TJ

1.4K 202 4
                                    

Taeyong menyuap makanannya dan meletakkan piring kosong di tangannya di atas nakas. Seusai meneguk minumnya, Taeyong menghela nafasnya seraya memandangi Jaehyun yang masih memejamkan matanya. Ini sudah pagi, tidak, Taeyong tidak menginap di kamar rawat Jaehyun, ibunya dan ibu Jaehyun membawanya kembali ke kamar kemarin sore. Namun, mereka memerbolehkan Taeyong untuk kembali berkunjung pagi ini asalkan Taeyong tidak lupa untuk makan jika waktunya sudah tiba.

Kulit Jaehyun begitu pucat. Mungkin karena tidak disentuh sinar mentari selama berada di rumah seminggu penuh, kemudian... ini.

Jaehyun juga jadi lebih kurus. Taeyong tidak tahu kapan pipi suaminya mulai mengempis, tapi rasanya sedih melihat pipi itu tidak sama dengan yang sebelumnya.

"Begitu kau sadar, kau harus makan yang banyak, Jaehyun-ssi."

Taeyong meraih tangan Jaehyun dengan ragu. Sebenarnya dia merasa sedikit malu karena tidak bisa menolong dirinya dari membayangkan bagaimana jika Jaehyun sadr lalu melihat Taeyong menyentuh tangannya? Namun, Taeyong sudah membulatkan tekad, dia tidak ingin menyesali apa pun.

"Aku tidak tahu apa Jaehyun-ssi ingat, tapi hari kita tidur siang bersama... Jaehyun-ssi menyanyikan lagu untukku. Cukup sulit untuk mengingat seperti apa lagu itu, tapi aku berhasil mengingatnya."

Taeyong tersenyum kecil. "Mungkin akan terdengar bodoh, tapi aku ingin menyanyikannya untuk Jaehyun-ssi. A-ah, suaraku tidak begitu bagus, jadi... ekhm, maafkan aku."

Taeyong mengeratkan genggamannya pada tangan Jaehyun. Berusaha memberikan kehangatan pada tangan yang terasa sedikit dingin tersebut.

"To dream the impossible dream...
To fight the unbeatable foe..."

Taeyong bernyanyi dengan lirih. Sebenarnya ini adalah lagu yang penuh dengan tekad, tapi dia tidak bisa menolong dirinya dari merasa sedih. Dia bisa mengingat betapa hangat sentuhan Jaehyun pada lengannya. Terkesan begitu hati-hati seolah tidak ingin membuat satu kesalahan pun.

"To bear with unbearable sorrow...
To run where the brave dare not go...
To right the unrightable wrong..."

"To love pure and chaste from afar..."

Taeyong membatu merasakan genggamannya dibalas dengan lembut. Matanya terbelalak dan terpaku beberapa saat menatap tangan Jaehyun dalam genggamannya sebelum berpindah memandang wajah Jaehyun.

Mata berkilauan itu masih sama berkilaunya seperti terakhir kali Taeyong melihatnya walau tampak jauh lebih sayu. Senyum itu juga sama menawannya dengan yang ada dalam ingatan Taeyong walau diulas begitu tipis.

"To try when your arms are too weary..."

Suara pria itu begitu lemah, tapi kebahagiaannya bisa didengar hingga ujung dunia.

Air mata Taeyong mengaliri pipinya dengan deras. Tangannya tidak lagi menggenggam tangan Jaehyun, melainkan memeluk pria itu seraya membenamkan wajahnya di dada hangat suaminya. Isakkannya teredam, tapi siapa pun bisa tahu bahwa lelaki itu menangis dari punggungnya yang bergetar.

"Aku di sini."

Taeyong mengangguk tanpa mengangkat kepalanya menjawab perkataan Jaehyun.

"Tidak ingin menyelesaikannya?" Jaehyun dengan tenaga yang dia miliki menggerakkan satu tangannya untuk membelai lembut pucuk kepala Taeyong.

Taeyong mengangkat kepalanya dan mengusap wajah Jaehyun.

"To reach the unreachable star."

Suara yang lebih berat terdengar begitu lemah, sementara yang lainnya bergetar menahan tangis. Suara keduanya menyatu dengan tidak begitu sempurna, tapi setidaknya, hati keduanya menyatu dengan sempurna.




--





Taeyong menyeka matanya untuk yang kesekian kalinya, sementara Jaehyun yang berbaring terkekeh pelan melihat wajah sembap pasangannya.

"Sudah, aku tidak apa-apa." Pria itu berusaha menenangkan Taeyong. Jika saja dia bisa bergerak dengan leluasa, sudah dapat dipastikan dia akan menarik Taeyong ke dalam pelukannya dan mengusap punggungnya dengan lembut.

