41- LINTAS KENANGAN

Start from the beginning
                                    

Pria yang diketahui ayah dari Gibran pun tak kuasa menahan tangisnya. Air mata yang mengumpul di pelupuk matanya sudah tak bisa lagi di tahan. Tetesan bulir air matanya turun membasahi kelopak mata Gibran yang terpejam sangat tenang.

"Kamu hebat, Gibran. Kemarin kamu buat Papa ketawa, sekarang kamu buat Papa dan seluruh dunia menangis karena keadaan kamu sekarang." Batin Arga.

Langkah kaki keluarga Gibran serta sahabat Gibran terus mengikuti tenaga medis yang membawa Gibran hingga sampai ke ruang UGD. Arga mendekap erat tubuh istrinya saat wanita itu hendak ikut masuk ke dalam ruang UGD.

"Arga, Gibran...," lirih Syera di dalam pelukan suaminya.

"Gibran nggak apa-apa. Jangan berpikir negatif, Gibran nggak bakal ninggalin kita secepat ini." Ujar Arga menenangkan Syera. Ia mengusap-usap punggung istrinya lantaran wanita itu menangis dengan sesenggukan.

Lain dari dua cowok yang duduk di kursi panjang depan UGD itu tak kalah terpukulnya. Algerian dan Kenzo, kedua sahabat Gibran merasa seperti ada yang hilang di antara mereka. Algerian mengusap wajahnya dengan frustrasi, Kenzo sama halnya.

"Kenapa harus lo sih, Gib?" Kata Algerian lirih. Ia mendongak, menghalangi air matanya yang siap terjun.

"Lo orang paling jahat, kalau sampe ninggalin gue." Algerian kembali menelungkupkan wajahnya pada lipatan tangannya.

Kenzo menatap seragam Algerian yang berada di tangannya. Tangannya begitu sangat bergetar menatap darah yang menempel pada seragam Algerian. Ia masih teringat jelas saat Gibran mengeluarkan kalimat amanah untuknya.

"G-gue t-titip Abel ke k-kalian."

Saat itu juga, segala pikiran buruk langsung menyerang pikirannya. Ucapan Gibran seolah-olah ia akan pergi selama-lamanya.

Sudah berjam-jam lamanya mereka menunggu sang Dokter yang tak kunjung keluar untuk menunggu kabar baik atau entah kabar buruk yang menimpa Gibran. Dokter yang di tunggu-tunggu akhirnya keluar juga. Dokter dengan name tag 'Haris Antonio' tersebut melepas maskernya.

Melihat itu, mereka lantas bergegas berdiri dari duduknya dan mengerubungi sang Dokter. Mendesaknya agar segera mengungkapkan kabar yang menimpa Gibran.

"Dokter, gimana dengan anak saya, Dok?!" Tanya Syera mendesak.

"Saudara Gibran Dirgantara Reynand. Mengalami pendarahan di sekitar kepalanya."

"D-Dok, apa Gibran mengalami----" Dokter Haris menggeleng membuat Kenzo menghentikan ucapannya. Dokter Haris sangat tahu kemana arah pembicaraan Kenzo.

"Untuk pendarahan seperti ini, kemungkinannya sangat kecil untuk mengalami amnesia. Benturan di kepalanya juga tidak terlalu parah. Hanya saja, saudara Gibran saat ini jatuh koma." Jelas Dokter Haris mampu membuat mereka mengatupkan bibirnya rapat-rapat.

Tangisan Syera saat ini bertambah pecah saat mendengar kabar semenyakitkan ini. Ini kabar baik, beruntung Gibran tak meninggalkannya. Tapi kenapa kabar baiknya justru membuat seluruh dunia menangis akan ini?

Algerian dan Kenzo tak kuasa menahan air matanya yang sedari tadi menumpuk di pelupuk matanya. Kenzo meninju dinding luar ruang UGD dimana Gibran terbaring di dalam sana. Cowok itu menundukkan kepalanya dengan lemah.

"Kenapa harus gini?" Lirih Kenzo.

"Anda semua boleh masuk. Dengan ketentuan jangan terlalu berisik." Ucap Dokter Haris memberi izin. Mereka semua refleks mengangguk lantaran mendengar perizinan dari sang Dokter.

Tanpa sepatah kata pun mereka langsung saja memasuki ruangan dimana Gibran terbaring dengan lemas di atas brankar. Melihat wajah Gibran yang begitu sangat tenang, membuat mereka yang berada di ruangan ini tak kuasa menahan harunya.

GIBRAN DIRGANTARAWhere stories live. Discover now