Abel pun merapikan semua barang bawaannya menuju kamar dan menutup pintu balkon.

"Sepi banget nggak ada kak Atlas, Abel ngerasa lagi jadi istri yang nungguin suami pulang."

"SAYA NGGAK PEDULI! CARI DIA SAMPAI DAPAT ATAU KELUARGA KALIAN YANG SAYA RATAKAN SAMPAI HABIS TIDAK TERSISA!"

Abel tersentak kaget. Ia merasa tidak asing dengan teriakan tersebut. Suara Atlantas!

Dengan cepat Abel berlari keluar dari kamar, menuju asal sumber suara tersebut berasal.

"Loh, Kak Atlas?" Ternyata benar Atlantas. Abel mendekat dengan langkah pelan. "Kok, ruang tengah kita jadi berantakan kayak gini, sih? Ruangan kita diserang badai?"

Abel berhenti di depan Atlantas dengan kining berkerut. Tumben Atlantas diam seribu bahasa seperti ini di depannya. Dan terlebih-lebih lagi ada belasan orang yang berada di ruang tengah bersamanya saat ini.

"Mereka siapa?" tanya Abel.

"Habis dari mana?" Bukannya menjawab, Atlantas malah melemparkan pertanyaan balik.

"Nggak habis dari mana-mana," jawab Abel dengan kening yang semakin mengerut. "Kenapa sih? Kok tegang banget."

Atlantas mengacak-acak rambutnya kasar dan lewat kode mata ia langsung memerintahkan para bawahannya untuk segera keluar.

"Kak Atlas ada masalah?" Abel mengusap pelan rahang Atlantas. "Kak Atlas berantakan, nggak kayak biasanya. Kak Atlas baik-baik aja, kan?"

"Nggak, sebelum lihat kamu beberapa detik yang lalu."

Atlantas langsung membawa Abel ke dalam dekapannya. Mencium berulang-ulang kali rambut Abel membuat sang empu semakin bingung.

🏍️🏍️🏍️

Setelah Atlantas menjelaskan semuanya, Abel hanya bisa tertawa dibuatnya. Ianjadi lega setelah mengetahui semuanua. Ternyata Atlantas baik-baik saja, hanya panik karena berfikir bahwa dirinya telah menghilang.

"Jangan cemberut gitu dong." Dengan berani Abel duduk di atas pangkuan Atlantas. Bertahun-tahun bersama Atlantas membuat dirinya jadi semakin luwes berdekatan dengan cowok tersebut tanpa canggung. Walaupun terkadang sangat malu.

"Hm."

"Yang penting kan Abel nggak hilang. Kak Atlas aja yang kurang teliti carinya. Langsung marah-marah."

"Iya."

"Yaudah, wajahnya jangan kusut gitu. Nggak enak banget lihatnya."

Atlantas menghembuskan napas pelan. Menarik pinggang Abel lalu menyembunyikan wajah di cerucuk leher gadisnya tersebut.

"Lagian kamu kenapa tidur di luar, sih? Kalau kamu merasa nggak suka lagi sama Apartemen ini, aku bisa cariin yang lebih luas dan lebih bagus."

"Nggak perlu. Abel suka sama Apartemen ini."

Atlantas tidak menjawab. Ia hanya memberikan kecupan-kecupan kecil di sepanjang leher Abel.

"Aku capek kerja," adu Atlantas dengan wajah memelas, seperti anak kecil. "Minta imbalannya, mana?"

Sontak Abel tertawa kencang. Atlantas, astaga, Abel benar-benar tidak habis pikir.  Kenapa cowok tersebut sangat menggemaskan.

Atlantas & ArabellaWhere stories live. Discover now