Bagian 25 : Kakek Ryu

0 0 0
                                    

Setelah sebulan aku belajar menembak, aku telah dapat menembak sasaran yang bergerak dengan cepat dan juga targer sejauh 40m tepat sasaran. Aku juga telah menyelesaikan penyetaraan SMAku, tak perlu diragukan hasilnya bagus. Aku menyukai kesempurnaan, aku akan berusaha untuk mencapai hasil-hasil yang sempurna. Kesalahan yang kecil akan membuatku kesal seharian, termasuk tembakan yang meleset 1 poin dari tengah papan target. Aku suka angka yang bulat seperti 10, 100 atau angka dengan rangkaian 0 dibelakangnya, menggambarkan kesempurnaan, 100%, sempurna. Karena itu pula aku tidak suka melihat harga barang yang ada di mall yang tidak pernah bulat, 99.999 misalnya. Angka yang sangat tanggung dan hampir tidak punya esensi. Aku paham tujuannya secara psikologis adalah untuk menarik pelanggan, tapi menyusahkan saat menjumlah total harga dan bahkan kasir pun tidak akan mengembalikan 1 rupiah sisanya.

Setelah aku menyelesaikan sesi belajarku, aku semakin punya waktu untuk berlatih menembak. Kali ini bapak menyarankanku untuk berlatih menggunakan senjata lain juga. Tidak mengurangi jatah waktu latihan menembakku, mamun menambah latihan lain yang harus kupelajari.

"Hanya tau menembak saja tidak cukup, saat lawan hanya dua atau tiga langkah didekatmu, pistol bukanlah senjata yang tepat untuk pertarungan jarak dekat." Kata bapak meyakinkanku

Atas usul bapak, datanglah seorang tua kurus yang semua rambutnya sudah memutih berpakaian seperti turis dengan kemeja bunga-bunga dan celana pendek ke aula di pagi hari saat sarapan. Dengan santainya berjalan kearah meja kami, menyapa bapak dan juga paman. Kupastikan hampir semua orang yang ada di aula keheranan melihat kakek ini.

"Shifu, ini anakku yang kuceritakan" kata bapak menunjukku. Aku mengangguk memberi salam.

"Ah anak perempuan rupanya. Halo nak, panggil aku kakek Ryu. Wajahmu sangat mirip dengan ibumu ya. Ah, ada rendang untuk menu pagi ini. Aku mau nasi, yang banyak." Mintanya pada paman Rizal.

Dua hari yang lalu saat ayah menawarkanku untuk belajar hal lain, Bapak sudah mengatakan agar aku belajar seni bela diri tiongkok, Kung Fu. Setelah mencari tau tentang seni bela diri itu, aku merasa itu tepat untuk kupelajari, aku setuju dengan saran bapak, dan itulah penyebab kedatangan kakek Ryu yang unik itu hari ini. Wajah kakek Ryu sangatlah jenaka, tidak ada sedikitpun keseriusan tergambar di wajahnya. Dia sering menggabungkan 2 topik yang berbeda dalam satu tarikan nafas saat berbicara.

"Kung Fu bukanlah bela diri yang mudah nak, banyak hal yang harus kau kuasai terlebih dahulu sebelum memulai berlatih. Rumput disini sangat hijau, apa menurutmu aku perlu membawanya ke Wudang?" terkadang aku bingung dengan apa yang dikatakan oleh kakek, tapi aku menanamkan di kepalaku, topik prioritas yang harus dipahami adalah topik yang pertama kali dikatakan kakek.

Besok aku dan abang akan pergi bersama kakek mendaki. Kami dilarang untuk membawa senjata, hanya sedikit makanan dan sepasang pakaian hangat. Kami tak tau untuk apa, tapi demi dapat bertumbuh kuat kami akan lakukan apapun itu. Bang Yare, juga sudah tumbuh lebih kuat, dia sudah dilatih paman Roy hampir setahun, dia sudah pernah mengalahkan salah satu anak buah paman Roy dalam pelatihan bertarung yang biasanya dilakukan setiap 3 bulan sekali. Anak buah paman Roy tidak dapat dianggap enteng, kekuatan mereka sangatlah hebat, bahkan mungkin tinju mereka dapat membuatku terhempas jauh.

DARK FAMILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang