Bagian 14 : Ulang Tahun

3 2 0
                                    

Hari itu semua orang membuatku kesal, bang Yare yang mengataiku bodoh saat tak mengerti apa yang dia ajarkan berujung pada aku pergi ke dapur mengadu pada koki, tapi saat aku hendak meninggalkan meja, Genji menyandung kakiku, aku terjatuh dan disaat yang sama Gijan yang ingin membantuku berdiri menyenggol gelas menumpahkan minuman ke bukuku, aku marah, aku sedang butuh buku itu. Akhirnya aku pergi ke kamar membawa buku-buku yang kubutuhkan. Menyebalkan sekali, belum lagi mulai pagi paman Rizal mengomel sepanjang hari, para pelayan dan semua anggota juga terlihat murung dan tidak ada yang membalas sapaanku termasuk sendal rumah Hirfa yang diletakkan di karpet kamar, karpet itu kesayanganku selama 10 bulan terakhir, dan sandalnya basah, basah. Teganya dia. Ada apa dengan hari ini, semua orang membuatku ingin marah.

Aku mengurung diri dikamar, makan malam pun aku minta Hirfa ambilkan. Setelah aku merasa belajarku sudah cukup untuk hari ini aku memilih untuk tidur. Kumatikan lampu dan bersiap untuk tidur, berharap besok semua akan kembali normal.

Ditengahbermimpi, kamarku diketuk, tak biasanya hal ini terjadi. Hirfa panik memintaku mengikutinya, betul dugaanku ada masalah hari ini. Kuikuti dia ke arah aula sambil menerka nerka apa yang terjadi. Dugaanku, terjadi perkelahian di aula, tapi aula terlalu senyap untuk disebut tempat perkelahian.

Letusan confetti terdengar saat Hirfa membuka pintu aula. Terdapat hiasan disana sini, dan kue yang besar ditengah ruangan. Aku mengingat tanggal, kemudian melihat jam sudah pukul 12 lewat 8 menit. Ah, hari ini ulang tahunku rupanya. Ruangan dipenuhi oleh semua anggota keluarga, semua terlihat memakai baju kerja mereka yang biasanya, hanya aku yg berpiama, biru dan motif awan. Memalukan.

Aku berjalan ke arah kue, cantik sekali, warnanya serasi dengan piamaku. Dimeja itu ada paman, abang, three musketir dan si kembar yang sedang senyum senyum tak jelas. Aku paham, mereka semua mengerjaiku sejak pagi kemarin.

Lagu selamat ulang tahun mulai dinyanyikan, dipandu paman Rizal, aku yakin paman Roy tidak berselera menyanyikan lagu seperti itu, bukanlah lagu kesukaannya, tidak dengan teriakan rasa semangat berapi-api layaknya perjuang kemerdekaan di lagu itu. Semua bernyanyi bahagia sambil bertepuk tangan. Aku tau mereka lelah, mereka tidak bisa menutupinya. Acara hari ini pun sengaja dibuat malam hari agar tidak mengganggu aktivitas hari ini. Aku sangat ingin semua acara ini berjalan cepat agar mereka dapat segera beres

Aku meniup lilin dan memotong kue, yang diikuti oleh tepuk tangan meriah dari semua orang yang ada di ruangan, Paman memberi hadiah, katanya dibuka saat aku sudah sampai kamar saja. Paman Koki memberi setoples besar cemilan kesukaanku, dan paman Rizal membeli banyak sekali asesoris, jiwa ibunya memang selalu membara. Didinding aula terpancar video rekaman ucapan ulang tahun dari bapak mamak. Semua orang menatap kagum video, kagum akan teknologi yg ada juga objek yang ada di video, sepertinya mereka teramat sangat mengagumi orangtuaku. Ucapan ulang tahun sederhana dari mereka yang tidak tau dimana dan sedang apa sekarang, paman melarangku menghubungi mereka, posisi mereka rahasia, juga statusku sebagai anak mereka. Menghubungi mereka bisa jadi membuat posisi mereka dapat dilacak, aku tak tau darimana video itu, kemungkinan besar paman bertemu ayah dan ibu secara rahasia, itulah mengapa paman Rizal Repot sejak kemarin pagi mengurusi urusan rumah. Paman pulang pergi tak lebih dari 24 jam, karena lusa lalu aku masih bersama paman makan malam, artinya bapak mamak masih dekat dari kediaman keluarga, dimanapun mereka, aku rindu mereka. 

DARK FAMILYWhere stories live. Discover now