"Gila Lo. Daebak! Oke gue bantu." Gue tertawa. Selama bertahun-tahun gue gak pernah berhasil buat dia tertarik sama agama, tapi Maida berhasil hanya dalam beberapa bulan. Iri gue. Ngerasa gagal jadi cowok.

"Emang lu bisa?" Gue mencibir. Dia gak pernah tau kalau gue mantan ustadz. Dasar cowok temperamen. Gue menggulirkan ponsel membuka WhatsApp lalu menemukan kontak seseorang.

Beliau adalah ustadz gue dulu, dan sekarang akan gue minta mengajar Aufar.

***

"Lama amat sih. Masih jauh?" Pertanyaan yang udah berkali-kali gue denger dari mulut Aufar membuat gue Gedeg. Gue yang nyupir dan anak itu sedari tadi hanya makan dan memainkan ponselnya.

"Mau gue ceritain gak? Itung-itung buat nambah pengetahuan Lo tentang Islam." Gue membuatnya penasaran. Dia meminum airnya lalu berkata, "Apa?" Gue tersenyum miring.

"Jadi dalam Islam ada 25 nabi dan rasul. Kalo Lo gak tau, nabi dan rasul itu—"

"Gue tau. Bokap gue pernah cerita tentang adanya 25 nabi dan rasul." Gue tertawa mendengarnya memotong kalimat gue. Gue menghela nafas lalu membelokkan setir ke jalan yang lumayan sempit.

"Diantaranya ada yang bernama nabi Musa. Nabi Musa ini merasa dirinya sangat pintar, Terus si Nabi Musa ini tanya ke Allah. 'Ya Allah, adakah Nabi yang lebih pintar dariku? Jika ada aku ingin berguru kepadanya'

Allah menjawab, 'ada, namanya Nabi Khidir. Dia sangat pandai.'

'bagaimana cara bertemu dengannya ya Allah?' tanya nabi Musa. Allah menjawab, 'ikutilah ikan itu maka kamu akan bertemu dengannya.'

Singkat cerita, nabi Musa ngikutinlah ikan itu sampai beliau bener-bener ketemu sama yang namanya nabi Khidir." Aufar menyimak cerita gue dengan seksama.

"Tanya lah nabi Musa kepada nabi Khidir, 'apakah aku boleh menjadi muridmu?'. Nabi Khidir menjawab, 'Sungguh, engkau tidak akan sanggup sabar bersamaku. Bagaimana engkau bisa bersabar atas sesuatu, sedang engkau belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?'." Gue menghela nafas. Cerita itu sebenarnya gue lupa-lupa inget karena udah lama juga gue gak baca.

"Kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa pun dimulai. Nah, si Nabi Khidir ini minta biar nabi Musa gak nanya apapun sampai nabi Khidir sendiri yang ngejelasin maksud dari apa yang beliau lakuin."

"Yah gak seru dong." Protes Aufar membuat gue tertawa.

"Akhirnya berjalanlah keduanya. Keduanya melihat perahu, lalu nabi Khidir melubangi perahu itu. Bertanyalah nabi Musa, gaulnya gini, 'kok dilubangi? Nanti perahunya tenggelam, terus penumpangnya gimana?' Nabi Khidir menjawab, 'Sudah kukatakan kamu tidak akan tahan bersamaku.' "

"Daebak! Bener juga sih. Trus apa alasan Nabi Khidir?"

"Dengerin sampe akhir!" Gue membelokkan mobil itu kekiri. Lalu mengingat kejadian kedua antara Nabi Khidir dan Nabi Musa.

"Berjalan lagi mereka berdua lalu bertemu seorang anak muda. Nabi Khidir tiba-tiba ngebunuh si anak itu. Kagetlah nabi Musa, 'Kenapa dibunuh? Kasihan itu anak muda lho.' Kurang lebih nabi Musa bilang gitu. Terus nabi Khidir bilang lagi, 'sudah kubilang kami tidak akan kuat bersamaku.' "

"Emang gak dosa bunuh orang?"

"Y-ya, Lo mah. Kalo buat kita orang biasa yang ilmu nya dangkal se mata kaki dosa. Kalo Nabi Khidir beda lagi. Ilmunya udah tinggi kali." Aufar mengangguk-angguk.

"Mau tau kelanjutannya kagak?"

"Trus?"

"Terus Mereka berjalan nih disebuah kota. Mereka minta di jamu oleh penduduk kota itu, tapi penduduk kota itu gak ada yang mau ngejamu mereka. Terus nabi Khidir ngelihat ada dinding rumah yang hampir roboh terus Nabi Khidir membenarkannya."

