Coffee ☕ Ternyaman

275 9 6
                                    

Seorang bocah kecil masih saja anteng dalam keusilannya mengusik gadis cantik yang masih setia dalam gulungan selimut kesayangannya. Bocah kecil tersebut dengan tidak sabar segera menarik sebelah telinga gadis yang tak lain adalah tantenya.

“TANTEEE, BANGUNNN!!” suara melengkingnya akhirnya mampu membangunkan sang tante dengan ekspresi jengkel sembari mengusap usap telinganya yang masih berdengung. Menatap tajam menandakan perang akan segera mulai sudah dilayangkan kepada bocah kecil itu yang hanya dibalas dengan tatapan bodo amat dengan langsung fokus dengan ponsel pintarnya.

“Usil banget sih sama tantenya, nggak bisa apa lihat tante tenang bentar, Dek” decak malasnya sembari berdiri menuju kamar mandi. Namun baru beberapa langkah ide usil muncul untuk mengerjai keponakan gemesnya ini yang sedang sibuk bermain dengan ponsel pintarnya yang sedang menayangkan video kesukaannya tanpa sadar dengan seringai licik dari sang tante.

“TANTEE!!” jerit panjangnya terdengar namun segera teredam oleh selimut tebal yang sudah menggulung ditubuhnya yang menyerupai kepompong. Seringai puas tercipta diwajah sang tante yang segera berlari kekamar mandi untuk membersihkan diri.

Waktu tiga puluh menit sudah cukup untuk melakukan ritual hariannya itu dan saat keluar kamar mandi ia tidak melihat iblis kecil itu diatas ranjangnya.

“Akhirnya aman untuk pagi ini, dan sekarang gue harus siap-siap buat perang lagi deh. Kenapa tugas gue nggak pernah selesai-selesai dah, perasaan gue kerjakan terus.” decak Nirmala.

Ya, gadis cantik yang mencakup serta sebagai tante bocah itu adalah Nirmala. Yang mempunyai hobby selain beryanyi adalah mengerjai sang keponakan yang sangat nakal namun sangat dirindukan bila barang sehari saja tidak bertemu.

Ikatan keluarga yang aneh memang, bertemu untuk berantem dan berjauhan untuk merindu.

“Kamu ini mengeluh aja terus, Kak. Nggak boleh gitu dong, Bunda aja yang dua puluh satu tahun ngebesarin kamu sampai sekarang, nggak pernah ngeluh sama kelakuakn absurd kamu.” celetuk Bunda Kinanti masuk kekamar Nirmala sambil membawa pakaian yang sudah disetrika.

Nirmala yang sedang sibuk dengan beberapa buku yang akan dibawa kekampus pagi ini terlonjak kaget sehingga buku yang terdahulu dipegang jatuh kelantai. Nirmala hanya mampu mengelus dada melihat tingkah Ibunda.

“Bunda, aku terkejut tau. Kenapa sih nggak ketuk atau ucap salam dulu sebelum masuk.” Omelnya yang hanya dibalas senyuman yang menenangkan. Bahkan ejekan sang bunda juga tidak dapat didengar Nirmala lagi. Jika itu mampu didengar, maka Nirmala akan mengelus dada sekali lagi.

“Udah nggak usah dibahas lagi, selagi jantung kamu masih bisa terkejut berarti itu pertanda baik untuk kesehatan.” balas Kinanti dengan santai.

Setelah meletakkan pakaian di tempat masing-masing, Kinanti merangkul lengan Nirmala menuju pintu dan menariknya segera menuju ruang makan untuk sarapan bersama ayah dan kakak laki-laki satu-satunya serta bocah yang sedang menatapnya dengan tajam bak elang yang akan menangkap mangsanya namun Nirmala hanya balas menatap dengan santai.

“Adek, kok natapnya gitu ke tante Lala?” tanya Kinanti yang sudah menyadari bahwa ada yang tidak beres dengan tatapan kedua belah pihak.

“Oma, tante jahat!” tunjuk Reza. “Masa tadi eza digulung dalam selimut tebalnya. Kan eza susah nafas didalam selimutnya.” ceritanya dengan ekspresi lucu dan pipi memerah. Reza adalah keponakan Nirmala yang sampai sekarang belum bisa menyebutkan huruf R sehingga ia sering dipanggil Eza oleh sekelilingnya.

“Siapa suruh teriak dilobang telinga tante, sakit tau.” balas Nirmala dengan cuek.

“Makanya kalau udah jadi gadis bangunnya jangan susah, malu tuh sama keponakanmu.” ucap kakak Nirmala seraya bangkit. Ternyata sarapannya sudah selesai. Segara Nirmala juga menyusul karena niat awalnya adalah menebeng dengan sang kakak.

“Udah, adek sekarang habisin sarapannya ya, habistuh kita pergi ke acara arisan oma. Oke!” sela Kinanti sebelum adu mulut part berikutnya berlanjut yang dibalas oleh binar ceria, Eza dengan semangat memasukkan nasi goreng ke mulutnya.

“Kak, Lala nebeng sama kakak ya. Lala mau kerumah teman bentar sebelum ke kampus. Rumahnya searah mau ke kantor kakak kok.” sambung Nirmala sebelum kakak tampannya ini bertanya yang aneh-aneh kedirinya.
Sepanjang perjalanan Nirmala hanya asik dengan ponsel pintarnya sedangkan sang kakak fokus dengan jalan raya serta pengisi yang sama-sama menuju tujuan merekka pagi ini.

“Makasih ya kak, hati-hati dijalan.” ingat Nirmala sebelum turun dari mobil yang sudah terparkir dihalaman rumah sahabatnya. Hanya anggukan kepala yang ia dapat sebagai jawaban.

‘Dasar es batu’ decak Nirmala yang kesal dengan respon sang kakak.

Melangkah kepintu utama rumah yang cukup megah yang ada dihadapannya dan tanpa menunggu lama, pintu terbuka dengan sajian pemandangan sahabat yang celingak celinguk menatap keluar.

“Kakak lu udah pergi ya La? Sial, gue tadi habis dari kamar mandi kebelet.” kesal Vay dengan raut wajah kecewa yang sangat kentara.

“Lo sih, gue ajak kerumah pas itu es batu dirumah nggak mau, giliran gini lo nya berlakon seakan nggak pernah dikasih kesempatan. Gue juga heran, kok lo segitu amat sih sama kakak gue.” cerocos Nirmala sambil berjalan yang diikuti Vay menuju kamar Vay.

“Gue juga nggak paham, La.” balas Vay dengan pelan.
“Okeh, sekarang bukan waktunya mikirin itu es batu. Sekarang tugas gue masih numpuk. Gue butuh asupan nih dari lo.” Membahas tugas merupakan salah satu cara pengalihan topik pagi ini, begitu menurut batin Nirmala.
“Nanti kita ke tempat biasa aja, gue butuh asupan kafein juga ini biar tugas gue cepat kelar.” jawab Vay sebelum masuk kekamar mandi.

Nirmala hanya membahas dengan gerakan jari telunjuk membentuk bulatan dengan ibu jari serta ketiga jari yang berdiri melambangkan  oke.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 27, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

COFFEE SHOP  (On Going)Where stories live. Discover now