"Itu kamu tau jawabannya. Makanan bergizi sekalipun gak bakal bisa ngalahin racun. Racun yang akan tetep menang."

"Terus apa hubungannya?" Aku menghela nafas lagi, beruntung dia tertarik dengan pembicaraan ini.

"Makanan bergizi itu ibarat ibadah. Dan racun ibarat maksiatnya. Kalau kamu lakuin secara bersamaan, ya tetep menang maksiatnya." Jelasku mengungkapkan isi pikiranku. Dia hanya mengangguk, entah paham atau tidak.

"Terus gue gak boleh sholat gitu?" Aku menghela nafas lagi. Ingin ku pukul saja wajahnya yang terlihat tampan dan polos itu.  Aku menutup kotak makannya, lalu menyodorkan padanya.

"Nih, buat nanti di kantor."

"Lo mau kemana?" Tanya nya mengerutkan kening. Hal yang sangat langka sudah terjadi  dua kali hari ini. Pertama, dia mau berbicara panjang lebar denganku. Kedua, dia menanyakan kegiatanku.

"Mau beli camilan, sekalian jalan-jalan sebentar.."

"Naik?" Ingin ku tepuk tangani saja aktingnya. Dia sangat jago dalam hal berpura-pura. Berpura-pura sopan didepan Umi, berpura-pura baik di depan om Radit, berpura-pura tidak peduli padaku didepan Nanda, lalu ini? Berpura-pura mengkhawatirkan ku.

Sungguh benar-benar aktor yang kehilangan sutradara.

"Nanti sama Farez, katanya dia juga mau-"

"Farez?!" Suaranya meninggi membuatku sedikit terkejut. Bukankah Farez sahabatnya? Bahkan kemarin dia menyuruhku bertemu dengannya.

"Kenapa?"

"Sejak kapan lu akrab sama dia? Pake pelet apa lu?" Pertanyaannya benar-benar membuatku ingin menamparnya. Dia manusia atau bukan sih? Bicara sekenanya.

"Ehm. Oiya, ini terakhir kalinya aku izinin Nanda masuk ke kamar. Setelah ini gak ada lagi, ya.. Nanda masuk ke kamar berdua sama kamu." Aku menunjuk wajahnya menggunakan jariku untuk memperingatkannya. Wajahnya nampak terkejut.

"Lo?! Lo tau Nanda?"

Aku tidak menghiraukan pertanyaannya lalu berjalan menuju tangga. Dia mengejarku lalu sepersekian detik kemudian menggenggam tanganku, menahan ku agar tidak menaiki tangga.

"Kenapa, far?!" Tanyaku sambil berusaha melepas genggaman Aufar. Jantungku berdetak kencang. Padahal, hanya perkara Tangan Aufar yang menempel di tanganku.

"Jawab! Lo tau Nanda? Siapa yang kasih tau Lo?"

"Penting banget, ya?"

"Penting!"

"Kenapa?"

"Gue cuma gak mau kalo Nanda tau kita sekamar. Gue takut dia sakit hati." Apa?! Sakit hati? Dia tidak memikirkan perasaanku sama sekali apa?! Seharusnya yang sakit hati disini aku, istri sahnya!!

Aku tidak tahu bisa melanjutkan atau tidak.  Baru saja aku ingin mulai mencintainya, namun, rasanya ternyata sudah sesakit ini. Dia menatapku dengan tatapan gusar. Berbeda dengan mataku yang sudah dipenuhi air mata.

"Kita kan gak sekamar, far. Kamu jelasin aja tentang kamar rahasiamu." Ujarku lalu dengan sekuat tenaga melepaskan genggamannya. Aku berjalan cepat menuju kamar berpintu putih itu.

Ya Allah, andaikan aku menikah dengan mas Azam.. apakah aku pasti tidak akan merasakan sakit seperti ini.

Astaghfirullahaladzim, Maida! Ingat! Perkataan yang sering diucapkan penghuni neraka adalah kata 'Seandainya'! Kamu gak boleh berandai-andai, Maida!

Tring..

Aku membuka ponsel itu pesan dari Farez.

Aku langsung menuju kamar mandi untuk membasuh wajahku

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.

