Part 2

35 10 3
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم
.
.
.

Brak!

"Maksud lo apa? lo nggak sayang adik lo sendiri?"

Gadis itu masih tetap membisu. "Cari tahu, atau gue yang bakal turun tangan." Setelahnya manusia berhoodie itu meninggalkan ruangan menyisakan si gadis yang tetap diam bergelut dengan angannya sendiri.

"Dikira cari kasus ini mudah kayak makan bakwan gitu? Dasar tai!"

***

Pagi hari biasanya digunakan untuk sarapan dan bersiap untuk sekolah. Namun berbeda dengan Marsya, ia sudah sibuk berkutik dengan laptopnya. Jabatannya sekarang menuntutnya untuk full di depan laptop. Begitu menyita waktu.

Jari lentiknya terus men-scroll contoh proker tahun kemarin. Marsya sangat terkesima dengan kegiatan yang ditekankan OSIS. Sebenarnya, ia begitu mengagumi cara Zidan dalam bertugas, namun cowok itu selalu terlihat menyebalkan di mata Marsya.

"Harusnya kebijkan DO massal ada di dalam laporan." Mata gadis itu terus menelisik. Ia tidak mau melewatkan satu kalimat pun. Sekarang, mau tak mau, ia harus menemui Zidan untuk mencari jawaban.

***

"Hewan, hewan apa yang kaya?"

"Ber uang!"

Althaf menggeleng, "salah."

"Ikan mas, punya banyak emas murni."

Lagi-lagi Althaf menggeleng tanda jawaban dari temannya kurang tepat.

"Terus apaan?" tanya Arda penasaran.

"Kucingnya bundanya Zidan." Sungguh jawaban Althaf di luar dugaan. Sekarang jelaskan, bagaimana bisa hewan berbulu nan lucu itu disebut sebagai hewan paling kaya?

"Gimana konsepnya heh?" Farhan sudah memicingkan matanya, tanda sangat kesal atas jawaban Althaf.

"Loh, jangan marah dulu sobat. Buktinya kemarin Tante Kanaya mau masukin si Milo ke KK, otomatis dia bakal direkrut sebagai keluarga Ar-Rasyid yang notabenenya punya perusahaan properti terbesar se-Asia."

Mereka tertawa ngakak mendengar pengakuan dari rekannya yang somplak. "Memang, Tante Kanaya itu lain dari yang lain. Pantesan anaknya juga lain," celetuk Arda yang dibalas tatapan tajam dari seorang Zidan.

"Zid, maaf tapi ini nyata." Farhan menelungkupkan tangannya di depan dada. Namun cowok yang diajak bicara hanya menghela napas panjang dirasa jengah melihat tingkah teman-temannya.

"Terserah."

Tiba-tiba, Tama menepuk bahu Zidan. "Marsya," ucapnya sembari mengisyaratkan bola mata menuju sosok gadis yang mulai mendekat ke arah meja kantin mereka.

Zidan ikut menoleh, benar adanya, gadis dengan rambut di urai itu berjalan sembari membawa sebuah map.

"Cewek itu mau ngapain dah?" Arda bertanya-tanya.

Namun, wajah Althaf sudah sumringah yang terlihat begitu menyebalkan. "Mau ngapelin Zidan, kali."

"Gundulmu!"

"Alamak, Ucup gak gundul, bang."

Zidan tak lagi memerhatikan temannya, kini ia terus melirik Marsya dengan tatapan yang sangat sulit diartikan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 04 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ZidanWhere stories live. Discover now