"Nabi Musa bertanya lagi, 'kenapa dibenerin, sih? Kan gak dapet apa-apa?'
Mendengar hal itu Nabi Khidir bilang, 'Sudah tiga kali kamu bertanya tentang apa yang ku lakukan. Padahal perjanjian diawal kamu tidak boleh bertanya sebelum aku menjelaskannya.'

'Sekarang aku akan menjelaskan kepadamu,Perahu yang tadi aku lubangi adalah perahu milik orang miskin, sedangkan didepannya terdapat perompak yang akan merampas setiap perahu. Lalu aku membunuh anak muda itu karena dia aalah seorang kafir sedangkan orang tuanya mukmin, takut-takut jika nanti dia membawa kedua orang tuanya kedalam kekafiran.'

'Jika Allah menghendaki, Orang tua itu akan mendapat anak yang lebih baik.
Dan terakhir, dinding rumah yang aku perbaiki. Rumah tersebut miliki dua anak yatim dan di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua.

Ayahnya merupakan orang yang soleh. Allah SWT pun menghendaki agar saat dewasa dapat mengeluarkan simpanan tersebut dalam rumah yang aman. Makanya aku memperbaikinya.'

Nah setelah bilang begitu, nabi Khidir meminta berpisah sama nabi Musa karena nabi Musa tidak memenuhi perjanjian." Aufar mengangguk-angguk.

"Gilee, sampe situ ya mikirnya. Gue sampe mangap ini." Gue tertawa mendengar lelucon Aufar. Dia tidak pernah tertarik mendengar cerita-cerita islami seperti ini sedari dulu.

"Terus intinya?" Tanyanya membuatku menggeleng-gelengkan kepala. Anak SD aja mungkin tau kesimpulan dari cerita itu.

"Ya kalo Lo sabar, Lo bakal nemuin banyak banget hal-hal yang gak Lo ketahuin. Intinya sabar, Gak usah terburu-buru. Gue aja sabar gak nikah-nikah!" Gue tertawa lalu menghentikan mobil itu tepat dipinggir jalan lumayan besar itu.

"Sebenernya cewek yang mau dinikahin sama Lo banyak cuma Lo aja yang sok jual mahal."

"Gak tipe!" Tandas gue.

"Terus tipe Lo yang kayak apa?"

"Kayak istri Lo!"

"Monyet Lo!" Aufar menjitak kepala gue keras. Gue tertawa, mungkin dia menganggap apa yang gue katakan itu lelucon. Tapi sungguh, Maida adalah tipe istri idaman gue.

"Masih jalan jauh ini?" Tanya Aufar saat kami mulai memasuki gang kecil. Gue mengangguk.

"Dikit lagi. Sabar Napa!" Gue mengingatkan.

"Gue kayak gak asing sama lingkungan ini." Aufar mulai menebak-nebak.

Sampailah gue dan Aufar didepan masjid berukuran sedang itu. Masjid berwarna hijau itu masih berdiri kokoh. Masjid yang dulu tempat gue berteduh bersama keluarga gue. Gue berjalan masuk.

"Assalamualaikum!" Pria yang sedang mengepel teras masjid itu menoleh, mengerjap-ngerjapkan matanya. Wajahnya sudah tidak sesegar dulu.

"Waalaikumussalam! Hah? Al? Ini beneran Al???" Pria itu menaruh alat pel nya lalu berjalan ke arah gue. Gue mau nangis tapi gak lucu karena Aufar ngelihatin gue.

Gue memeluk pria paruh baya itu.

"Iya ini Al, Al pulang, pak." Aufar mengerutkan keningnya. Gue tau banya pertanyaan yang akan dia lontarkan setelah ini. Makanya sebelum ini gue ceritakan kisah nabi Musa dan nabi Khidir biar dia gak banyak tanya.

"Lama banget, Al. Bapak kangen!" Pria itu masih memeluk gue. Seolah gue adalah sebab rindunya hilang. Gue tersenyum tipis.

"Al bawa temen. Namanya Aufar." Bapak gue menatap Aufar. Mengerjap-ngerjapkan matanya. Kenapa tatapan bapak malah seperti orang yang sudah mengenali Aufar?

"Loh? Ustadz Ridwan bukan?" Bapak gue tertawa.

"Oo nak Arga bukan? Udah gede kamu nak! Apa kabar?" Gue mengerutkan kening. Sekarang justru gue yang ingin melontarkan banyak pertanyaan kepada pria misterius ini.

Sebenarnya, apa rencana Allah mempertemukan kami.

****
Woi bukan ustadz Ridwan DBHU ye😭🤣

Ada yang bisa nebak part selanjutnya? Agagagagag.

Alhamdulillah bisa update hari ini ❤️

Semoga sukaaa!! Aamiin aamiin aamiin.

Jangan bosen-bosen yaa!

Jangan lupa bersyukur hari ini ❤️

FARWhere stories live. Discover now