Starter (I)

2.1K 145 36
                                    

"Saya terima nikahnya Almaira Dahyana ... "

Seketika hatiku bergetar, rasa gugup yang bercampur suka cita menyambut hari ini pun seakan membuncah. Gelombang kebahagiaan serasa menggerayangi tubuh ini. Aku tidak pernah menyangka hari ini akan tiba dan lebih tidak menyangka bahwa dia yang akhirnya mengucap janji setia ini untuk membersamaiku, selamanya.

Aku berjalan perlahan menyusuri jalan penuh bunga, disambut pandangan mata keluarga, serta kerabat yang hadir hari ini. Hingga sepasang manik kecokelatan lurus menatapku yang berjalan ke arahnya. Matanya sedikit lembab, aku rasa dia menangis setelah mengucap akad tadi, yah, dia memang seperti itu.

Kedua tanganku disambut olehnya dengan sedikit bergetar. Bahkan saat dia memasukan cincin ke jari manisku pun dia bergetar, air matanya luruh lagi, membuatku tak berhenti mengucap syukur. Dengan senyum seindah pelangi dia menatapku lurus, baru kali ini aku merasa seolah wanita paling teristimewa. Aku yakin, Dewa membuat semua wanita single yang hadir sore ini di akad kami, iri. Dewa juga membuatku percaya, bahwa dia adalah orangnya.

Kini, kami telah menjadi sepasang suami dan istri, hari istimewa yang akan selalu menjadi kenangan paling membahagiakan untukku. Senyum Papa dan Mama membuatku lega, Papa tampak bahagia sekali menyambut Dewa menjadi salah satu keluarga kami. Aku lega, karena memutuskan hal benar kali ini. Memutuskan untuk menerima lamaran Dewa setahun yang lalu. Persahabatan kami selama dua belas tahun berakhir di sini, di pelaminan. Janjinya kini lebih sakral dari janji manapun yang pernah dia ucapkan.

Aku sekilas melihat Papa memeluk erat Dewa. Sebagaimana aku telah mengenalnya selama dua belas tahun, Papa juga demikian. Dewa selalu jadi anak laki-lakinya sejak dulu. Walau kami sempat berpisah cukup lama karena perselisihannya dengan mantan kekasihku yang dulu, bagi Papa posisi Dewa tidak tergantikan.

Saat pertama kali aku mengucapkan niat untuk menikah dengan Dewa, Papa yang sulit ditakhlukan itu tidak perlu waktu lama untuk menyatakan persetujuannya. Dari Dewa pula aku tahu, keduanya masih berhubungan sangat sering, bahkan sejak Dewa memutuskan menghilang dari hidupku saat masa perselisihan itu.

Sejak Dewa menghilang saat itu, aku mengetahui betapa sakit dan kosongnya diriku tanpa keberadaannya. Bahkan saat menegtahui mantan tunanganku berselingkuh dan rencana pernikahan dibatalkan, aku tidak sehancur itu. Aku lebih frusterasi mencari keberadaannya yang entah di mana. Bahkan Bunda dan Ayah, orangtua Dewa, hanya mengetahui anak mereka berkeliling Indonesia untuk mengikuti sebuah kompetisi fotografi.

Namun, takdir mempertemukan kami kembali. Perasaannya terhadapku tidak berubah walau sudah dua tahun dia menghilang. Pertemuan kami kembali saat itu adalah titik balik semuanya. Kembali Dewa mengungkapkan perasaan tulusnya untukku, tetapi aku malah menantangnya untuk sebuah hubungan yang lebih serius. Perselingkuhan Ryo, mantanku, ternyata membuatku lelah berpacaran terlalu lama. Kemudian dengan senyum seindah pelangi seperti saat ini, dia menerima tantanganku, datang kepada Papa dengan berani.