"Tidak apa bagaimana, tulang kakimu retak, bahkan kau koma, Jaehyun-ssi." Taeyong menjawab di tengah isakannya. "Maafkan aku."

"Dokter bilang semuanya baik. Tidak perlu meminta maaf, aku yang ingin melindungi Taeyong-ssi. Sama sekali bukan kesalahanmu, Taeyong-ssi."

"Maaf untuk semuanya. Selama ini kau sudah melakukan banyak hal untukku. Selama ini aku hanya bisa menyusahkan, bahkan sampai membuatmu koma." Isakkan Taeyong bertambah parah.

"Taeyong-ssi, Taeyong-ssi, lihat aku."

Taeyong menuruti Jaehyun dan Jaehyun yang melihat itu tersenyum manis. "Taeyong-ssi sama sekali tidak menyusahkan. Aku bahkan tidak merasa pernah melakukan apa pun untuk Taeyong-ssi."

"Ibu bercerita kau menjengukku ketika aku koma dulu."

"Ah, dia menceritakan itu." Jaehyun berucap pelan, kemudian dia menggeleng pelan. "Aku berutang banyak kepada Taeyong-ssi karena sudah menolongku saat itu. Bahkan utangku pada Taeyong-ssi masih banyak."

"Kau sudah membayar lebih banyak daripada yang harus dibayar." Taeyong membalas.

"Hm, utang untuk debaran yang Taeyong-ssi rasakan untukku, aku belum bisa membayar itu."

Taeyong terpaku. Dia tidak mengerti apa yang Jaehyun maksud. Mengapa Jaehyun harus membayar atas debaran yang dia rasakan terhadap Jaehyun? Taeyong tidak berpikir bahwa itu perlu dibayar.

"Kenapa kau harus membayar itu?"

Jaehyun terkekeh. "Tidak apa jika Taeyong-ssi belum mengerti. Yang jelas debaran itu sungguh berarti untukku."

Taeyong mengerutkan dahinya seraya meringis. Jika Jaehyun berkata seperti itu mungkin itu artinya dia akan mengerti nanti.

"Ah, terkait kecelakaan kemarin."

Bahkan hanya dengan mendengar kata kecelakaan sudah bisa membuat darah Taeyong mendidih dan membuat matanya perih.

"Hm?"

Jaehyun mengamati wajah Taeyong, menimbang-nimbang apakah Taeyong kuat mendengarnya. "Kurasa tid—"

"Lanjutkan saja. Aku hanya merasa sangat marah dengan pelakunya."

"Taeyong-ssi ingat ketika aku meminta Taeyong-ssi untuk tinggal di dalam rumah selama seminggu?"

Taeyong mengangguk.

"Itu karena Nyonya Gu sebenarnya sudah mencoba untuk mencelakai Taeyong-ssi berkali-kali."

Taeyong mengerutkan dahinya. Itukah alasan mengapa Jaehyun tiba-tiba memintanya untuk tinggal di rumah? Alasan mengapa Jaehyun memutuskan untuk mengantar-jemput Taeyong?

"Kau... bagaimana kau bisa tahu?"

"Aku mengawasi Keluarga Gu sejak anak mereka mencelakai Taeyong-ssi ketika bangku menengah atas dulu. Ketika Taeyong-ssi menolak Nyonya Gu hari itu, sudah banyak sekali aksi percobaan pembunuhan. Ketika aku meminta Taeyong-ssi untuk berdiam diri di rumah, saat itu aku sudah kehabisan akal untuk melindungi Taeyong-ssi. Itu sudah seperti ranjau di mana-mana."

Mata Taeyong terbelalak. "Bahkan di kantorku?"

Jaehyun mengangguk. "Taeyong-ssi pernah nyaris meminum sianida. Namun, orangku yang ada di kantormu sudah mengurus itu. Taeyong-ssi tenang saja, semua bukti yang sudah aku kumpulkan mengacu kepada Nyonya Gu. Wanita itu tidak akan bisa keluar dari penjara bahkan jika dia menghabiskan semua uangnya."

Taeyong menatap Jaehyun penuh rasa penasaran. "Kau mempunyai bukti?"

"Ya, ada banyak. Mungkin hari ini kepolisian sudah menerimanya."

Kerutan di dahi Taeyong semakin dalam. "Eh? Hari ini? Tapi kau baru sadar?"

Jaehyun terkekeh sedikit canggung. "Sebenarnya aku sudah sadar sejak semalam."

"Ya?!"







Ocean Deep [JaeYong] ✓Onde histórias criam vida. Descubra agora