Hidup Juna sudah kacau tak beraturan. Kini ia hanya menjalani kehidupan semestinya saja, Tak ada kata semangat dalam menjalani hidupnya, hanya hampa dan sepi yang ia rasa. Hari-harinya hanya dihabiskan untuk menenangkan jiwa dan menyembuhkan luka tr...
"Kenapa aku bisa bertemu denganmu? Apakah ini suatu kebetulan atau takdir Tuhan?",Arjuna FirgiianAlandra.
"Entahlah, aku rasa ini suatu kebetulan yang tak pernah ku sangka sebelumnya".Nadia Eleeya Samara
ʕ •́؈•̀ ₎ ☁︎ ꧁☃︎꧂
Hyungwon as Arjuna FirgiianAlandra
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Jisoo as Nadia Eleeya Samara
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
✓hai, guys. Apa kabarnya nih?, Semoga dalam keadaan sehat selalu yaa dan jagan lupa bahagia!. Oke, cast-nya mas Hyungwon Ama mba Jisoo ya guys, hehe. Semoga sesuai ekspektasi kalian cast-nya. Aku ga pandai milih cast yang bagus gimana:( Dan menurut aku ini lumayan cocok dan kaya sesuai yang ada di benak aku. Penasaran ga gimana ceritanya?, Yaudah deh buru baca ceritanya buat nemenin masa gabut kalian. achaa ucapin terimakasih buat kalian yang udah dukung sampai saat ini, selalu dukung karya-karya achaa ya, Sukses selalu buat semuanyaa, luvyuuu<3.
~
Jakarta, 13 Agustus 2020
prangg Suara lemparan barang-barang kaca itu terdengar nyaring di ruangan keluarga itu. Semua yang ada disana hanya mendelik takut melihat seseorang yang tengah beradu mulut disana.
"Pa! maksud Papa gimana?" Juna menaikkan nada bicaranya kepada Papanya.
"Kamu nggak perlu ikut campur urusan Papa, dan kamu nggak bisa nuduh Papa se-enak jidat kamu tanpa suatu kebenaran," laki-laki paruh baya itu tetap mengeluarkan statement pembelaan untuk dirinya sendiri.
"Bukti? Mau aku kirimin semua bukti?" Juna menantang laki-laki yang berada di depannya.
"Kirimkan saja semuanya jika memang itu benar."
"Dasar pecundang!"
Lagi-lagi Juna melemparkan vas bunga itu asal dengan frustasi. Entah kenapa emosi nya meronta-ronta kala ia berhadapan dengan papanya. Untung akal sehatnya masih berjalan, jika tidak ia mungkin bisa menghabisi papanya saat ini juga.
Juna keluar dari ruangan itu meninggalkan papa nya seorang, karena ia sudah muak dan tak ingin berlama-lama disana dengan orang itu.
Juna memilih keluar ke gazebo belakang rumah untuk merokok. Hanya rokok yang mampu meredamkan amarahnya saat ini.
Tak terasa air matanya perlahan menetes di kedua pipinya. Rasanya hancur, berantakan dan sakit. Orang yang katanya pelindung, garda terdepan keluarga perlahan melemparkan tombak tajam pada keluarganya sendiri. Begitu mudahnya pria itu berkhianat pada ucapannya sendiri. Dimana ia tidak akan menyakiti hati orang lain dengan ulahnya sendiri.
Namun, apa yang bisa diharapkan pada manusia? Bukankah manusia tempatnya salah dan dosa. Dan tak seharusnya pula menaruh harapan pada manusia itu.
Disepanjang malam ia hanya menangis untuk meluapkan amarahnya. Begitu lelah rasanya dengan masalah yang terbilang itu-itu saja. Tak peduli ia jika dikatakan laki-laki cengeng dan lemah, sebab hidupnya pun juga sudah hancur sedari kecil.
Tak berani ia mengadu ke oma bahkan bundanya, masalah ini hanya ia ungkapkan diam-diam dengan papanya.
Juna berada di gazebo hampir sampai larut pagi. Cek-cok bersama papa nya tadi juga tidak mungkin diketahui oleh orang rumah sebab mereka sudah tertidur dan kejadian itu berada di lantai bawah. Kamar oma dan bundanya berada di lantai 3.
Waktunya semalam hanya ia habiskan untuk membakar semua isi rokok dalam kotak kecil itu. Tak peduli dengan kesehatannya sendiri, rokok, begadang, telat makan, bahkan alkohol sudah menjadi temannya sehari-hari. Meskipun begitu tapi ia juga masih hidup.
Kembali ke kamar, ia mencoba memejamkan matanya untuk tidur. Sedikit mengurangi kantuk saat di sekolah nanti.
Tidak ada 2 jam ia memejamkan mata akhirnya ia bangun kembali untuk pergi ke sekolah. Setelah bersiap ia segera pamit dan sesuap nasi pun tak ia masukkan ke perut pagi ini.