Lisa menjadi tergerak menghampiri anak itu dengan niat menenangkan anak itu agar berhenti menangis. Ia jongkok mensejajarkan diri dengan tinggi anak berkuncir dua itu, ia mengelap air mata anak itu dengan lembut dan berkata, "Hei, jangan nangis dong. Kita bisa ambil es krimnya lagi,kok." 

Anak itu menatap Lisa, saat Lisa hendak mengajak anak itu ke bagian es krim. Tiba-tiba saja ibu sang anak itu mendorong Lisa agar menjauh dari anaknya. Lisa awalnya kaget, namun saat ia tahu ternyata ibu anak itu adalah teman dari Ayahnya yang selalu menjulidkannya yang tidak-tidak, Lisa jadi menyesal menghibur anak itu. 

"Kamu apain anak saya sampai nangis gini, hah!" pekiknya.

Lisa menghela napas lelah, "C'mon, Tan. Coba deh tanya anak tante dulu baru ngoceh!" 

"Kurang ajar ya kamu sama saya!" 

"What? tunggu deh, Tan. Bukannya Tante duluan yang kurang ajar sama Lisa?" 

"Kamu tuh ya kalo dikasih tahu nggak ada sopan-sopannya! Pantes aja kamu nggak pernah dipuji sama Ayah kamu. Ternyata gini yah kelakuannya."

"Oh My Lord, Tan. Kayaknya Tante udah biasa deh ngejulidin orang, bahkan kayaknya Tante nggak perlu sok kaget sama kelakuan Lisa yang kayak gini. Kan emang dari awal ekspetasi Tante sama Lisa kayak gitu. Ya kan, Tan?"

Semua orang sudah menatap Lisa dengan si Tante teman Ayahnya ini. Beberapa dari mereka sudah berbisik-bisik membicarakan fakta yang Lisa ungkapkan tentangnya. Hal itu membuat Tante tukang Julid ini malu dan merasa terpojokan. 

"Dek, kasih tahu dong kamu nangis karena siapa," ujar Lisa. 

"Ma, adek nangis karena es krim adek dijatuhin," ungkap sang anak.

"Pasti Tante ini kan yang jatuhin?"

"Eh jangan asal nuduh dong!" protes Lisa. 

"Alah, kamu tuh emang anak nggak ada etika. Udah pasti kamu jahilin anak saya kan?"

"YAK!" 

"Emang yah kamu tuh beda banget sama kakak kamu, saya nggak yakin kamu anak kandungnya Januar." 

"Tan, jaga mulutnya ya! Saya masih ngehargain Tante daritadi.  Tapi kayaknya Tante nggak pantes dihargain!"

Ayah Lisa mendatangi kerumunan yang semakin ramai mengerubungi untuk menonton perdebatan sengit Lisa dan Tante Rika tersebut. Bahkan saat ini kedua wanita berbeda generasi itu sudah saling menjambak satu sama lain. Untungnya Adik dari Almarhumah Mamanya dan Karin sang Kakak datang memisahkan keduanya. 

Keduanya dipisahkan, Lisa ditarik oleh Karin untuk menjauh. Namun saat sudah dipisahkan, tiba-tiba tanpa berpikir panjang Ayah Lisa menampar Lisa didepan banyak orang. Jujur, senakal apapun Lisa ia belum pernah sampai mendapatkan tamparan dari sang Ayah karena Ayah Lisa tipikal Ayah yang jika marah akan diam seribu bahasa dan tidak pernah main tangan pada kedua putrinya. Tapi kenapa kali ini Lisa tampar? Apakah kesalahan Lisa sebesar itu sampai Ayahnya menamparnya?

Lisa menatap Ayahnya dengan tatapan benci, ia memegang pipinya yang terasa panas. 

"Apa nggak cukup kamu buat saya malu didepan orang-orang?" cercah sang Ayah. 

"Ayah nampar Lili cuma karena ini, iya?"

"Tamparan ini buat nyadarin kamu akan kesalahan kamu."

Lisa tersenyum, "Makasih karena Lisa udah cukup sadar kalo Ayah nggak pernah sayang sama Lili."

"Ya, anggaplah saya nggak pernah sayang sama kamu."

Karin dengan wajah pucatnya berusaha menengahi perdebatan Ayahnya dengan Lisa. 

SenandikaWhere stories live. Discover now