✨01 :: Hangat Mentari

607 138 159
                                    

Hai!
Ketemu lagi sama Arsya yang ngangenin, pakai banget (´ε` )
Gimana hari ini? Ada cerita yang mau kamu bagi?
Udah siap ketemu Ren nggak, nih?

Short question

Apa yang bikin kamu tertarik buat baca Mission for Happiness?

Angka keberuntungan kamu?

Pernah punya temen yang ngeselin nggak, sih? Coba ceritain salah satu kelakuannya wkwkwk. Kalau bisa tag aja orangnya!

Oke-oke, udah dulu. Selamat membaca! Jangan lupa vote dan spam komen ihiiy!❤️

Mencintai dalam diam adalah seni terindah untuk patah hati berkelanjutan di kesunyian

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

Mencintai dalam diam adalah seni terindah untuk patah hati berkelanjutan di kesunyian.

[ Mission for Happiness ]

Sepasang kaki menapaki koridor yang sepi. Sesekali dia melompat kecil, membuat rambut cokelatnya bergerak-gerak tidak terkendali. Bibirnya bahkan bersenandung tanpa henti sembari menoleh ke kanan dan kiri, memeriksa tiap kelas yang dilewati. Senyum lebar berhias lesung pipi tak menyurut, menebar hangat selayaknya mentari pagi.

Tangan kanannya meneteng sebuah keranjang berisi bolu kukus pandan yang akan ia jual di kantin hari ini. Dibuat dengan penuh cinta dan kehangatan, pemuda itu berharap bahwa jualannya akan ludes tak bersisa. Meski memang begitu setiap harinya. Sebab, apa pun yang dimasak olehnya akan terasa enak luar biasa.

"Ren? Pagi amat. Biasanya juga mepet jam masuk."

Baru saja langkah kakinya berhenti di depan kantin tempatnya menitipkan barang dagangan, Rafi sudah memberi sambutan dengan sebuah sindiran. Otomatis Ren mengerucutkan bibir dan berujar, "Kamu nggak liat mendung? Bisa repot kalau harus nunggu angkutan umum waktu hujan."

"Salah lo sendiri milih pakai angkutan umum," balas Rafi, lalu mengambil alih keranjang plastik yang dibawa Ren. "Berapa nih, jumlahnya?"

"Ngaca. Kamu juga ke sekolah naik angkutan umum." Pemuda itu cemberut. "Kali ini tiga puluh. Capek kalau bikin lima puluh mulu."

"Kan untung yang lo terima juga banyak," balas Rafi seraya memeriksa bolu buatan Ren kemudian terkekeh.

"Udah, udah. Aku mau ke kelas. Nitip, ya." Malas menanggapi lebih lanjut, pemuda itu pun pamit pergi dengan senyum terkembang apik.

Kaki-kakinya berlari kecil menuju perpustakaan. Terlalu sepi juga terlalu pagi untuk memulai aktivitas di sekolah ini. Maka perpustakaan akan selalu menjadi tempat favorit pemuda itu untuk melarikan diri. Sebabnya bukan karena tempat itu memiliki aroma khas kertas lama yang enak untuk dihidu, buku-buku yang menyenangkan untuk dijelahi, ataupun tempat sepi paling nyaman untuk mengasingkan diri.

Mission for HappinessHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin