BAB IV

879 109 2
                                    

❝ [DANDELION] ❞

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

❝ [DANDELION] ❞

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Hari ini aku dibuat takjub.

Laki-laki yang tak ku ketahui namanya ini benar-benar menggendong ku sampai depan rumah, aku memberi tahu alamatku tadi. Aku takjub dengan kekuatannya, dia bahkan tidak terlihat ngos-ngosan saat menurunkan ku di teras rumah.

"Terimakasih, eum... Mr?"

Aku menatap laki-laki di depanku dengan wajah bingung dan penasaran, sekaligus menahan rasa perih di lututku. Laki-laki itu menaikan kedua alisnya, menjawab dengan cepat.

"Edward Cullen."

Aku mengerjapkan mataku, nama yang aneh dan tidak populer, pikirku. Jenis nama yang dimiliki kakek-nenek, tapi mungkin yang sedang populer di sini—nama kota kecil?

"Terimakasih Mr. Cullen."

Aku tersenyum berterimakasih, lumayan senang bisa kembali ke rumah ini dengan selamat dan tidak repot berjalan dengan lutut kaki yang terluka.

"Apa kau mau masuk? Mungkin aku bisa membuatkanmu sesuatu sebagai tanda terimakasih."

Aku menggigit bibir untuk menyembunyikan senyumku, lalu aku menatapnya lagi. Wajahnya memalingkan muka, menggeleng dan menunduk ke bawah. Tapi kupikir pipinya tampak terangkat, seolah-olah dia juga tersenyum.

Dia Menjawab dengan cepat, lalu pergi dari halaman rumahku. Dan aku hanya menatap punggung nya yang menjauh dan semakin lama tak terlihat. Memikirkan kembali ucapannya.

"Satu-satunya hal yang bisa dijadikan tanda terimakasih untukku adalah kau tidak boleh menyakiti lututmu lagi dan jangan tersesat dihutan."

Dia mengatakan itu dengan wajah kaku, tapi itu cukup untuk membuat tenggorokanku terasa sesak. Aku tidak terbiasa diurus dan ucapan Edward membuatku terkejut, aku bahkan baru mengetahui namanya.

Aku kembali di buat takjub.

Aku membalikkan badanku, lalu aku meraih kunci rumah yang selalu tersembunyi di bawah atap di dekat pintu dan membuka kuncinya.

Aku segera masuk dan melangkahkan kakiku menuju kamarku, meletakkan keranjang ditanganku di atas meja. Lalu, ku langkahkan kakiku menuju kamar Florence. Mencari perban atau apapun itu yang bisa ku gunakan untuk lututku.

Aku menemukan sebuah perban dan kasa, Florence tak akan keberatan jika aku mengambilnya bukan?

Aku mengambil perban dan kasa itu, lalu ku langkahkan kakiku menuju kamar mandi. Di dalam kamar mandi aku mencuci tanganku, lalu aku membersihkan luka di lututku dengan air. Tidak perlu menggunakan larutan pembersih luka atau antiseptik, karena justru dapat menyebabkan iritasi dan membuat luka semakin nyeri.

DANDELION | e.cWhere stories live. Discover now