"Gue pake motor."

"Hah?"

"Lo bawa motor sendiri kan? Gue kan cuma jadi penunjuk jalan." Aku menghela nafas lalu mengiyakan. Dasar Maida! Bisa-bisanya kamu berfikir Farez memiliki niat jahat! Astaghfirullah!.

Aku segera menuruni tangga setelah semua siap. Sejak kemarin, aku sudah menyiapkan kardus berisi pakaian-pakaian milikku yang sudah tidak terpakai.

"Dari mana aja sih Lo? Lama banget." Aku hanya meringis. Dia melirik kearah kardus yang kubawa. "Bawa apaan itu?" Aku mengangkat kardus itu.

"Oh ini? Baju-baju yang udah gak kepake. Mubadzir kalau disimpen lama-lama." Farez mengangguk-angguk, "yaudah gue bawain aja." Farez mengambil alih kardus itu lalu dia letakkan didepan motor maticnya.

"Makasih. Aku ambil motor dulu."

"Gue kira Lo ngajak Aufar." Langkahku terhenti ketika nama pria itu disebut. Aku menoleh lalu tersenyum, "Next time, mungkin." Ucapku lalu memasuki garasi dan mengambil motor.

"Ayok! Boy first!" Perintahku lalu Farez mengangguk. Dia langsung menancapkan gas.

"Pamit dulu, ya, pak! Assalamualaikum!" Pak Odap tersenyum melihatku. Lalu menjawab salam yang kuucapkan. Aku hanya mengikuti arah Farez.

Beberapa saat kemudian.

Setelah perjalanan selama kurang lebih 25 menit kami sampai didepan gerbang panti itu. Panti itu bernama "Panti Asuhan Saling Mencintai"

Beberapa anak kecil yang berusia sekitar 7-10 tahun berlari kearah Farez.

"Lama banget, kak! Bu Suni mana??" Tanya salah satu anak yang berjilbab coklat. Farez berjongkok untuk menyetarakan tingginya dengan anak itu.

"Assalamualaikum!" Farez mengelus anak itu. Anak-anak yang lain tertawa. "Waalaikumussalam, Kak Kevin!" Aku mengerutkan kening. Anak-anak disitu memanggilnya Kevin?

"Eh ini siapa, kak? Pacar kakak??" Aku tertawa melihat ekspresi anak laki-laki itu.

"Hus! Gak boleh kayak gitu Dimas! Dia itu istrinya sahabat kakak!" Farez menarik tangan Dimas, lalu berdiri.

"Kenalin geh nama Lo." Suruh Farez. Aku mengangguk. Ada sekitar 10-15 anak yang berada disitu. Aku menyapanya satu persatu.

"Halo semuanya. Namaku Azura—"

"Wah kak Zura! Bagus banget namanya. Sama kayak kakaknya cantik banget!" Anak kecil yang tidak berkerudung itu memotong kalimatku. Aku tersenyum. Terserah mereka saja mau memanggilku apa.

"Kak Zura anaknya Bu Suni?" Tanya salah satu anak yang berjilbab pink. Aku menggeleng. "Aku cuma gantiin Bu Suni, oh iya. Ini ada baju-baju buat kalian. Tapi cuma ada baju perempuan. Gak papa, ya?" Aku meletakkan kardus itu didepan mereka.

"Huaaa makasih kak!" Mereka langsung berebutan baju-baju yang berada dalam kardus itu.

"Makasih, kak!" Ucap seorang anak laki-laki yang berambut ikal. "Tapi maaf, itu baju perempuan." Kataku. Anak itu tersenyum ramah menunjukkan sederet gigi putihnya.

"Bagi kami, baju perempuan atau laki-laki tidak masalah kak!" Dia menunjukkan baju berlengan pendek yang bergambar princess Aurora. "Ini bagus banget! Makasih kak!" Aku berkaca-kaca melihatnya.

Merasa menjadi manusia paling menderita didunia, ternyata itu adalah perasaan terburuk yang pernah terbersit dalam hatiku.

Aku mengelus rambut anak itu.

"Kita belum kenalan! Azura." Aku menyodorkan tanganku. Anak itu menjabat tanganku semangat.

"Fauzan!"

FARWhere stories live. Discover now