Beating (I)

445 53 2
                                    

Sejak pembicaraan dengan Tante Lidya, perasaanku selalu diselimuti gugup yang entah mengapa. Omongan orang-orang tentang anak pun terkadang menggangguku sekuat itu. Aku tidak suka. Walau aku sudah terbiasa dengan kekonyolan pertanyaan serupa. Hati ini masih saja sakit.

Apakah sebaiknya aku membicarakan tentang ini dengan Dewa atau tidak. Setelah peristiwa keguguran yang terjadi hampir empat tahun yang lalu pada kami itu. Tidak sepatah katapun keluar dari mulut Dewa tentang keinginanya untuk memiliki anak lagi. 

Kehidupan seksual kami baik-baik saja, tetapi akhirnya aku menyadari dia tidak pernah mengangkat topik ini dalam obrolan kami, hampir empat tahun lamanya. Aku akan membicarakannya dengan Dewa, harus. Mungkin setelah acara foto-foto hari ini selesai. Moema buka hanya di hari Senin hingga Sabtu. Khusus Minggu kami meliburkan diri, kami juga perlu istirahat agar bisa menyambut Senin dengan lebih segar dan sehat. Apalagi di masa-masa seperti ini. Menjaga kesehatan adalah hal yang sangat wajib diperhatikan. Untuk Jum'at dan Sabtu kami hanya buka hingga pukul 11 siang dan hanya melayani pesanan pagi, dan beli di tempat.

Seperti yang sudah dijanjikan. Dewa akan melakukan pemotretan produk terbaru Moema, agar bisa segera rilis. Beberapa hari ini kami membuat sampel dan mengirimkannya pada pelanggan tetap kami dan meminta review jujur dari mereka. Beruntung, sebagian besar sangat menantikan menu sarapan manis ini dan tidak sabar untuk memesan porsi aslinya.

Cuaca cerah hari ini, hampir tidak ada awan yang menemani langit. Dewa tampak sudah sibuk mengatur setting dan property untuk keperluan fotonya hari ini. Sedangkan, Gladis ada di rumahku ditemani Ami yang membantunya berhias. Tanpa riasan yang tebal pun, adik perempuanku sudah cantik, yah, mirip kakaknya inilah. Setelah beres-beres dan menyiapkan tempat di dalam Moema, aku pulang ke rumah untuk melihat Gladis dan Ami.

 Setelah beres-beres dan menyiapkan tempat di dalam Moema, aku pulang ke rumah untuk melihat Gladis dan Ami

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Hai, Ami."

"Halo, Kak Al. Ya, ampun gen kalian tuh bagus banget, yah. Ngiri!!" keluh gadis yang seusia dengan Gladis, adikku. Satu-satunya manusia di bumi yang tahan dengan keanehan Gladis.

"Buahaha! Ngaco! Semua wanita itu diciptakan cantik, tau! Kalo tampan sebutannya pria." Gladis tergelak puas.

"Aku buatin es cokelat mau, ya? Nanti bisa makan panekuk buatan Aji kalau semua udah beres."

"MAUU!" Hanya Gladis yang bersuara sedangkan Ami hanya mengangguk cepat.

"Ciee, apa rasanya jadi model produk gebetan?" Goda Ami terang-terangan. Itu artinya Gladis sudah memberitahunya bahwa aku sudah mendengar keseluruhan cerita cintanya yang bertepuk sebelah tangan

Sebenarnya belum bisa disebut bertepuk sebelah tangan juga, Gladis belum bilang, kan? Jadi kesempatan masih selalu ada.

"Apaan sih, aku deportasi dari Bumi loh," ucap Gladis tetap cantik walau tengah mengerucutkan bibirnya.

Awalnya, rambut panjang Gladis hendak dikuncir dua biar terlihat lucu dan manis. Namun, konsep itu ditolak Aji dan malah meminta kalau rambut Gladis lebih baik digerai. Alasannya, Aji menganggap panekuk buatannya seperti wanita manis yang elegant. Gladis belum tahu kalau konsep itu Aji sendiri yang meminta dan sepertinya dia lebih suka konsep yang ini.

Kitchen Talk [TERBIT]Where stories live. Discover now