Dua

21 6 40
                                    

Ruri memasuki kafe itu, langsung mendekati konter pemesanan yang bersebelahan dengan kasir. Ruri memesan makanan pada pegawai yang berada di dalam meja pemisah. Di sebelah meja itu, biasanya Gala duduk menjadi kasir. Tapi, tidak dilihatnya cowok itu di sana saat ini. Berjalan santai menuju ke meja di pojok kafe, tempat favoritnya. Meja kecil berbentuk bundar dengan dua kursi saling berhadapan. Saat menginginkan pemandangan jalan raya, Ruri mengambil posisi sebelah dalam. Sebaliknya, saat ingin memperhatikan suasana kafe dia duduk di kursi yang menghadap ke dalam. Malam ini Ruri ingin menikmati suasana ramai jalan raya.

Tak berapa lama sebuah mobil memasuki halaman parkir, dan berhenti tepat di depan Ruri. Lampu mobil sekilas menyilaukan matanya, sebelum sekejap kemudian lampu itu dimatikan. Seseorang keluar dari dalam mobil, mata mereka bertemu, orang di luar kafe tersenyum. Ruri balas tersenyum karena suasana hatinya sedang baik.

Orang itu masuk ke dalam kafe langsung menuju ke arah Ruri. Menarik keluar kursi lalu mendudukinya.

"Apa kabar Ri, lama gak mampir ke sini?" tanya orang itu.

Ruri menghentikan suapannya, "Iya, Mas. Lagi banyak kerjaan, lagian kalo kesini mulu elonya tar cepet kaya."

Tidak seperti biasanya, Gala tidak tersenyum mendengar jawaban Ruri. Ia berdiri dan pergi meninggalkan Ruri. Gelagapan Ruri dengan sikap Gala malam ini. Keinginana Ruri untuk mengejar dan bertanya tidak terlaksana karena Gala cepat menghilang ke dalam ruangan khusus pegawai kafe. Ruri menghela nafas, ia merasa tidak enak, pikirannya berkecamuk. Bukankah jawabannya terdengar lebih lembut jika dibandingkan dengan jawabannya sebelum-sebelum ini. Tidak mau berlarut dengan kegundahannya, Ruri cepat menghabiskan makanannya. Segera ia menuju kasir untuk membayar, dan keluar dari kafe.

Tanpa melihat kiri kanan lagi, Ruri masuk ke dalam mobilnya. Ia terkejut ketika sudah duduk di belakang kemudi dan melihat Gala sedang duduk menyesap rokok di bangku panjang tepat di depan mobilnya. Ruri ragu akan menghidupkan mobilnya atau menghampiri Gala. Mata mereka bertemu saling tatap. Saat rokok itu habis menyisakan gabusnya saja Gala membuang puntungnya. Ia melangkah mendekati mobil Ruri dan masuk duduk di kursi penumpang sebelah Ruri.

"Ke bukit yook," ajak Gala ia memakai sabuk pengaman.

Hening sesaat sebelum Ruri sadar, ia menengok ke arah Gala, menanyakan kepastian dari ajakan itu melalui matanya. Gala menatap balik Ruri, ia mengangguk dan mempertegas ajakannya melalui matanya. Ruri memakai sabuk pengaman dan menghidupkan mobilnya. Tidak ada percakapan di antara mereka ketika mobil itu melaju ke bukit. Di puncak bukit Ruri menepikan mobilnya. Walaupun besok weekend suasana tidak begitu ramai karena memang sudah hampir tengah malam.

"Lo mau minum apa Ri?" tanya Gala ia akan membeli minuman di warung yang ada di atas bukit.

"Kopi deh," jawab Ruri.

Gala segera membeli minuman, dan membawanya ke tempat Ruri duduk di kursi yang tersedia di pinggir pagar menghadap pemandangan kota di bawah sana. Masih tanpa sepatah kata, terdiam merasakan belaian angin malam dan menikmati kerlip lampu yang terhampar jauh di bawah. Ruri sebenarnya termasuk orang yang introvert. Ruri nyaman berbicara dengan Gala, karena sudah lama bertemu. Gala juga dapat memancing Ruri untuk lebih banyak berbicara ketika mereka bersama. Oleh karena itu, saat Gala menjadi pendiam seperti ini, Ruri tidak tahu harus berbuat apa. Ia sungkan untuk bertanya pada Gala, jadi mereka hanya saling diam saja.

Gala menghisap rokoknya dalam, lalu menghembuskan asapnya terbang berharap beban yang menghimpitnya ikut terbang menghilang. Angin yang berhembus ke arah Ruri, membuat asap rokok itu mengganggunya. Gala menoleh, melihat Ruri yang terganggu dengan asap rokoknya langsung berpindah posisi ke samping kanan Ruri, di mana arah angin berhembus. Ruri tersenyum.

Tentang HatiWhere stories live. Discover now