Bab 1.5

36 19 10
                                    

~ Author POV ~

30 menit sebelum Arin bertemu dengan Vian didepan pintu Cafe.

Setelah menyelesaikan urusan perut di gerai gerobak pecel lele, Arin dan Dita menuju kosan.

Arin sudah setuju akan menginap dikosan Dita.

Tak lama kemudian. Setelah membersihkan diri dan mengganti pakaian -pakaian Arin yang sengaja ia tinggalkan dikosan Dita untuk dipakai seperti saat ini- Arin duduk diatas ranjang, menyalakan laptop milik Dita dan mengeluarkan tempat pensil dari dalam totebag. Mencari benda kecil yang ia butuhkan saat itu juga.

Ia ingin melanjutkan film yang belum selesai ia tonton.

"Rin, udah mandinya? Giliran gue ya." Ujar Dita saat dirinya menyadari bahwa Arin sudah selesai, mengambil handuk dan melengos menuju kamar mandi.

Arin hanya mengangguk, perhatiannya masih pada benda kecil yang tak kunjung ia temukan. Beberapa kali memastikan bahwa benda itu tidak ada didalam tempat pensilnya.

Arin panik, "diiiiiitttt, flashdisk gue ga adaaa. Gimana dongggg." Rengeknya sembari mengacak-acak dan mengeluarkan seluruh isi totebag.

"Lahhhh ko bisa? Cari dulu yang bener." ujar Dita dari dalam kamar mandi.

"Serius ga adaaaa." Arin sudah mengeceknya sebanyak 4 kali, tidak ada satupun keberadaan flashdisk disana. Hanya ada pouch make-up, buku catatan dan tempat pensil.

"Jangan panik dulu dong, bikin gue ikutan deg-degan." Tukas Dita dari kamar mandi "inget-inget dulu kapan terakhir Lo ngeluarin flashdisk."

"Aduh gimana dong tugas-tugas gue ada disitu semua." Lirih Arin.

Bukan tentang ia tak lagi bisa melanjutkan film yang sedang ia tonton atau bahkan soal harga flashdisk yang ia punya itu. Tapi soal seluruh tugas yang ada didalamnya, tugas yang menjadi senjata untuk ia menjalani kegiatan perkuliahan.

Nilainya akan benar-benar hancur jika benda itu tidak ditemukan, itu adalah hal paling buruk yang akan membuatnya menderita.

Ia berpikir keras, berusaha mengingat kembali kapan terakhir kali ia menggunakan flashdisk.

Setelah mengingat-ngingat, ada sekelebat ingatan yang menghampirinya.

Aduh, bisa gila gue. Waktu itu gue minta file film di komputer cafe vian, apa jangan-jangan ketinggalan disitu ya? Arin menepuk jidatnya, menyadari kecerobohannya saat itu.

Setelah beberapa kali mencoba mengingat kembali, hanya kejadian itulah yang ia ingat.

Arin menggigit jari, mencoba mencari solusi dari apa yang sedang ia alami kini. Keputusan apa yang tepat untuk mengatasinya.

Kalau gue kesana ada si Vian gimana? Duh males banget lagi ketemu dia. Runtuknya dalam hati.

Tapi kalau ga gue cek dulu, ntar flashdisk gue ilang gimana. Resahnya.

Mengingat bahwa bukan hanya dirinya yang memasuki ruangan pribadi Vian membuatnya cemas.

Setelah beberapa saat menimbang-nimbang akhirnya Arin memutuskan apa yang ia akan lakukan. Ia merasa tepat dengan keputusannya.

"Dittt, gue keluar dulu yaaaa bentar." Ucap Arin, ia memutuskan mengeceknya terlebih dahulu. Ia harap Vian sedang tidak berada di cafe.

Arin tau Vian jarang mengecek pekerjaan di cafe, Vian mempercayakan sepenuhnya pada pegawai. Hanya sesekali saja Vian mengunjungi cafe miliknya itu.

Andai KAMU Jadi AKUWhere stories live. Discover now