CP. 1

985 202 40
                                    

"Hei. Bangun, Bodoh."

Xyla membuka kelopak matanya mendengar suara yang bukan berasal dari ruang yang sama, tapi Xyla melihat sekeliling lalu memandang datar seseorang yang tampil dalam sebuah layar komputer.

Seorang yang rambutnya sengaja dicat violet, memiliki tindik di hidung, dan rambut ikal yang berantakan belum disisir. Siapa lagi jika bukan sahabatnya yang bernama Ettra. Komputernya yang semalam tidak dimatikan Xyla berhasil diretas Ettra. Ettra melipat kedua tangan di depan perut tak menghiraukan amarah Xyla.

"Kau punya bakat, tapi tidak punya otak." Xyla mengomel sambil membuka selimutnya dan duduk tegak. Ettra memutar mata tak mau peduli. "Ada urusan apa?"

"Apa kau lupa? Hari ini pengumuman serentak calon murid baru Ajelkies. Dan lihat. Aku harus mengembalikan warna rambut hitamku." Ettra mengangkat sebuah kotak hitam. "Aku lolos. Kau?"

Xyla mengangkat bahu. "Belum ada info dari Kyubi. Berarti tidak lolos."

"Coba cek keluar kamar, Bodoh. Apa yang kau harapkan dari rongsokan itu?" Ettra dengan mulut pedasnya selalu membuat Xyla marah jika Ettra menghina Kyubi.

"Sudah tahu, belum? Si muka tembok ada dalam urutan pertama dalam daftar itu. Dia diam-diam ikut mendaftarkan diri. Padahal setiap kali anak lain bertanya apakah dia mendaftarkan diri atau tidak, dia hanya diam seperti patung."

"Akhirnya berhasil juga, ya?" Xyla ke kamar mandi untuk minum lewat wastafel. Xyla sudah bisa menebak, Ettra berhasil meretas sistem Ajelkies untuk membunuh rasa penasarannya. Daftar nama-nama murid yang diterima itu rumornya sangat ketat sampai tak banyak yang tahu.

"Dia pasti mendaftar karena mendengar kau ingin mendaftarkan diri ke Ajelkies. Aku yakin. Aku memperhatiknnya waktu itu."

"Lalu?"

"Kau kurang peka."

"Jangan bicara omong kosong!" Xyla keluar dari kamar mandi dan memandang Ettra dengan tajam. "Aku tahu maksudmu."

"Ya, terserah kalau kau tidak ingin percaya." Ettra bertopang dagu. "Cepat cek. Pasti rongsokan itu jatuh lagi. Aku tahu kau lulus, Bodoh."

"Lulus? Lucu sekali." Xyla menertawakan sekolah itu karena meloloskan dirinya yang mendaftar dengan iseng.

"Kau tertawa di atas penderitaan anak-anak yang sebentar lagi akan menangis karena tidak lolos." Ettra menghela napas panjang. "Cari Kyubi. Pasti dia sudah mati karena tidak sanggup mengangkat kotaknya."

"Diam kau." Xyla membuka pintu kamarnya dan terkejut melihat Kyubi sedang memegang kotak hitam yang sama seperti Ettra. "Kyubiii...."

"Ada haargghhdiah. Ada haargghhdiah," kata Kyubi. Suaranya bergelombang terdengar semakin rusak. Xyla mengambil kotak itu dan mengusap kepala tanpa rambut Kyubi. "Pasti dari tadi kau berteriak, ya? Aku tidak mendenger."

"Tidak aparrghapa."

Xyla menghela napas panjang. "Nanti aku akan mengantarmu ke Pak Ryu. Kau istirahat di sana dulu. Jangan berusaha turun tangga. Oke?"

Kyubi, yang tingginya sepinggang Xyla, berjalan ke sudut ruangan dan berhenti.

"Baru kali ini aku melihat robot diperlakukan seperti manusia." Ettra menggeleng heran.

"Aku tidak siap mengurus makhluk hidup." Xyla berjalan ke atas kasurnya. "Aku justru heran kenapa kau tenang-tenang saja hidup dengan tahi kucing di atas kasurmu?"

