19. MELUKIS SENJA

Magsimula sa umpisa
                                    

Dia menarik kain itu, lalu membuka pintu lemari yang tampak berdebu itu. "Lo juga bakalan nemuin dunia yang berbeda, kok," ditariknya benda persegi dengan kaca di atasnya, lalu memberikannya pada gue, "setelah kita menangin acara ini."

***

Javier rupanya sudah terlihat asyik memakan brownis. Terdapat juga segelas susu cokelat dan dua gelas kopi susu sesuai pesanan Aluna pada Bi Mei. "Eh, udah balik," katanya sambil cengengesan. "Abis pacaran lo, ya? Lama amat."

Aluna duduk di atas bean bag abu, tempat gue tadi menidurinya. "Lo apain cowok gue ampe mukanya kayak baju lecek gitu?" Matanya beralih pada gue. "Taro sini aja, Le, deket colokan."

Gue meletakkan benda tersebut di depan kaki Aluna, seperti yang diperintahkan tadi. Lalu, Aluna mengambil tisu di meja dan mengelapnya. Dia pun pindah duduknya jadi di karpet bersama kami

"Masih bisa, Na?" tanya Javier.

"Bisa dong. Cuma karena gue sibuk mau tes masuk ke SMA, ya jadi enggak gue sentuh lagi. Nah, udah bersih deh." Aluna meniup-niup meja. Diraihnya gulungan kabel putih yang terhubung dengan sandpainting table tersebut.

Aluna bertepuk tangan ketika sandpainting table menyala. Matanya berbinar. "Cantik, kan?"

Gue merasa hangat melihat mata indah Aluna

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

Gue merasa hangat melihat mata indah Aluna. Dia berbinar dengan caranya. "Ya udah. Latihan sekarang."

"Tapi enggak ada pianonya. Lo gimana mau latihan?" Aluna memberengut.

"Pake YouTube aja," sahut Javier.

Gue mengelus pipi Aluna. "Iya, pake YouTube aja. Gue bisa latihan di rumah, kok. Yang penting samain dulu irama ngelukis lo sama irama pianonya."

Javier mengambil ponselnya. Jemarinya mencari aplikasi YouTube. "Jadi, apa judul yang mau lo mainin?"

"Nocturne Opus 9 Nomor 2."

"Chopin?"

"Iya."

Sementara dentingan piano mengalun, kulihat Aluna berdiam tampak berpikir. Mungkin tentang hal apa yang bisa menjadi paduan bagus dengan irama ini. Enggak lama kemudian, dia menoleh ke arah gue. "Bisa yang lain enggak, Le?"

"Ng..., apa ya? Beethoven yang Symphony No. 5 kurang nguasain gue. Nadanya cepet juga. Takut keseleo jari gue gara-gara lama enggak main piano."

Aluna mengangguk-angguk. "Kalo yang lebih selow gitu kayak yang di kotak musik, ada?"

"Oh, itu. Beethoven - Für Elise. Boleh juga, sih."

Setelah mendengarkan beberapa saat, akhirnya yang keluar dari Aluna sebagai respons hanyalah gelengan. "Terlalu cepet nada di akhirnya. Kurang suka."

"Yah, Na, keburu malem ini mah kalo kebanyakan nego," Javier memprotes.

"Emangnya lo mau ngelukis apa sih, Na?" Gue yang santai, tetap bersabar.

"Gue mau cerita tentang senja." Lalu, Aluna menjelaskan panjang lebar tentang konsep apa saja yang ingin dilukisnya.

"Kalo gitu, gimana kalo Tchaikovsky - Swan Lake Opus 20? Lebih lembut dibanding yang tadi," saran gue pada akhirnya.

"Ya udah, coba."

Enggak perlu menunggu lama, Aluna segera mengambil pasir dan mulai melukis. Dengan cekatan, dia melukis laki-laki dan perempuan. Lalu, ditariknya garis dari rambut laki-laki membentuk emosi marah. Si perempuan pun menangis kemudian berlari memandang senja. Dan berakhir dengan ada seorang laki-laki berkuda yang menghampiri si perempuan. Dalam tiga menit cerita itu berakhir pas dengan tempo irama piano.

 Dalam tiga menit cerita itu berakhir pas dengan tempo irama piano

Oops! Ang larawang ito ay hindi sumusunod sa aming mga alituntunin sa nilalaman. Upang magpatuloy sa pag-publish, subukan itong alisin o mag-upload ng bago.

"Kok lo bisa sih, Na?" tanya Javier dengan tatapan takjub. Gue pun sama sekali enggak menyangka bakat terpendam Aluna.

"I knew you could do it," komentar gue.

Pipi Aluna bersemu merah. "Thank you. Ternyata gue masih bisa."

"Sumpah, Na. Nanti gue mau duduk paling depan nonton kalian!"

"Ah, lebay lo!" Aluna menyesap susu cokelatnya. "Oh, iya. Tadi pertanyaan gue belum lo jawab. Kale kenapa?"

"Oh, itu. Kale beberapa hari ini nginep di rumah gue."

Gue memelototi Javier. "Kenapa lo kasih tahu, sih?"

Aluna berpaling ke arah gue. "Sejak kapan?"

"Sejak hari ulangan Matematika," sahut Javier.

"Besok pulang! Gue ikut nganter." []

[1]11:11 (2018)




SORRY [slow update]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon