BAB 7 : Rumah Oma dan Kesepakatan Ayah Anak

Start from the beginning
                                    

Lisa ditarik pergi bersama Hana ke sebuah taman cantik yang dipenuhi berbagai macam bunga-bunga yang sedang mekar-mekarnya.

"Wah, ini semua kamu yang tanam?" tanya Lisa penuh kagum.

"Iya, sebenarnya ini dulu taman punya Almarhumah Mama. Karena udah terbengkalai karena Mama udah nggak ada, jadinya Hana deh yang rawat."

"Maaf jadi ingetin kamu sama dia."

"Nggak apa, aku juga udah lama nggak melow gini. Oh iya, Kakak beneran mau nikah sama Kak Rendra? Kalo jadi, aku bakalan petikan 1000 bunga mawar terbaik di tamanku buat hadiah kalian nanti!"

"Ah, soal itu aku masih pikir-pikir kok."

"Kak, mikir jangan terlalu lama. Kakak tau ada satu cewek yang selalu caper sama keluarga kita cuma buat dapetin Kak Rendra. Aku sama Oma nggak suka sama dia, soalnya dia centil! Kita pendukung garis keras Kakak Lisa sama Kak Rendra!"

Lisa diam-diam senang ia memiliki dukungan dari keluarga Rendra.

"Hana!" panggil Oma.

"Eh, kita udah dipanggil tuh. Yuk kita masuk ke rumah lagi!"

Hana mengajak Lisa masuk lagi ke rumah. Saat ini Lisa duduk di meja makan bersama Rendra, Hana, dan Oma mereka.

"Gimana kuliahnya, nak Lisa? Lancar?"

"Lancar Oma, tinggal nunggu wisuda aja."

"Oma dengar kamu jurusan keperawatan ya?"

"Iya, Oma."

"Lulus nanti mau kerja dimana?"

"Eum, belum Lisa pikirin Oma."

"Oh iya nggak apa, jangan dipikirkan juga. Bekerja asal kamu mau aja, kan gaji cucuma Oma juga bisa hidupin dua sampai lima orang."

"Oma..," tegur Rendra.

"Emangnya Naren kerja apa, Oma?"

"Kamu belum tau? Pasti Rendra nggak kasih tau ya?"

Lisa menggeleng.

"Ck, kebiasaan kamu Ren. Tuh lihat, calon istrimu jadi bingung."

"Maaf."

"Nanti kamu kasih tau ke dia, biar nggak ada salah paham."

"Iya."

"Maaf ya, Lisa. Rendra memang gini anaknya, cuek dan terlalu singkat. Dia juga jahil, suka nutupin identitas dirinya cuma buat jahilin orang. Bukan kamu doang kok, banyak gadis yang dia giniin."

"Oh ya? Emangnya Naren punya berapa pacar Oma?" tanya Lisa penasaran.

"Pacar? Yang bener aja kak! Kak Rendra mana ada pikiran buat cari pacar, dia masih pejaka tingting kalo urusan pacaran."

"Hana, bahasa apa yang kamu pakai itu!" tegur Oma.

Hana terkekeh.

"Rendra nggak pernah pacaran. Cuma dia beberapa kali dijodohin sama beberapa gadis pilihan keluarga, tapi belum ada yang sampai ke rumah Oma kayak kamu."

"Dalam kata lain, Kak Rendra beneran serius nih kak!" ledek Hana.

Rendra hanya diam dan menikmati makanannya, ia seperti orang tuli yang tak paham pembahasan mereka.

"Rendra, jangan asik makan aja!" tegur Oma.

"Rendra kan kesini mau makan opor Oma. Lagian Oma cuma mau ngobrol sama Lisa kan?"

"Lihat kan kak, aslinya Kak Rendra tuh manja dan ambekan!" Ledek Hana.

"Hei, kamu lebih parah ya di banding kakak."

"Aku mah masih kecil, kak Rendra tuh udah gede gini masih manja, nggak pantes tau!"

Jadilah dua kakak beradik ini berdebat. Hingga makan siang hari ini selesai, Lisa diajak jalan-jalan disekitar rumah Oma dan menyoba naik kuda yang dipelihara oleh keluarga Rendra disana.

"Makasih Oma atas makanan enaknya tadi, makasih juga udah dibolehin jalan-jalan ke sekitar sini," ujar Lisa.

"Nggak masalah, anggap saja freshing sekalian mengenal keluarga Rendra."

Lisa tersenyum dan mengiyakan saja.

"Kalau begitu Rendra antar Lisa pulang ya, Oma. Takut kemalaman."

"Hati-hati ya!"

Rendra mengantar Lisa sampai ke rumahnya, ia tak lupa berpamitan pada Ayah Lisa yang sudah menunggu kepulangan mereka.

Kini Lisa sudah selesai mandi, ia berniat mengatakan soal beasiswa itu pada Ayahnya malam ini juga.

"Ayah, Lisa mau ngomong. Ini penting dan nggak bisa diulur-ulur lagi!"

"Hm, mau ngomong apa?"

"Lisa dapat beasiswa di London dan udah terdaftar sebagai mahasiswa di sana."

Awalnya ayah Lisa nampak diam, namun ia bersikap biasa kembali dipersekian detik berikutnya.

"Ayah, Lisa serius!"

"Ya terus, Ayah harus apa?"

"Ayah seriusan nggak ada respon? Tau gitu Lisa nggak usah repot-repot kencan buta sama si Naren!"

"Dia lebih tua dari kamu, panggilnya lebih sopan, Lisa!"

"Ayah, bener-bener nggak peduli ya sama Lisa? Sampe-sampe lebih peduliin embel-embel panggilan Naren daripada Beasiswa Lisa!"

"Memangnya apa yang mau Ayah perbuat?"

"Oke fine! Lisa nggak mau dijodohin sama Naren,"

"Jangan macam-macam kamu, jangan kacaukan segalanya Lisa!"

"Salah Ayah kenapa nggak omongin ke Lisa dulu?"

"Selama ini Ayah nggak pernah atur kamu, jadi-,"

"Oh, Ayah mau cari pengganti Kak Karin ya? Kayaknya ayah salah, Lisa nggak selemah dan sepatuh Kak Karin."

Lisa hendak pergi naik ke atas menuju kamarnya, namun ia terhenti dengan satu kalimat yang dilontarkan Ayahnya.

"Ayah sudah tau masalah beasiswa kamu jauh sebelum kamu beritahu. Dan Ayah tau selama ini kamu cari uang untuk membeli tiket pesawat ke London."

"Jadi?" tanya Lisa.

"Ayah mau kita bikin kesepakatan."

"Kesepakatan?"

"Ayah akan membiayai keberangkatan kamu ke London dan membiayai hidup kamu di semester pertama disana. Tapi itu akan Ayah lakukan jika keluarga atau Narendra sendiri yang menolak perjodohan ini. Kamu setuju?"

Lisa menatap Ayahnya dengan tatapan heran, tidak biasa-biasanya Ayahnya ini memberikan pilihan padanya.

"Oke, setuju!"

***

Ada yang udah bisa nebak alurnya?

Makasih bangettt yg udah dukung tulisanku, hehe❤️

Spam next biar cepet up lagi:)

SenandikaWhere stories live. Discover now