FARAH : 4

12.8K 777 6
                                    

Sudah beberapa minggu terlewati semenjak hari pertama super duper menyebalkan itu. Sebentar lagi akan ada demo ekskul dan kami akan segera memilih ekskul kami. Memang terdengar terlambat, tapi mau diapakan lagi. Gue kan bukan kepala sekolah, atau guru, atau pembina ekskul.

"Kanya pleaseee ikut cheers yukkk bareng gueee" aku merengek kepada Kanya yang sedang sibuk memakan bekal makan siangnya di sebelah gue. Sekarang gue udah duduk sama Kanya, bodo amat deh sama yang namanya Ghina Ghina itu. Daripada gue harus duduk sama tuh mayat hidup.

"Ih lo gila apa, badan gue bisa patah semua kalo ikut cheers, lo aja sana." katanya tanpa menoleh ke gue. Ia memperbaiki letak kacamatanya.

"AYOLAH KEENAN PLEASE IKUT BASKET SAMA GUE!!!"

Gue dan Kanya menoleh serempak ke arah teriakan Arga yang gatau malu itu. Arga sedang mengguncangkan bahu Keenan keras-keras. Keenan tetap diam tak berkutik. Salah besar dia teriak-teriak sama Keenan, telinganya kan udah nggak fungsi. Eh, jahat amat gue.

"Nih lo ya, kalo lo ikut basket, pasti lo bakal jadi eksis, cewek-cewek pada ngantri ke lo, lo bakal banyak fans nya, basket tuh cowok banget bro." kata Arga. Walau sudah tidak berteriak gitu, suaranya masih terdengar seantero kelas. Memang sih sekarang kelas sudah lumayan sepi. Cuma ada gue, Kanya, Arga, dan Keenan juga tiga atau empat orang lainnya yang emang jarang bersosialisasi.

Tapi, please gue nggak se-ansos itu. Keenan doang kayaknya.

"Gajuga." tanggap Keenan dingin. Gue bisa liat ekspresi Arga yang melongo. Haha, sabar ya, Ga.

"Ih lo jahat amat sih sama gue, Keenan!!!" Di luar perkiraan gue, Arga menabok punggung Keenan berulang kali tanpa perasaan. Keenan tidak mengaduh atau apa, tetap diam. Bahkan dia tidak memerhatikan Arga. Bener kan, mayat hidup.

"Farah," panggil Kanya. "Lo ngerasa aneh nggak sih sama Keenan?"

"Banget, Nya," sahut gue. "Gue ngeri ngeliat dia."

"Nih ya, pas perkenalan diri aja dia cuma nyebut nama doang, bukan nama sekolahnya. Lo nyadar nggak sih, dia tuh cuma make kemeja sama celana biru khas SMP doang, tanpa badge nama sekolah." kata Kanya.

Gue termenung sebentar. "Lo bener juga," komentar gue. "Dia juga kayak gabisa ekspresi gitu, ngomong seadanya. Dia kayak...gapunya jiwa."

"Tapi, dia ganteng."

Kontan, gue menoleh ke Kanya yang tersenyum memandang Keenan. Ih please banget deh Kanya. Apa yang ganteng dari dia? Iya sih dia mancung, putih, iris matanya...hitam banget, seperti...seperti jurang tidak berujung. Yang gue kira dia nggak suka merhatiin lawan bicara, tapi tatapan dia itu fokus banget, nggak main-main. Rambut hitam legamnya terlihat terpotong tanpa model, dan sepertinya sudah agak kepanjangan.

"Farah, back to earth!" Kanya menjentikkan jarinya di depan muka gue. "Cie elah, merhatiinnya gitu amat mbak." kata Kanya dengan senyum jahil khasnya. Dia menyenggol bahu gue pelan.

"Eh, lo duluan ya!" sahut gue nggak terima. Gue membalas menyenggol bahunya.

"Gue tahu doi ganteng... Sok jual mahal amat dah lo Far!" Kanya kembali menyenggol bahu gue. Ia tersenyum menggoda Farah.

"Ihhh..."

"Woy, mbak-mbak gosip!" Gue dan Kanya menghentikan aksi senggol-senggolan barusan, dan memerhatikan Arga dan Keenan yang sudah berdiri di depan pintu.

Mata itu, mata hitam misteri yang tak ada habisnya. Keenan menghadap ke arah pintu yang memancarkan sinar khas pukul 10 pagi, membuat mata tajamnya itu mengkilat.

"Udah senggol-senggolannya?" kata Arga lagi. "Ke lapangan yuk, demonya udah mau mulai."

*

"Farah!"

Langkah gue menuju jalan raya terhenti. Gue menoleh ke arah sumber suara. Arga datang dengan motor vespanya itu, nggak pernah berubah dari SMP.

"Apaan, Ga?" tanya gue. Gue memerhatikan senyum lebar Arga dengan giginya yang terpasang kawat warna warni. Please deh Ga, selera lo aneh mulu.

"Pulang sama gue, yuk!" kata Arga. Matanya makin menyipit karena senyumnya yang melebar.

"Ihhh, Ogah!" tolak gue mentah-mentah. Arga langsung manyun. "Kalo gue pulang bareng lo, gue gabakal nyampe rumah, lo ajak muter-muter dulu!"

"Hehehe, tau aja lo tabiat gue, Far, terharu," kata Arga cengengesan. "Padahal gue mau ngajak lo ke toko donat kesukaan lo!"

"Kalau ditraktir gue mau deh!" gue mulai bernegosiasi. Ceilah.

"Lah, gue malah mau minjem duit lo dulu, Far!" kata Arga dengan tampang innocent.

"Ih, gamau ah!" Gue menoleh ke jalan raya, abang supir angkot sudah meng-klakson berkali-kali. Cie, setia amat si bang.

"Kapan-kapan aja deh, Ga," sahut gue. "Gue udah ditungguin abang angkot, dadah!"

Gue segera berlari menuju angkot. Setelah duduk, angkot itu mulai jalan. Gue sekilas melihat Arga yang masih di tempatnya, menatap angkot tumpangan gue dengan sedih.

Apa dia sedih karena gue gamau ke toko donat?

Hello, Keenan! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang