"Lalu ada sahabat bertanya, 'Ya Rasulullah, mengapa engkau memakan semua anggurnya, dan tidak menawarkan kepada kami?' karena biasanya Rasulullah selalu menawarkan makanan kepada para sahabat, lalu Rasulullah tersenyum,"

"Dan menjawab, 'Buah anggur itu rasanya masam dan pahit. Aku takut jika kalian memakannya ekspresi di wajah kalian berubah. Aku sungguh takut membuat pria itu sakit hati.' jawaban Rasulullah yang sungguh membuat para sahabat terkagum-kagum." Aku menghela nafas setelah menceritakan kisah Rasulullah itu kepada om Radit.

"Wah, masyaAllah. Kisah-kisah kayak gitu om malah gak tahu banyak. Om pengen banget bisa tau kisah-kisah nabi..." Om Radit memakan satu butir anggurnya.

"Om mau? Maida punya banyak buku-buku tentang Sirah Nabawiyah lho... Kalau mau, Maida ambilin dirumah." Kataku antusias. Aku senang jika ada seseorang yang ingin tahu kisah nabi dan rasul.

"Boleh-boleh. Om sendirian juga gakpapa, da.  Om pengen banget baca buku-buku kayak gitu." Aku mengangguk.

"Oke om. Maida pulang dulu, ya. Om tidur dulu aja, nanti Maida bawa buku yang banyak. Oke?" Om Radit mengangguk. Aku segera memakai gardiganku lalu memberi polesan sedikit bedak di wajahku.

"Assalamualaikum, om!" Pamitku sebelum benar-benar menutup pintu.

"Waalaikumussalam." Jawab om Radit lirih.

🍁🍁🍁

Aku memasukkan beberapa buku kisah-kisah nabi kedalam tas punggungku. Sebelum sampai di rumah tadi, Umi menelpon menanyakan keadaan om Radit. Aku membereskan kamar yang mungkin tidak dibereskan oleh Aufar.

Kamar yang ku tinggalkan 4 hari lalu dalam keadaan bersih dan rapi, kini menjadi kotor dan berantakan layaknya kapal pecah. Aku tidak tahu apakah Aufar yang memang jorok atau dia sengaja ingin membuat Bi Suni kewalahan membereskan kamarnya.

Bruk

Sebuah foto jatuh ketika aku merapikan spray kasur itu. Aku yakin itu milik Aufar, karena siapa lagi yang tidur di kasur ini. Aku mengambil foto itu.

Foto yang menunjukkan seorang gadis cantik berkerudung ungu muda dengan pose tersenyum itu membuatku terkejut. Dia memiliki pacar selain Nanda?

Aku mengamati perempuan cantik itu. Kulitnya putih bersih, matanya hampir mirip seperti mata milik pria itu. Namun, mengapa om Radit tidak menjodohkan pria itu dengan wanita ini saja? Aku menghela nafas lalu meletakkan foto itu di atas meja dekat kasur.

Seharusnya aku biasa saja melihat foto wanita lain selain Nanda. Seharusnya aku tahu bahwa Aufar tidak mungkin hanya memiliki satu wanita. Namun, mengapa harus wanita berhijab yang ia permainkan? Itu yang membuat hatiku sedikit sakit.

Aku segera membereskan hal lainnya. Setelah semua beres dan kamar itu kembali terlihat rapi, aku harus segera kembali ke rumah sakit, om Radit pasti sudah menungguku.

"Lho.. gak makan dulu, non?" Bi Suni yang sedang menyapu menyapaku. Aku tersenyum lalu menggeleng. Aku belum merasa lapar. Padahal, makan bukan hanya saat lapar saja. Namun, yang aku ingin hanya cepat-cepat kembali ke rumah sakit.

"Enggak, bi. Saya balik langsung aja." Bi Suni tersenyum.

"Kagum sekali saya sama non Maida ini." Aku hanya geleng-geleng kepala melihat bi Suni. "Duluan ya, bi!" Pamitku laku berjalan cepat. Segera ku masukkan kunci motor agar motor itu mau menyala.

FARWhere stories live. Discover now