Lima

23 6 12
                                    

Tepat seminggu Ruri di Cilacap. Setelah keadaan ibunya benar-benar sehat ia kembali ke Jakarta kemarin sore. Saat jam istirahat makan siang Ruri datang ke kafe untuk mengambil mobilnya. Ia memesan taksi online untuk ke kafe. Sesampainya di kafe, Ruri tidak bertemu dengan Gala. Pegawainya mengatakan kalau Gala sedang keluar ada hal yang harus diselesaikan. Ruri ingin berterima kasih pada Gala tapi tidak kesampaian. Ruri meminta kunci mobilnya pada pegawai kafe lalu segera menuju parkiran dan meninggalkan kafe itu. Di dalam mobilnya Ruri ingin menghubungi Gala melalui ponselnya, tapi ia segera sadar kalau selama ini mereka tidak pernah bertukar nomor telepon. Komunikasi mereka hanyalah ketika bertemu di kafe. Ruri memukul setir pelan, ia merasa bodoh bertahun-tahun berteman dengan Gala tidak pernah terpikir untuk meminta nomor Gala.

Tetapi setelah dipikir-pikir lagi bukan salah dia juga kalau tidak tahu nomor Gala, seharusnya sebagai lelaki Gala lah yang meminta nomornya duluan, Ruri mencoba berdamai tidak menyalahkan dirinya. Sesaat kemudian ia berdecih, pekerjaan kantor sedang menumpuk, mungkin dalam waktu dekat ia tidak bisa ke kafe. Bagaimana ia akan berterima kasih kepada Gala. Ruri galau sendiri dengan pikirannya. Setelah memutuskan kalau nanti malam ia akan kembali ke kafe, barulah pikirannya tenang. Ruri melajukan mobilnya sedikit cepat, ia langsung menuju kantornya karena jam istirahat makan siang sudah hampir habis. Ia tidak mau setelah seminggu libur dan di hari pertama kembali kerja ia terkesan tidak taat aturan karena terlambat masuk kantor setelah istirahat siang. Di meja kerjanya sudah menumpuk laporan keuangan yang akan diolahnya, ia meminta tolong office boy untuk membelikannya makan siang, karena tadi tidak sempat membeli.

Jam sepuluh malam Ruri berada di kafe. Malam ini pun Ruri tidak bertemu Gala. Ruri diberitahu oleh karyawan kafe kalau siang tadi Gala sempat ke kafe tapi tak lama keluar lagi dan belum kembali. Ia lalu meminta nomor ponsel Gala pada orang itu, setelah menyimpan nomor Gala, Ruri berterima kasih dan keluar dari kafe pulang ke apartemennya.

Ruri duduk di kursi sofa depan tivi di apartemennya. Setelah mendapatkan nomor Gala ia langsung pulag ke apartemen. Ia menghubungi nomor Gala, pada deringan ketiga panggilannya dijawab.

"Halo," suara Gala dari ujung sana.

"Halo, ini Ruri, Mas,"

"Ooh iya, ada apa, Ri?" tanya Gala heran dan nada kuatir karena Ruri menghubunginya melalui telepon. Ia menyangka kalau ada suatu hal urgent hingga Ruri menelponnya.

"Hahaha gak ada apa-apa, Mas. Lo kemana aja gue ke kafe tadi Lo gak ada," nada suara Gala yang terdengar kuatir membuat hatinya menghangat.

"Walaah sorry, Ri. Gue lagi di luar," Gala tahu kalau Ruri tadi ke kafe, ia diberitahu karyawannya.

"Duuuh sibuk bener ya sekarang," goda Ruri.

"Hahahaha gak juga sih, Ri. Ada hal yang harus gue urus saja," Gala tertawa mendegar Ruri menggodanya hal itu berarti keadaan Ruri baik-baik saja.

"Gue cuma mau bilang makasih, Mas. Elo dah nolongin gue waktu itu,"

"Busyeeet deeh. Bingung gue ama Elo, Ri, kayak sama siapa aja. Khaan Lo sudah bilang makasih sama Gue waktu gue mau balik ke Jakarta. Santai saja lah, Lo teman gue semampunya gue bisa nolong ya pasti gue tolong." Gala tidak suka kalau Ruri masih mengungkit masalah ia menolongnya.

Ruri terdiam, ia tidak menyangka kalau Gala tidak suka ia berterima kasih lagi. Ia menghela nafas pelan, "Iya, Mas, tapi gue harus bales pertolongan Elo. Gue gak mau hutang budi sama Elo," Ruri bersikeras.

"Kalo gitu, Elo salah temenan sama gue. Gue gak pernah minta bales apapun yang sudah gue lakuin untuk nolong orang apalagi kalo itu teman gue," kali ini nada tak enak yang terdengar dari Gala.

Tentang HatiOù les histoires vivent. Découvrez maintenant