"SIALAAAAN!!! RAGASA PAKAI KUDA MILIK GENTALA!!! CEPAT!!!" perintah Raden Panji Kenengkung sambil naik kembali ke kudanya dan membuat Tejo agak kaget karena dia yang sedang membawa kuda itu masuk. "KALIAN IKUTI AKU!!!" lanjutnya sambil memberi isyarat prajurit yang menyertainya lalu berderap cepat di atas kudanya meninggalkan rumah lagi.

Ragasa segera menaiki kuda milik Gentala setelah pemilik asli kuda itu turun dari kudanya. Terburu-buru Ragasa dan lima orang prajurit yang tadi datang bersama Raden Panji Kenengkung langsung memutar kudanya dan mengikuti sang Panglima yang terlihat sangat murka itu. Suara kuda yang memekik dan berderap bersama sampai membuat debu berterbangan di sekitar, apalagi cuaca cukup terik siang ini.

Mataku berkedip cepat menghalau debu namun seperti tersiram air dingin kesadaranku kembali. Aku lalu berlari keluar gerbang secepat-cepatnya tapi seperti di dalam tadi yang tertinggal hanya debu sedang mereka semua tidak terlihat lagi. Badanku luruh di tanah menutup mataku sambil meremas rambutku, DEWATA BAGAIMANA INI... AKU LUPA MEMBERITAHU DIMANA PERSISNYA RENGGANIS DAN PERAMPOK ITU BERADA... MATI AKU... MATI

***

Berkuda berhari-hari sungguh melelahkan tapi aku juga bersyukur akhirnya tugasku menjadi utusan Kerajaan Singasari berhasil. Namun sepertinya masalah dalam hidupku tak pernah ada habisnya. Satu selesai datang lagi masalah baru. Jujur jantungku nyaris berhenti berdetak saat aku dengar kabar dari Ayu.

Tanpa pikir panjang aku kembali menaiki kudaku sambil mengumpat. Berderap melaju secepat yang aku bisa setelah memberikan perintah pada Ragasa maupun prajurit lain. Dalam hati berdoa bahwa semoga aku tidak akan mengalami kejadian serupa untuk kedua kalinya dalam hidupku. Membayangkannya saja sudah membuatku sesak napas.

Bagaimana jika aku terlambat...

Bagamana jika perampok itu melukai Rengganis...

Bagaimana jika...

Bagaimana jika...

Menggelengkan kepala menghalau pengandaian buruk yang berseliweran di kepalaku. Aku tahu bahwa diriku tidak punya banyak waktu. Sambil mengendalikan laju kudaku aku mencoba memusatkan pikiranku sekaligus merapalkan mantra guna mencari keberadaan Rengganis. Sialan... jaraknya cukup jauh dari sini dan sebenarnya untuk apa pula mereka berdua pergi ke tempat itu? Apakah semua perempuan memang sulit untuk diam saja di rumah? Sungguh aku tak habis pikir.

"CEPAAAT!!! KITA TIDAK PUNYA BANYAK WAKTU!!!" perintahku pada orang-orang yang ada di belakangku.

Melambatkan laju kuda kami kala sudah berbelok dari jalan setapak lalu memasuki kawasan dengan pepohonan yang cukup rapat. Berusaha tenang sambil terus memusatkan pikiranku agar keberadaan Rengganis tetap masih bisa aku rasakan. Jaraknya sudah terasa dekat dan malah membuat jantungku berdetak makin cepat. "Bersiap!!!"

"Baik, Panglima!" jawab mereka serempak.

"Ada 12 orang sepertinya," ucapku lalu mempercepat laju kudaku karena pepohonan mulai jarang.

"Wuuuuuss... Jleeeb..." segera aku melemparkan belati dan tepat menancap di kaki perampok sialan itu yang berani-berani memanggul Rengganis dengan tangan kotornya. Cari mati dia!!!

"Auuuwww," suara perampok itu kala terjatuh sehingga Rengganis ikut terjatuh di rerumputan.

Anggota perampok sesaat terkejut karena serangan tiba-tiba tadi mulai kembali waspada melihat kedatangan kami. Mereka mungkin menang jumlah tetapi jangan remehkan aku karena hanya seorang diri saja kujamin bisa mengatasi mereka semua. Apalagi aku butuh menyalurkan kemarahanku pada mereka sebab berani-beraninya mengganggu Rengganis-ku.

SINGASARI, I'm Coming! (END)Where stories live. Discover now