Bukan hanya tangan, bibir Raja Mark juga mencoba menggoda Haechan. Ia dengan lembut memberikan kecupan-kecupan kecil di sekitar leher Haechan.

"Hm? Itu artinya anakku tidak bisa jauh dariku, Ratu Haechan. Dia ingin selalu bersama ayahnya."

"Kau terlalu percaya diri!"

Kekehan halus Raja Mark keluarkan dari bibirnya. Tidak bisa ia jelaskan dengan kata-kata sebesar apa kebahagiaan yang ia rasakan saat ini. Intinya, ia benar-benar bahagia sekali.

"Raja?"

"Ya, sayang?"

Raja Mark tidak tau, tapi panggilannya barusan membuat jantung Haechan berdebar kencang bahkan wajahnya menjadi merah sekali.

"Aku, aku harus bertemu Jaemin dan Renjun!"

"Tiba-tiba sekali?"

"Iya! Aku permisi Raja."

Haechan buru-buru bangkit dari pangkuan suaminya, ia bahkan sudah mengambil ancang-ancang untuk berlari sebelum suara Raja Mark menghentikan niatnya.

"Ratu Haechan, jangan coba-coba kau berlari."

"Oops aku lupa."

Haechan memang tidak jadi berlari pada akhirnya, ia hanya berjalan namun dengan tempo yang cepat. Raja Mark bahkan sampai menggelengkan kepalanya. Haechan itu, memang ada-ada saja kelakuannya.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Kau yakin ini akan cukup? Tidak mau ditambah saja? Sepertinya ini kurang."

"Kau benar, seperti ini akan kurang. Kalau begitu kita tambah lagi."

Dua orang sahabat yang sedang berada di dapur itu terlihat sangat sibuk. Mereka adalah Ratu Jaemin dan juga Renjun.

Keduanya berada di sana sedang membuat manisan. Entah apa yang mereka pikirkan, Raja Mark bahkan belum memberi tau kapan akan mengumumkan kehamilan Haechan namun keduanya sudah sibuk seperti ini. Tidak tanggung-tanggung, mereka membuat banyak sekali. Bahkan saat sudah sebanyak itu mereka masih saja itu belumlah cukup. Untuk calon penerus Aludra, kata mereka.

"Aku mencari kalian!"

Kedatangan dan suara Haechan yang tiba-tiba membuat Ratu Jaemin dan Renjun terkejut. Bukan hanya mereka, para pelayan juga ikut terkejut karena ulah Haechan.

"Haechan, kau membuat kami terkejut!"

Kalimat bernada kesal yang Renjun keluarkan hanya dibalas dengan senyum polos oleh Haechan. Pandangannya lalu teralihkan pada manisan yang sudah jadi, mereka benar-benar membuat Haechan tergoda.

"Kalian membuat manisan?"

"Iya. Kau mau? Ambillah kalau mau."

"Aku mau! Tapi, kenapa kalian tidak mengajakku?"

Binar bahagia di mata Haechan dalam sekejap berubah dengan genangan air mata di mata bulatnya. Ratu Jaemin dengan panik segera memeluk Haechan, ia bahkan menepuk-nepuk punggungnya berusaha menenangkan sementara Renjun berusaha menjelaskan.

"Bukan tidak mau mengajak, kami tadi tidak bisa menemukanmu. Lagipula kau tidak boleh kelelahan, Haechan."

"Membuat manisan tidak membuatku lelah!"

"Kalau hanya untuk porsi makanmu memang tidak lelah, tidak lihat sebanyak apa yang kami buat?"

"Kalau begitu kalian pasti lelah..."

Bibir Haechan kembali tertekuk. Ia malah jadi merasa bersalah sekarang karena ia tidak berkontribusi apa-apa untuk membantu mereka.

"Tidak, kami biasa saja. Lagipula para pelayan membantu kami, Haechan."

"Lalu kenapa aku tidak boleh? Kan ada para pelayan juga yang ikut membantu!"

Haechan yang sedang hamil bertambah berkali lipat menyebalkannya. Renjun ingin sekali marah namun ia harus bisa memaklumi. Ingin mencubit pipi gempal itu dengan keras tapi ia masih waras, bisa bahaya jika Haechan menangis dan mengadu kepada Raja.

"Sudah, lagipula ini sudah selesai. Kau bisa ambil manisnya dan makanlah sepuasnya."

"Benar? Sepuasnya?"

"Tidak, secukupnya saja. Nanti perut dan gigi mu bisa sakit karena terlalu banyak memakannya."

"Baiklah~"

Dengan semangat Haechan menghampiri salah satu pelayan dan meminta tolong untuk diambilkan sebuah piring. Ratu Jaemin dan Renjun hanya mengawasinya saja. Manisan itu kan memang dibuat sebagai tanda syukur atas kehamilan Haechan, tidak masalah membiarkannya mencicipi terlebih dahulu karena mereka juga ingin ikut mencicipi.











***


Temuin Jaemin sama Jeno gak?

MARK✓Where stories live. Discover now