bersyukur memiliki sahabat-sahabat sebaik Anya dan Dimas. 

Dia bangkit dari tempat tidurnya, lalu bersiap-siap. Dia memutuskan tidak akan berlarut-larut dalam kesedihan karena ada banyak orang yang bergantung kepadanya. Dia menemui Dimas, segera sesudah sarapan pagi. 

"Aduh, nek. Udah yakin nih lo?" tanya Dimas. Mereka sedang berada di salon milik Dimas. Sekar duduk di kursi rias, mengenakan kain pelindung sementara Dimas memegang sisir dan gunting. 

Sekar mendadak membuat janji dengan Dimas untuk memotong rambutnya. Biasanya Sekar tidak masalah jika karyawan Dimas yang memotong rambutnya. Namun kali ini, Dimas agak kuatir hingga dia memutuskan untuk turun tangan sendiri menangani Sekar. 

"Yakin, mas. Udah, ayo." Jawab Sekar. Wajahnya datar. 

"Ya udah. Tapi jangan marahin gue ya abis ini." Dimas memberinya peringatan. 

Sekar tersenyum.

"Gue selalu pengen potong rambut pendek, tahu." Sekar meyakinkan Dimas. 

Tak lama sesudah itu, Sekar tersenyum di depan cermin dengan model rambut pixie cut dan diwarnai grey ashes. Sekar tampak puas dengan rambut barunya itu. 

"Udah dari sononya cantik, mau dibegimanain juga cantik." Ujar Dimas, antara memuji dan julid.

"Thank you, Dimasku. You are the best." Sekar meraih tangan Dimas. 

Sekar kemudian bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanannya ke tempat lain. 

"Gue cabut dulu ya." Ujar gadis itu.

"Eh bentar!" Dimas mengejarnya. "Mau kemana lu?" 

"Gue mau bikin double piercing sama nato." Sekar menjawab dengan wajah datar. 

Dimas jadi cemas sahabatnya ini kenapa-kenapa. 

"Tunggu-tunggu! Gue ikut deh!" Dimas tergopoh-gopoh mengejar Sekar.  

Dimas menunggu Sekar selesai dipiercing dan ditato. Dia menghubungi Anya agar segera datang ke tempat pembuat tato tersebut. Anya tiba dengan tergesa-gesa. Di saat yang sama, Sekar sedang memamerkan tato baru di punggungnya kepada Dimas. Tato kupu-kupu itu nampak keren di balik tanktopnya yang terbuka pada bagian punggung. 

Anya mangap melihat perubahan Sekar yang mendadak. Tampangnya seperti seorang ibu yang tidak percaya melihat anak gadisnya mendadak jadi berandalan. 

"Kar?" Anya tidak punya kata-kata lagi untuk meminta penjelasan dari Sekar.  

"Anya sayang," Ujar Sekar. "Ini namanya metamorfosis." 

Sejujurnya Sekar selalu ingin mewarnai rambut, memasang double piercing dan memakai tato. Namun dengan pekerjaan sebagai dosen, dia tidak bisa melakukannya. Ide ini mendadak muncul di kepalanya. 

"Alter ego." Ujar Sekar. Dia, Dimas dan Anya sedang duduk di cafe milik Anya sepulang dari tempat tato. "Sederhananya, elo punya kepribadian alternatif yang sewaktu-waktu bisa muncul. Biasanya alter ego ini bisa menolong elo untuk menghadapi situasi yang sulit." 

Royal Authorities--An Untold StoryWhere stories live. Discover now