Kini aku tengah menikmati menggenggam tangan lebarnya yang selalu berhasil membuatku merasa aman. Kami berdua sepakat untuk tidak mengadakan pesta setelah akad. Walau kedua orangtua kami bersedia mengeluarkan lebih banyak uang tabungan mereka untuk anak-anaknya, kami menolak. Kami ingin memulai hidup baru, dengan visi dan misi yang sama. Sesederhana mungkin dan senyaman mungkin.

"I love you," ucapku dekat dengan telinga Dewa di tengah ucapan selamat yang tak henti membanjiri kami hari ini. Dewa mengalihkan pandangannya dan senyumnya yang sejak tadi tak memudar malah bertambah lebar.

"I love you more, Al. Lebih dari yang kamu tahu."

Matanya berkaca-kaca lagi, membuatku ikut terharu. Kami lelah, tetapi juga bahagia. Doa dari keluarga, kerabat dan sahabat yang hadir membuat hati kami hangat. Sekali lagi aku menggenggam tangannya seerat mungkin, seraya memandangnya lekat.

"Tuhan, aku mencintai pria ini."

"Apa ini?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Apa ini?"

Aku mulai terisak. Tiba-tiba aku kesulitan bernapas. Pandangan mataku kabur karena air mata. Aku ingin berteriak sekuatnya, tetapi suaraku tercekat. Aku takut.

Berikutnya yang aku ingat adalah Dewa menggendongku keluar dari kamar mandi dan bergegas membawaku ke mobil. Dengan hati-hati dia menurunkanku agar duduk dengan nyaman di dalam mobil. Aku mendengarnya berteriak kepada salah satu pegawai toko rotiku agar mengabari Papa.

Sepanjang jalan yang dia lakukan adalah berusaha membuatku tenang. Jarak rumah sakit dengan rumah kami tidak lah terlalu jauh, lima belas menit sudah sampai dengan mobil. Sesampainya di rumah sakit, aku segera dibawa untuk memulai pemeriksaan dan perawatan yang diperlukan dan mulai kehilangan kesadaran.

Hal pertama yang aku ingat saat siuman adalah pelukan Mama yang sangat erat. Tanpa kata-kata dia memberiku kenyamanan. Aku mengedarkan pandangan dan mencari sosok yang paling aku butuhkan saat ini. Dewa masuk dengan Papa, tubuhnya terbungkus jaket yang menutupi noda saat dia menggendongku dengan terburu-buru tadi pagi. Aku rasa dia tidak meninggalkanku walau sebentar saja.

Saat pandangan mata kami bertemu, dia tersenyum lega. Mendatangiku dan memelukku erat yang berada ditempat tidur.

"Maafin aku," ucapku terisak dan kembali meangis.

"Untuk apa? Sstt, that's oke. Yang penting kamu baik-baik saja sekarang."

Dewa menatapku penuh kekhawatiran di wajahnya. Aku yakin dia juga sedih, tetapi menahan segalanya untuk menenangkanku. Kami kehilangannya, kehilangan calon buah hati yang sangat kami tunggu kehadirannya di tengah-tengah keluarga kecil ini. Dia tersenyum lagi sembari membelai lembut kepalaku penuh kasih sayang.

"Maafin aku."

Aku menghambur sekali lagi dalam pelukannya dan menangis sejadinya. Dewa memelukku erat, Mama dan Papa merangkul kami berdua yang telah kehilangan hal berharga dalam kehidupan pernikahan ini.

Rasa sakit ini akan menjadi kenangan paling menyakitkan bagiku dan aku rasa bagi Dewa juga.

===

Halo,

Bii hadir dengan domestic romance, nih. (Ditimpuk pembaca karena yang kemarin belom kelar-kelar). Tulisan yang lain bakal Bii kelarin, kok. sesudah kompetisi ini, yah. Soalnya buat Bii kompetisi ini tuh penting. Karena event tahunan komunitas kesayangan Bii.


Selamat membaca, ya. Insya Allah update tiap hari. Kalau beruntung bisa 2 kali sehari atau mau kayak makan obat 3 x sehari hahah canda ya 3X.


Love from your alien,

Bii

Kitchen Talk [TERBIT]Where stories live. Discover now