Aku mengambil ponselku.

"Kok gak bisa akses internet sih?" Aku mengecek WiFi berkali-kali. Aku segera keluar kamar untuk bertanya pada bi Suni. Aku tidak memiliki data untuk membalas pesan yang masuk.

"Bi, WiFi nya gak bisa?" Tanyaku ketika melihat bi Suni sedang mengepel lantai. Bi Suni menggeleng.

"Iya non. Kayaknya ada masalah kabelnya. Coba nanti saya telfon kan masnya." Aku mengangguk.

"Saya gak ada data bi. Minta tolong cepet, ya." Pintaku membuat Bi Suni mengangguk. Aku duduk diujung tangga itu. Melihat bi Suni mengepel lantai lalu membersihkan meja makan.

"Bi Suni gak capek?" Bi Suni menggeleng.

"Saya malah capek kalau tidur terus." Jawabnya membuatku terkekeh. Aku sedikit merasa tersindir mengingat kegiatanku hanya bermalas-malasan.

"Nanti setelah ini saya telfon kan mas-mas WiFi nya ya non." Aku mengangguk tersenyum. Aku tidak enak pada mbak Namira yang pesannya belum kubalas sejak kemarin.

***

Jam menunjukkan pukul 4 sore. Mas-mas WiFi itu bilang akan datang secepatnya saat bi Suni menelponnya pukul 2 siang. Bi Suni yang duduk disampingku itu berkali-kali menengok kedepan untuk melihat apakah mas WiFi itu sudah datang atau belum.

"Lama banget ya, bi." Aku tertawa kecil. Bi Suni mengangguk.

"Iya, dasar. Anak muda jaman sekarang lelet." Gerutu bi Suni membuatku tertawa.

Tok tok tok

"Assalamualaikum!" Bi Suni segera berjalan kepintu depan lalu membukakannya, aku mengikuti wanita paruh baya itu. Pria yang mengetuk pintu itu menggunakan baju biru Dongker bervariasi dengan biru muda. Aku tersenyum menyambutnya.

"Waalaikumussalam, masuk dulu mas." Sambut bi Suni ramah, meskipun tadi bi Suni juga sempat mengutuknya lelet.

"Maaf ya, mbak. Telat sebentar, karena harus keliling ke beberapa rumah. Banyak yang trouble soalnya." Jelasnya meminta maaf. Aku ingin tertawa mendengar kata "telat sebentar". Oke, 2 jam adalah waktu yang sebentar katanya.

Mas-mas itu duduk sebentar di sofa ruang tamu, sedangkan bi Suni mengambilkan minum. Pria itu sibuk menulis diatas kertas, entah menulis apa. Aku iseng memotretnya dari samping.

Pria itu seperti oppa-oppa dikorea.

"WiFi nya disebelah mana, mbak?" Tanyanya membuatku sedikit terkejut.

"Em, oh di situ mas, Deket tangga."

"Boleh saya cek sebentar?" Aku mengangguk lalu menuntunnya menuju tangga itu. Dia mengambil WiFi itu lalu mengotak-atiknya.

"Oh, masalah kabel terputus sama layang-layangnya mbak." Jelasnya membuatku mengangguk. Sejujurnya aku tidak mengerti perkataannya. Tapi yasudahlah.

"Coba mbak, udah bisa belum?" Kata mas itu setelah membenarkan beberapa kabel. Aku memainkan ponselku mengecek apakah WiFi itu sudah tersambung atau belum.

"Belum, mas." Aku menggeleng. Mas itu mengangguk lalu kembali membenarkan beberapa kabel.

"Assalamualaikum." Suara itu berasal dari pintu depan. Aku menengoknya. Jelas Itu suara Aufar. Aku masih beridiri disini menunggu WiFi itu benar.

"Siapa nih?" Mas WiFi itu menoleh lalu tersenyum tipis kearah Aufar.

"Itu WiFi nya bermasalah—"

"Oh. Yaudah Lo masuk dulu aja. Biar gue yang beresin."

"Tapi—"

"Udah Lo istirahat aja. Lo kan baru keluar dari rumah sakit." Dia mendorong tubuhku untuk menaiki tangga.

"Kasihan mas, adiknya didorong-dorong." Celetuk mas WiFi itu sambil melihat ke arahku. Aufar melirik sinis kearah pria itu.

"Istri gue." Ucap Aufar membuat mas WiFi itu menutup mulutnya.

"Emang muka gue setua itu apa." Gerutu Aufar yang masih bisa kudengar. Aku terkekeh.

"Coba cek di hape mbaknya. Udah bisa belum?" Tanya mas WiFi itu seolah menganggap Aufar tidak ada. Aku memainkan ponselku, beberapa saat kemudian Aufar mengambil ponselku paksa.

"Udah Lo masuk aja. Gue yang urusin." Katanya membuatku menurut akhirnya. Aku menaiki tangga lalu memasuki kamar.  Pria itu apaan sih, baru saja datang sudah merusuh. Mana ponselku diambil.

Aku mengambil buku lalu membolak-balikkan lembaran itu. Beberapa saat kemudian Aufar memasuki kamar dengan wajah datarnya.

"Kenapa sih, dateng-dateng marah-marah gak jelas." Dia menyodorkan ponselku.

"Karna ini." Aku melihat kearah ponselku, dia sedang menunjukkan foto mas WiFi itu saat tadi kuambil gambarnya di ruang tamu.

"Beneran aku cuma iseng

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Beneran aku cuma iseng. Mau aku kirim ke adekku." Aku meringis mencari-cari alasan. Aufar tersenyum miring.

"Gue tau mas WiFi itu. Dari mukanya aja keliatan gatel." Cecarnya membuatku mendengus lalu mengambil ponselku.

"Kenapa? Takut kalah saing?"

"Gue gak lagi bersaing." Jawabnya lalu melepas dasinya. Aku tertawa kecil lalu memainkan ponselku. WiFi itu sudah tersambung.

Wajahnya tiba-tiba mendekat, "Karena gue adalah pemenangnya." Aku menjauhkan wajahku. Jantungku berdebar kencang.

"Yee, percaya diri banget." Kataku berusaha menormalkan mimik wajahku. Aufar hanya tertawa kecil.

"Memang."

Aku terdiam tidak menghiraukannya, meskipun kupu-kupu seperti berterbangan di perutku.

"Eh, Nanti malem Lo ada acara?" Aku menggeleng mengingat setiap malam aku memang tidak memiliki acara apapun.

"Ajarin gue ngaji, ya." Aku membulatkan mata. Aufar tersenyum, senyumnya sangat tulus. "Mau gak? Malah bengong." Aku mengangguk ragu-ragu.

Pria yang sulit ditebak.

****

Mau tau gak part ini terinspirasi dari siapa??

DARI MAS MAS WIFI YANG TADI BENERIN WIFIKUUU DIRUMAH😭🤣

Terus aku kepikiran, masukin scene ah. Wkwkkw.

Alhamdulillah bisa update hari iniii..
Semoga sukaaaa!! Aamiin aamiin aamiin.

Makasih buat yang udah baca <3

Jangan bosen-bosen pliss, wkwkw.

Jangan lupa bersyukur hari ini ❤️

FARWhere stories live. Discover now