Beating (III)

370 49 1
                                    

"Jadinya udah bilang sama Dewa soal rencana lo itu? Tumben lo enggak ngambil keputusan sendiri? Tapi baguslah. Lalu Dewa bilang apa," tanya Mia setengah berbisik saat kami membersihkan piring kotor di dapur rumah ibunya. Kami habis melahap makanan enak buatan mama Mia. Mama Mia emang jago masak dan bakat itu dimiliki anak gadis semata wayangnya ini. Mia hanya dua bersaudara dan dia adalah anak bungsu. Saudaranya yang pertama tinggal di rumah sendiri dan sudah bekerluarga. Ayah Mia sudah meninggal lama sekali.

"Katanya lakukan apa saja yang membuat aku tenang," ucapku juga pelan.

"Karena gue udah di sini, gue temanin lo periksa, ya. Udah mutusin ke dokter mana? Atau pake dokter yang kemarin itu lagi?" tanya Mia kemudian.

"Serius, ya, temanin nanti. Kayaknya aku ganti dokter deh, ada yang nyaranin beberapa dokter yang menurut mereka oke. Lusa rencananya aku ke RS Bahagia Bunda, temanin, yah?" ucapku lagi.

"Beres. Nanti gue jemput. Jam berapa?"

"Aku daftar online sih, mungkin kita turun jam 5an gitu kali. Mnggu ini Dewa ke luar kota sama Jerry."

"Oh, ya? Ada wedding di sana? Bisnis mereka naik lagi, yah. Syukurlah. Tapi kudu hati-hati sih tetap."

"Iya, aku masih enggak suka sih kalau harus ke luar kota gitu. Apalagi kalau zona-nya berbahaya banget. Tapi gimana lagi, ya."

Pekerjaan dapurku sudah selesai bersama Mia. Aku kembali ke ruang tengah sambil membawa kue yang dibawa oleh Mia dari Jakarta. Aku sempat menanyakan kondisi Moema sama Suci dan syukurlah semua baik-baik saja.

Aku rasa satu-satunya yang tidak terlalu lancang bertanya kenapa aku belum dikaruniai anak adalah Tante Dela ini, Mamanya Mia. Dia hanya menanyakan kabarku dengan Dewa. Bagaimana kerjaan kami? Apa kesibukan kami dan memberi nasehat agar jaga kesehatan. Sama seperti Mama.

"Tadi tuh kami sempat nanya dia mau ngapain di sini, Ma," ujar Jerry saat kami bergabung dengan mereka di ruang tengah. Aku lupa sudah sejak kapan Jerry memanggil Tante Dela dengan sebutan Mama sama seperti Mia memanggil ibunya itu. Jerry seorang yatim piatu yang memiliki kehidupan keras. Sejak Sekolah menengah atas dia sudah bekerja di sebuah warung internet yang sekarang sangat sulit mencari keberadaannya. Setelah kuliah dia menjadi penyiar radio, mengisi acara-acara dengan menjadi MC, lalu sempat bekerja di sebuah Bank tetapi tidak lama. Jerry tidak suka aturan yang mengekangnya. Alhasil dia membuka usaha wedding organizer di samping hobi menulis di blog pribadinya yang cukup menghasilkan itu. Jerry sama seperti Dewa yang suka melakukan review makanan dan wisata daerah, yang membuat keduanya cocok satu dengan yang lain. Jerry sukses dengan bisnisnya, masih menulis di blog dan masih menjadi penyiar sebuah radio. Walau sekarang tidak setenar dulu, tapi tetap aja pendengar setia selalu ada di sana.

"Ngomongin gue ya?" sergap Mia.

"Biasain enggak usah lo gue lagi lah, Nak. Kasar Mama dengarnya," ucap tante Dela protes.

"Susah, Ma, udah kebiasaan. Kadang juga aku kamu, tapi ntar balik lagi gue elo, hahaha." Mia tergelak sendiri.

"Terserah kamu lah, Nak. Kita tuh tadi lagi ngobrolin kira-kira kamu mau ngapain di sini. Lalu Dewa ama Jerry sempat ngusulin kamu buka katering, Mama sih suka sama ide itu. Mama bisa bantu, Mama suka kalau diajak masak-masak lagi."

"Yee, jangan entar capek lagi," protes Mia bersender nyaman di bahu ibunya.

"Ya jangan sampe Mama capek. Mama happy kalau masak-masak tuh," ucap Tante Dela lagi.

"Iya oke. Mia sih mau-mau aja. Tapi mau hitung modal dan lainnya. Barang-barang Mia yang di sana udah Mia jual jadi bisa nambah buat modal."

"Bisa pakai uang simpanan Mama, kok, Nak."

Kitchen Talk [TERBIT]Where stories live. Discover now