BAB XVIII

290 46 0
                                    

❝ [DANDELION] ❞

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

"Tidur nyenyak." katanya.

Nafasnya meniup wajahku, membuatku kagum. Itu adalah aroma indah yang sama yang menempel di jaketnya, tapi dalam bentuk yang lebih terkonsentrasi. Aku berkedip, benar-benar linglung. Dia membungkuk, aku tidak bisa bergerak sampai otakku agak terurai sendiri. Kemudian aku melangkah keluar dari mobil dengan canggung, harus menggunakan rangka sebagai penyangga. Aku pikir aku mendengar dia terkekeh, tetapi suaranya terlalu pelan untukku yakin.

Dia menunggu sampai aku tersandung ke pintu depan dan kemudian aku mendengar mesinnya berputar dengan pelan. Aku berbalik untuk melihat mobil perak menghilang di tikungan, aku menyadari itu sangat dingin. Aku meraih kunci secara mekanis, membuka kunci pintu dan melangkah masuk.

Florence memanggil dari ruang tamu, "Cisa?"

"Ya, ini aku." aku masuk untuk menemuinya, siap dengan pertanyaan beruntut dari Florence.

Benar saja, diruang tamu aku sudah disuguhkan tatapan menuntut Florence. Aku menghela nafas pelan, mengambil duduk di sebelahnya. Dia memutar siaran bisbol di TV, aku agak tidak nyaman.

"Jadi... Kau akan marah?"

Florence menatapku tajam, tapi kemudian kembali menatap televisi dan mengacuhkanku. Tapi, aku bisa lihat dengan jelas ekspresi khawatir di balik wajah kakunya. Aku bahkan tidak bisa mengerti kenapa dia bersikap seperti itu.

Kami dilanda kecanggungan, "Kau jatuh cinta pada Edward itu, kan?"

Aku menatapnya tidak ramah, kesal karena dia mengingatkan ku pada aku yang ditolak oleh Edward. Secara halus dan itu lebih menyakitkan, aku membenci perasaan itu.

"Tidak mungkin aku akan jatuh cinta secepat itu." aku menyangkal dengan ragu, Florence tak percaya dengan ucapanku.

Aku bisa melihat wajahnya menjadi semakin kaku, ada kekhawatiran dan ketakutan bersembunyi dalam wajahnya. Aku bahkan tidak tahu untuk apa itu, dan kenapa dia terlihat benar-benar tak menyukai Edward?

Maksudku, Edward itu benar-benar mempesona bukan?

"Kita berteman selama tujuh tahun, saling mengungkapkan isi pikiran dan hati satu sama lain. Kau tidak mungkin bisa membohongiku, dan kenapa harus laki-laki itu?" ucapnya rendah di akhir kalimat.

Aku menatapnya tak percaya, "Dia punya nama dan memangnya apa salah Edward?"

"Ya, salah! Harusnya laki-laki lain! Bukan dia! Apa kau tidak bisa berpalinglah pada laki-laki lain?! Dia benar-benar—"

Aku menyela perkataannya dengan cepat, "Dia apa?


















Apa Florence tahu Edward bukan manusia?






















Apa dia tahu Edward adalah vampir?
































Apa dia tahu?

Aku menahan untuk tidak kabur ke kamar dan tetap duduk dengan tangan mengepal. Aku agak terkejut, seminggu kami di Forks, kami sudah dua kali saling membentak.

DANDELION | e.cOnde histórias criam vida. Descubra agora