Folding In (II)

437 56 2
                                    

"Loh, Nak Dewa, mana? Tadi Tante cerita-cerita seru banget sama dia, kamu beruntung dapetin Dewa."

Tante Lidya menyambutku dan memberikan pelukan hangatnya. Kami memang jarang bertemu, bahkan saat aku belajar membuat roti di Jakarta sana, aku juga jarang mengunjunginya. Entahlah, dari dulu rasanya tidak nyaman, kikuk, kalau tidak bersama Papa atau Mama. Tante Lidya adalah adik perempuan Papa yang sudah lama tinggal di Jakarta sejak dia menikah. Dia dan suaminya telah berpisah cukup lama, tetapi Tante Lidya tetap memutuskan tinggal di sana. sampai hari ini yang aku tahu alasan perpisahaan yang mengejutkan seluruh keluarga itu adalah sudah tidak ada perasaan yang sama di antara mereka. Tetapi menurut Tante-tanteku yang lain alias saudara ipar Papa, alasannya pasti tidak hanya itu, karena keluarga mengetahui bahwa Tante Lidya sangat mencintai Om Tito dan akan melakukan apa saja untuk tetap bersama.

Benar kah jika kedua manusia yang begitu saling mencinta, suatu saat akan kehilangan hasrat dan gairah mencintai satu dengan yang lain?

"Ada kerjaan, Tan. Tadi dia titip salam katanya," balasku sekedarnya.

"Ayo, Nak. Kita makan dulu," ajak Mama menarikku dekat dengannya.

Aku punya misi malam ini yaitu, menanyai Gladis tentang Aji. Sumpah, aku masih sepenasaran itu. Jika tidak mendengar langsung dari mulutnya, aku akan menganggap perkataan Dewa hanya guyonan belaka.

Tante Lidya akan menginap satu malam di sini sebelum ikut anak sulungnya keluar kota. Melihat tempat kerja baru dan tempat anaknya tinggal nanti. Kadang aku juga kasihan dengan beliau. Setelah Lukman, sepupuku, anaknya Tante Lidya pindah bekerja di sini, bagaimana dengan dirinya di sana. Anak kedua Tante Lidya kuliah di Yogyakarta, itu artinya dia akan tinggal sendirian di Jakarta sana.

Papa sempat memintanya pindah kembali ke sini, dekat dengan keluarga. Namun, dia menolak. Dia tetap ingin di sana.

Kadang aku tidak mengerti, apa yang membuatnya tinggal. Apa yang membuat Tante Lidya masih di sana. Sedangkan pekerjaannya bisa dilakukan di mana saja, Tante Lidya memiliki usaha di bidang fashion. Lukman memintanya berhenti mencari uang, dan berjanji memenuhi kebutuhan ibu dan adiknya. Anak yang berbakti, Papa tampak mendukung keinginan Lukman itu. Tetapi, lagi-lagi Tante Lidya menolaknya.

Makan malam kami penuh dengan cerita dan nostalgia masa lalu. Papa tampak senang bertemu adik perempuan yang jauh darinya itu. Papa seorang pria yang begitu mencintai keluarganya. Jadi saat jauh dengan adik-adiknya dia juga merasa sedih. Begitu pula jauh dengan kami anak-anaknya. Waktu aku merasa frustrasi gagal nikah dengan mantan, resign dari kerjaan lama dan memutuskan ke Jakarta untuk kursus lagi sekaligus healing, Papa pasti merasa berat. Namun, demi kesehatan dan kebaikanku, Papa mau tak mau rela. Buah dari kerelaan Papa tentu saja kabarku ingin menikah dengan Dewa.

"Dek, Kakak boleh nanya?" tanyaku sambil mengempaskan diri di atas bean bag di dalam kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dek, Kakak boleh nanya?" tanyaku sambil mengempaskan diri di atas bean bag di dalam kamarnya. Dewa bilang akan pulang sedikit malam hari ini, karena ada masalah terkait teknik acara hari Minggu nanti.

Kitchen Talk [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang