Bagian 8

2.3K 288 20
                                    

Ruangan itu sangat sunyi, hanya suara alat-alat penunjang kehidupan yang berbunyi secara teratur. Jaeyun duduk di sana, di samping ranjang Youngjae, menatap Youngjae yang terbaring dengan damai. Dua jam lagi operasi ginjal Youngjae akan dilaksanakan.

Kau harus kuat bertahan ya? Demi aku, kau harus bertahan, kau harus bertahan, demi aku Youngjae...

Berkali-kali Jaeyun merapalkan kata-kata itu seperti sebuah doa yang tidak ada putus-putusnya.

Youngjae tampak lebih kurus, dan pucat, dan begitu diam. Tetapi Jaeyun meyakini masih ada kekuatan hidup yang tersembunyi di dalam tubuh Youngjae. Jaeyun mempercayainya. Jaeyun percaya kepada Youngjae, seluruh harapannya masih bertumpu kepada kepercayaannya itu. Kemungkinan keberhasilan operasi itu adalah 40:60, dan Jaeyun bergantung kepada 40% itu. Dia percaya Youngjae adalah pria yang kuat, buktinya dia sudah berhasil bertahan sampai sejauh ini.

Suster Ana masuk ke dalam ruangan, dan menyentuh pundak Jaeyun. "Kondisinya stabil Jaeyun, aku yakin dia akan berhasil melalui ini semua." "Iya suster, Youngjae pasti kuat." Suster Ana mengecek denyut nadi Youngjae lalu menatap Jaeyun seolah teringat sesuatu. "Bagaimana kau berpamitan dengan Mr. Lee?"

Jaeyun merona. "Aku bilang menemani teman yang akan melahirkan," gumamnya pelan, merasa berdosa karena tidak biasa berbohong.

Hari ini Hari Minggu. Heeseung kebetulan berencana melewatkan waktunya seharian dengan Jaeyun. Tetapi dengan alasan palsu dan kebohongan yang terbata-bata, Jaeyun berhasil membuat Heeseung melepaskannya. Meskipun dahi Heeseung tampak berkerut curiga ketika Jaeyun berpamitan tadi pagi.

"Kalau begitu kenapa kau tak mau kuantar?" Kejar Heeseung tadi pagi ketika Jaeyun menolak tawarannya. "Karena temanku ini mengenalmu sebagai bosku, nanti dia bisa mengetahui semuanya." Jawab Jaeyun cepat-cepat. Pria itu mengerutkan keningnya lagi, tidak puas.

"Apakah dia salah satu pegawaiku?"

"Bukan!"

Jaeyun langsung menyela keras, karena setelah mengenal Heeseung lebih dekat, Jaeyun tahu jika dia menjawab 'iya', maka Heeseung pasti akan menyuruh salah satu staf personalianya untuk mengecek apakah benar ada karyawannya yang akan melahirkan, dan dia akan mendapati kalau Jaeyun berbohong.

"Dia bukan pegawaimu, tapi dia banyak mengenal teman-teman kantor dan dia tahu tentangmu, jadi kalau dia melihatmu dia bisa bertanya-tanya kepada yang lain..."

"Oke, kalau begitu di rumah sakit mana?"

Jaeyun kehilangan kata-kata, berusaha mencari jawaban. "Eh...aku tidak tahu di rumah sakit mana." Dengan cepat Heeseung melangkah ke hadapan Jaeyun yang berusaha menghindari tatapannya. "Kau bilang akan menemani temanmu itu di rumah sakit, bagaimana mungkin kau tidak tahu di mana rumah sakitnya???"

"A...aku..." Dengan gugup Jaeyun menelan ludah, "Aku akan menunggu di kos yang lama, suaminya akan menjemputku nanti" Disyukurinya jawaban yang terlintas cepat di otaknya. Dia jarang berbohong, dan tidak pandai berbohong, sementara Heeseung terlihat seperti seorang detektif yang mencurigai tindakan kriminal yang dilakukan di belakangnya.

"Suaminya?" Jawaban itu sepertinya membuat Heeseung tidak senang karena ekspresi wajahnya semakin menggelap. "Kau membiarkan suaminya menjemputmu? Kalian hanya berdua di jalan?" Jaeyun merasa gugup, tapi kemudian dia merasa ingin tertawa mendengar perkataan Heeseung yang terasa aneh.

"Heeseung," gumam Jaeyun jengkel, "Dia seorang suami, dan istrinya akan melahirkan anaknya, apa yang ada di dalam pikiranmu?" Perkataan itu membuat pipi Heeseung merona, dan dia melangkah mundur.

"Ah ya...maaf," lalu pria itu menatap Jaeyun tajam, "Kau boleh pergi, tapi begitu sampai di rumah sakit itu kau harus menghubungiku." "Ya," jawaban Jaeyun terlalu cepat sehingga Heeseung menatapnya makin curiga.

A Romantic Story About JaeyunWhere stories live. Discover now