Aku langsung menuju kamar mandi untuk membasuh wajahku.

🍁🍁🍁

"Ayo bi Suni.." aku menggandeng tangan Bi Suni yang sudah siap dengan jilbabnya. Aku tersenyum menatapnya, setiap menatapnya, aku merasa sedang menatap Umi. Setelah menutup pintu, kami segera menuju mobil Farez.

Sepertinya anak itu sudah menunggu lama. Aku membukakan pintu mobil bagian depan untuk bi Suni, sedangkan aku duduk dibelakang. Farez tersenyum menatapku.

"Aufar mana?" Tanya Farez sambil melihat ke arah rumah. Aku kira tadi dia bertemu dengannya. Bukankah tadi Aufar sudah berangkat ke kantor?. Aku mengedikkan bahu.

"Lo gak papa?" Kenapa dengan semua orang hari ini? Mengapa mendadak jadi sok perhatian padaku? Aku menggeleng.

"Yaudah, ayo." Tukas Farez lalu menginjak gas nya. Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Hanya butuh waktu 30 menit untuk sampai di supermarket tujuan. Selain membeli camilan, bi Suni juga ingin membeli bahan-bahan dapur yang dirasanya sudah hampir habis.

"Yuk turun."

Aku mengangguk lalu membukakan pintu untuk bi Suni. Selama ini pasti dia hanya berbelanja sendirian, atau mungkin Farez sedari dulu sering menemaninya. Entahlah.

"Malah jadi kayak saya yang jadi bos nya.." aku tertawa mendengar kalimat bi Suni. Bukankah tidak ada perbedaan di mata Allah kecuali ketaqwaan? "Bos atau pembantu, semua sama di mata Allah, bi.." aku tertawa diikuti kekehan bi Suni. Farez hanya menoleh lalu tersenyum.

"Eh, kita berdua cari bahan buat dapur dulu.. kamu boleh kesana atau kemana gitu, terserah..." Perintahku kepada Farez yang sedari tadi berjalan didepanku dan bi Bi Suni. Farez mengangguk tersenyum, jika sedang tersenyum, wajah badboy nya bisa tersamarkan. Bahkan bisa menjadi good boy.

Aku menggandeng bi Suni lalu berjalan menuju tempat sayur-sayuran. Supermarket ini lumayan luas dan banyak pilihan. Sayur disini juga masih sangat segar.

"Biasanya bi Suni sendirian kesini?" Tanyaku akhirnya memecah keheningan antara aku dan bi Suni. Bi Suni tersenyum mengangguk.

"Yaa, kadang sendirian, kadang di Anter mas Farez.. kadang jugaa kalau bos Aufar gak sibuk, di Anter bos.." aku membelalakkan mata. Aufar? Mengantar bi Suni?

"Serius Aufar?" Bi Suni mengangguk tertawa.

"Jangan salah non.. dia begitu juga ada sisi baiknya..." Aku mengangguk-angguk. Tidak menyangka, sih. Lelaki segalak dia mengantar bi Suni yang sifatnya selembut sutera. Pasti bi Suni mengalami tekanan saat bersamanya.

"Bi.. aku pengen ke kamar kecil dulu... Tiba-tiba kebelet," pamitku membuat Bi Suni tertawa lalu mengangguk.

"Itu disana, di pojok.." tunjuk bi Suni. Aku mengangguk lalu segera berjalan cepat menuju kesana.

Deg!

Langkahku terhenti ketika mendapati dua orang lelaki sedang saling mengobrol. Aku tidak bisa mendengar isi obrolannya karena jarakku dengan mereka yang lumayan jauh. Namun, mengapa Aufar bisa berada disini?

🍁🍁🍁

Uhhuyy...

Alhamdulillah, bisa up hari ini

Semoga sukaa, aamiin aamiin..

Kayaknya aku bakalan fokus dulu ke cerita "FAR" ini.. karena, aku gemes bgt sama sosok Aufar 😠

Makasih buat yang udah baca sampe CHAP ini. Jazakumullahu Khairan Katsiran 💜

Jangan lupa bersyukur hari ini ❤️

FARWo Geschichten leben. Entdecke jetzt