Xyla pernah ke rumah Ettra dan memasuki kamar Ettra yang bau. Di dalam kamar itu hanya ada dua makhluk hidup. Ettra dan kucingnya yang bernama De. Xyla berpikir Ettra buang angin atau menyimpan sampah yang belum juga dia buang karena sahabatnya itu memang jorok, setelah memperhatikan lebih jelas ternyata Ettra tidur dengan lelap di dekat tai kucing yang ada di kasur yang sama dia tiduri.

"Sudah terbiasa. Aku punya teman cerita yang hidup. Daripada kau bersama rongsokan."

"Tetap saja De tidak mengerti apa yang kau katakan." Xyla bicara sambil mengamati kotak itu.

"Kami punya ikatan batin. Memangnya Kyubi punya ikatan batin?" Ettra memutar bola mata. "Kenapa kau tidak segera membuka kotak itu? Coba lihat, kau mendapatkan apa?"

Xyla mengangkat kristal, benda yang paling besar dari yang lain. "Selamat! Anda diterima sebagai calon murid Ajelkies." Xyla mengangkat alis. "Calon?"

"Ya, kau pikir dengan mendapatkan kotak ini kita sudah resmi menjadi murid Ajelkies? Katanya, yang menentukan kita lolos adalah berhasil tidaknya melewati hari-hari orientasi. Tepatnya, sanggup tidaknya melewati hari-hari orientasi."

"Terus, pin. Ini perunggu?" Xyla mengangkat pin yang terbuat dari perunggu itu untuk memastikan, lalu mengambil surat yang terselip. "Penggunaan pin perunggu di dada kanan sebagai tanda pengenal murid kelas X. Jika gagal dalam orientasi, maka pin perunggu harus dikembalikan. Jika tidak, maka akan diambil paksa."

"Semuanya sama. Hem. Sekolah itu sekaya apa? Kristal, perunggu, lalu nanti hal menakjubkan apa lagi kalau sudah ada di sana? Aku jadi tidak sabar."

Xyla melirik Ettra yang bertopang dagu, lalu Xyla mengangkat bahu. "Aku sepertinya sedang beruntung karena bisa diterima di sana."

"Ya, tapi semua yang ikut orinetasi tidak akan beruntung." Tapi Ettra tersenyum. "Sepertinya akan menyenangkan."

Xyla menggeleng. "Entah."

Setelah mencoba mendaftarkan diri karena iseng dan rasa penasarannya tentang orientasi di satu bulan yang lalu, akhirnya dia lolos di antara puluhan ribu orang yang paling niat masuk tetapi tidak lolos. Bukan rahasia lagi tentang masa orientasi di Ajelkies yang terkenal, tak ada murid luar yang tahu pasti tentang terkenalnya seperti apa. Maka dari itu, ada banyak rumor yang tersebar dan saking banyaknya tak satu pun yang Xyla bisa percayai selain membuktikannya sendiri.

Ajelkies memang terkenal bukan hanya rumor orientasi itu, tetapi menjadi siswa-siswi di sekolah itu gratis. Tidak ada biaya yang keluar sedikit pun selama bersekolah di sana. Apa pun itu, termasuk biaya makan di kantin sekolah.

Sekolah yang sangat elit, area luas dan gedung besar penuh fasilitas dan berbagai teknologi, pencetak lulusan-lulusan terbaik, dan langsung mendapatkan pekerjaan yang pasti. Siapa yang tidak tertarik? Belasan ribu atau mungkin puluhan ribu remaja baru lulus SMP yang susah payah mendaftar ke sana.

Saat mendaftarkan diri Xyla tak mau berharap lolos karena berpikir banyaknya pesaing dan yang diterima hanya 300 orang. Jika tidak lolos di Ajelkies, dia masih ada waktu untuk mendaftarkan diri di sekolah lain.

Xyla heran. Sekolah elit yang menggratiskan biaya bagi semua muridnya selama tiga tahun adalah hal yang tidak pernah dia dengar di sekolah mana pun. Hanya Ajelkies.

Bukankah itu sangat aneh? Apa tidak rugi? Xyla mengedikkan bahu. Dia belum mau berpikir terlalu jauh karena belum mengerti tentang sekolah itu.

***

THE GAMEWhere stories live. Discover now