Bagian 2

2.8K 345 35
                                    

Kenapa dia harus repot-repot menyuruhku menemuinya sendiri hanya untuk mengambil payung? Dia kan bisa menyuruh office boy untuk mengembalikannya, atau jika dia tak sempat, dia kan bisa menyuruh sekretarisnya untuk mengurus payung itu. Apalagi Jaeyun tahu bosnya itu sangat sibuk. Gosip yang terdengar mengatakan Mr. Lee adalah workaholic sejati yang menghabiskan waktu 20 jam sehari untuk bekerja.

Atau, kenapa tidak dia buang saja payung itu? Toh aku juga tak akan berani menagihnya, pikir Jaeyun sambil mengerutkan kening di dalam lift yang mengarah ke lantai 14, lantai khusus CEO mereka. Ini kali kedua dia ke ruangan ini, sungguh tak disangka, dua tahun bekerja disini dia hampir tak pernah bertatapan langsung dengan sang pemimpin tertinggi yang diagung-agungkan itu, tetapi sekarang, dua hari berturut-turut dia dipanggil menghadap Mr. Lee.

Lift terbuka dan dia dihadapkan pada ruang tunggu yang nyaman dan mewah. Sekretaris yang sama, wanita setengah baya yang terlihat kaku dan efisien itu menatap Jaeyun dengan skeptis, sepertinya dia juga bertanya-tanya kenapa pegawai rendahan macam ini sampai dua kali dipanggil menghadap langsung ke sang CEO. Padahal setahunya Mr. Lee hanya berkomunikasi dengan anggota direksi, manajer dan kepala bagian unit perusahaannya, itupun lewat meeting resmi perusahaan dan melalui seleksi janji temu yang rumit.

"Mr. Lee sudah ada di dalam, beliau sudah menunggu Anda. Saya sudah menginformasikan kedatangan Anda lewat intercom dan beliau mempersilahkan Anda untuk langsung masuk," gumam sekretaris itu dingin.


*

*

*


Heeseung baru saja menyelesaikan meeting penting dan dengan segera kembali ke ruangannya. Mengingat alasan yang membuat dia begitu terburu-buru kembali, membuatnya mengerutkan dahi, dia sudah menelpon atasan Jaeyun tadi pagi, menjelaskan alasan keterlambatan lelaki itu. Dan atasan Jaeyun begitu kegirangan karena teleponnya, hingga seolah-olah tak peduli lagi kenapa Jaeyun sampai terlambat.

Yah mungkin setidaknya lelaki itu akan berterimakasih padaku... Atau malah jengkel? Heeseung tersenyum sinis, menilik sifat lelaki itu, sepertinya Jaeyun akan tambah jengkel dengannya.

Setelah dengan serius mempelajari berkas-berkas yang diantarkan bagian personalia padanya, Heeseung termenung.

Lelaki itu tidak bohong, kedua orang tuanya memang telah meninggal, dan alamat tempat tinggalnya memang terdaftar sebagai rumah kos, bahkan lelaki itu tidak mengisi nama saudara atau kerabat dekat yang bisa dihubungi.

'Saya tinggal sendirian,' begitu ucapnya tadi. Apakah lelaki itu benar-benar sebatang kara seperti ceritanya. Kalau dia tanpa keluarga dan hanya tinggal di kamar kos, untuk apa dia meminjam uang sebesar 40 juta ke perusahaan yang harus dilunasi dengan memotong gajinya selama bertahun-tahun?

Apakah dia sakit?

Memikirkan kemungkinan itu, dada Heeseung langsung merasa nyeri,

Tidak! Putusnya setelah termenung sejenak. Lelaki itu sehat, kalau tidak dia pasti tidak akan lolos seleksi tes kesehatan yang sangat ketat untuk masuk ke perusahaan ini.

Kalau begitu, dia pasti lelaki yang suka menghambur-hamburkan uang, Heeseung menyimpulkan. Yah, segalanya akan menjadi lebih mudah. Heeseung rela memberikan uang sebanyak yang Jaeyun mau asal Jaeyun mau melayaninya. Ia sangat kaya, dan memiliki seseorang seperti Jaeyun yang benar-benar memacu hasratnya memang layak diberi sedikit pengorbanan.

Lamunannya terhenti ketika intercom berbunyi memberitahukan kedatangan Jaeyun.

Heeseung menunggu penuh antisipasi, seperti seekor singa yang menanti mangsanya, Dia punya penawaran bagus, dan jika lelaki itu seperti yang diduganya, Jaeyun pasti tak akan mampu menolaknya.

A Romantic Story About JaeyunWhere stories live. Discover now