Jangan Paksa Aku Percaya

Start from the beginning
                                    

Rasanya aneh banget sumpah, lo marah sama laki lo tapi sekarang lo berantem sambil cuma pake BH sama celana dalam begini. Udah kayak apaan aja. Tapi yah beginilah kalau nikah sudah lumayan lama, kadang aktifitas kayak gini juga rasanya udah biasa aja.

"ya aku kan belum tahu apa aku bakalan kerja lagi atau nggak. Sampai sekarang juga gak ada yang nawarin kerja. Tapi lebih baik aku berjaga – jaga kan mas? Dari pada mendadak – mendadak.." jawabku tenang sambil berjalan kearah meja rias dan duduk disana, menyisir rambutku yang sebahu ini.

Mas Adit mengekoriku dan berdiri dibelakangku persis "jaga – jaga untuk apa? finansial kita gak kenapa – kenapa. Kamu tahu penghasilan aku gak cuma dari gaji kan? aku masih punya usaha sampingan yang juga menghasilkan. Gak ada alasan buat kamu ikut kerja cari uang.." ucapnya sambil masih menatapku memelas.

Aku hanya tertawa lalu menghela nafasku, capek banget sumpah kayak begini, padahal sebulan aja belum sejak ledakan pertama. Aku mengambil botol lotion dan mengoleskannya pada tangan sampai lenganku "duit kamu memang banyak dan lebih dari cukup. Aku juga tahu soal itu. masalahnya, sampai kapan itu jadi hak aku kan aku gak tahu mas.."

"astaghfirullah aladzim Marshella.." nadanya langsung meninggi, dia berlutut disampingku dan menarik pinggulku memutar dudukku agar berhadapan dengannya "seumur hidup ya itu hak kamu dan anak – anak. Kalau aku nanti udah gak ada, ya itu semua buat kamu dan anak – anak! Kamu pikir aku kerja banting tulang selama ini buat siapa?" ucapnya sedikit marah dan menatapku dengan kilatan emosi dimatanya "itu semua buat kamu sama anak – anak.. sayang..." lirihnya sambil menenggelamkan wajahnya dipangkuanku sesaat lalu kembali mendongak menatapku.

Aku hanya mengendikan bahu "maaf.." ucapku menjeda "tapi aku udah meragukan itu sejak tiga mingguan yang lalu.." jawabku sambil membalas tatapannya. Mas Adit ternganga dan menggeleng lemah "astaghfirullah.." dia beringsut mundur dan duduk dilantai dengan kedua lututnya tertekuk keatas. Dia kayak tercenung menatap lututnya dan memeluk kedua lututnya kayak anak hilang "astaghfirullah aladzim.." ucapnya masih lirih.

"astaghfirullah aladzim..." dia berjalan seperti merangkak dan berpegangan pada tepi tempat tidur untuk berdiri, terus berjalan gontai menuju kamar mandi dengan kalimat istighfar yang gak putus – putus. Aku hanya bisa menatap punggungnya sambil mendesah kasar.

Apa aku gak punya hati dengan tega melihat mas Adit kayak gitu? Aku juga gak mau suasananya jadi begini. Tapi bukan aku juga yang memulai.

Kalau aja mas Adit gak kayak gitu, aku juga ngapain sih cari – cari ribut? The best cari ribut action ku selama empat belas tahun paling kalau lagi mau mens. Ngomel – ngomel gak ada juntrungan hanya karena dia ninggalin kaos kaki 5cm dari keranjang cucian kotor. Yang bikin aku ngomel sampai naskahnya sebanyak 5 rim.

Gak ada aku cemburu buta sama perempuan – perempuan yang kadang memang harus ada di lingkungan pekerjaan dia. Kami pernah berpapasan degan kolega bisnis mas Adit yang memang masih muda memukau, tapi udah sukses jadi distributor besar. Ya aku gak ada nuduh – nuduh gak jelas, karena memang gak ada apa – apa. Kelihatannya.

Pernah ada teman mami yang emang terkenal usil, pake nyeletuk – nyeletuk 'padahal Adit udah tante bilangin ke mami lo mau buat si Susan. Padahal udah cocok banget loh Adit sama Susan' begitu melulu asal ketemu di lebaran atau apapun itu di Bandung. Ya aku diam aja walau rasanya udah mau nyakar muka si tante.

Aku rasa, aku istri yang cukup anteng. Sampai akhirnya mas Adit sendiri yang membakar suasana anteng itu jadi gonjang – ganjing.

Soal aku menyinggung soal kerja? Ya memang itu tujuanku kan? kalau sampai kami bercerai, aku gak berhak apa – apa lagi atas semua ini. Dona tentu saja gak akan melepas sepeserpun dari yang mas Adit punya. Jelas banget kan tujuan perempuan itu apa? materi lah! Ya kali dia rela kehilangan duit milyaran yang udah mas Adit kumpulin dengan susah payah, dibela – belain, ya jadi pegawai, ya bisnis juga sama papinya? Ya nggak lah. Pasti mau dia kekepin lah.

Her Real ValueWhere stories live. Discover now