Prolog

32.1K 1.2K 20
                                    

Seorang anak remaja bermata hitam pekat mendecak frustasi. Ia mengacak-acak rambut hitamnya hingga semrawut tidak karuan. Ia menatap tajam bocah lelaki yang kira-kira 2 tahun lebih muda darinya.

"Ini kan hidup gue, kenapa lo yang ngatur sih?!" bentak bocah lelaki yang lebih muda itu.

"Kamu nggak kasian apa sama mama? Bahkan sekarang kamu mulai berkata kasar pada kakakmu!" seru anak itu. Matanya mulai berair. Lingkaran matanya mulai memerah.

"Halah, gue malu punya kakak lembek kayak lo. Lo punya nyawa sendiri hidup sendiri. Kalau soal Mama, kan Mama udah gede udah tua,"

"KAMU NGOMONG APA?!" Tampak sekali anak yang sudah tak karuan emosinya itu mengepal tangannya kuat-kuat, hendak memberi bogem mentah untuk adiknya.

"Baiklah," nada bocah lelaki itu merendah. Sorot mata mengejeknya mulai menghilang. "Aku akan kembali beberapa tahun lagi. Aku akan memberitahumu nanti. Siapkan uang yang banyak."

Bocah laki-laki itu berbalik hendak pergi. Namun, setelah beberapa langkah, ia berhenti.

"Kau terlihat seperti ingin memukulku, Keenan," katanya sambil memutar kepalanya 90 derajat, sudut bibir kirinya tertarik ke atas. "Lakukan saja, agar kau terlihat seperti lela..."

BRUG!!!

Sebelum kalimat yang dilontarkan bocah itu selesai, ia sudah tersungkur oleh hantaman di pipi kirinya. Tak berapa lama berselang, bocah lelaki itu berdiri. "Sampai jumpa, Pria Lembek."

Pria berumur 15 tahun itu hanya berdiri mematung. Memerhatikan bocah berumur 13 tahun yang baru dihajarnya itu masuk ke jalan kesesatan.

"Keenan...Sudahlah, nak..."

Anak itu berbalik dan memerhatikan wanita berusia 40 tahunan yang ternyata dari tadi berdiri di belakangnya, memerhatikan pertengkaran hebat itu. Hatinya hancur lebur saat ini. Tapi wanita itu tidak menangis. Ia berjalan maju ke anak sulungnya itu. Jemarinya mengusap halus sudut mata pria berambut kusut yang sudah berair.

"Ma, Keenan lembek ya? Bagaimana caranya menjadi kuat?" Air matanya perlahan menetes membasahi jemari ibunya yang masih bertengger di sudut matanya.

"Kita sudah biasa melalui semua ini, Keenan," kata wanita itu lembut. "Kamu tidak lembek, kamu hanya terlalu perasa."

"Alangkah baiknya aku tidak mempunyai perasaan ya, ma."

Hello, Keenan! [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang