"Memangnya apa yang kamu lihat saat lihat saya?"

Lisa bersedekap dada, dia merubah posisi duduknya dan cara memandang yang lebih mengintimidasi. 

"Lo itu pasti umurnya dibawah gue atau nggak seumuran sama gue, terus lo cowok manja yang tukang abisin duit bonyok."

Rendra terkekeh. 

"Ketawa berarti bener, udah deh lo mending bilang ke bonyok lo buat batalin semua ini. Bilang kalo gue bukan tipe lo."

"Kamu terburu-buru sekali, bahkan kamu belum ada pertanyaan untuk saya."

"Nggak ada yang harus gue tanyain."

"Setidaknya tanyakan bagaimana tanggapan saya padamu saat pertama kali bertemu."

"Nggak perlu, gue udah bisa nebak sendiri kok. Pasti lo nilai gue sebagai cewek urakan yang nggak punya sopan santun teru-,"

"Wanita keren."

"Hah?"

"Itu penilaianku padamu."

"Kayaknya lo sakit mata deh."

"Cantik dan penuh kejutan."

"Udah berapa cewek lo tipu gini?"

"Lembut namun gengsi untuk memperlihatkan sisi lembutnya itu."

"Gila ya lo!"

"Saya suka sama kamu."

"HAH?"

"Gimana saya mau nolak kalo kamunya selucu ini?"

"Sinting ya lo? ah tau lah gue cabut aja."

"Saya punya kontak Ayah kamu, jadi-,"

Lisa kembali duduk di kursinya dengan wajah kesal, "Oke fine!" 

Pelayan datang dan memberikan buku menu. Lisa berusaha memutar otak agar bisa membuat Rendra kesal padanya. 

"Kamu mau pesan apa?" tanya Rendra.

"Saya pesan menu rekomendasi resto ini yang paling mahal!" Lisa menatap meledek pada Rendra.

"Saya samakan saja, lalu untuk minum-,"

"Bir," sela Lisa membuat si pelayan cukup kaget. 

"Berikan Bir dengan alkohol rendah dan Lemon tea."

"Mohon ditunggu," si pelayan pergi membawa note pesanan.

"Kamu yakin mau minum dengan bir?" tanya Rendra.

"Yakin, kenapa emang?"

"Bir nggak baik buat kesehatan."

"Ya terus?"

"Untuk kali ini saya biarkan, tapi lain kali saya nggak akan perbolehkan."

Lisa terdiam seperti seorang anak yang baru saja dimarahi oleh Ayahnya. Ia juga heran kenapa ia tidak bisa debat Rendra dan kenapa pria ini terdengar tegas sekali jika bicara. 

Senandikaजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें