C H A P T E R • 05

1.7K 182 8
                                    

Happy Reading!
𝙺𝚕𝚒𝚔 𝚋𝚒𝚗𝚝𝚊𝚗𝚐 𝚓𝚊𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚕𝚞𝚙𝚊^^
***

Happy Reading!𝙺𝚕𝚒𝚔 𝚋𝚒𝚗𝚝𝚊𝚗𝚐 𝚓𝚊𝚗𝚐𝚊𝚗 𝚕𝚞𝚙𝚊^^***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hari demi hari berlalu dengan perasaan gelisah. Dua Minggu terlalu lama menunggu jawaban diterimanya aku bekerja. Seharusnya, aku sangat yakin, bisa diterima karena banyaknya prestasi di sekolah dulu.

Aku sangat tidak sabar menunggu. Sementara Mas Aiden dan pria itu dari hari ke hari semakin menunjukkan kedekatan mereka. Semakin jengkel karena aku hanya bisa menggigit jari tanpa bisa melakukan apa pun untuk memisahkan keduanya.

“Di, kalau kamu punya pacar, terus selingkuh, kamu bakalan ngapain?” tanyaku penasaran. Mungkin, dia yang lebih muda ini lebih tahu masalah percintaan ketimbang aku.

“Pertama,” dia meneguk makanannya, “saya nggak punya pacar, Mbak. Kedua, kalau selingkuh, ya tinggalin. Hatinya aja nggak bisa dijaga, Mbak, apalagi jaga perasaan pasangannya.”

Aish. Bukan itu jawaban yang aku inginkan. Pisah dari Mas Aiden adalah daftar terakhir dari jawaban masalah ini.

“J-jangan pisah juga. Aku nggak siap pisahnya.”

“Bukannya ngajarin sesat, ya, Mbak. Tapi seriusan, antara masalah hubungan lain, perselingkuhan itu yang paling bikin sakit hati. Ini cuman saran saya aja sih, Mbak.”

Aku diam. Benar yang dikatakan Adi, tapi ....

Aku udah secinta itu sama Mas Aiden. Rencana ini akan aku coba dulu. Jika gagal, mungkin berpisah memang jalan yang terbaik.

Ah, tidak. Kalau rencana ini gagal, aku akan cari rencana lain. Pokoknya, kalau gagal terus, cari rencana terus. Pisah harus jadi pilihan terakhir.

Ponselku berbunyi. Notifikasi e-mail dari kantor yang menjadi pemantauanku saat ini.

Mulut aku bekap kuat-kuat saat pernyataan diterima tertulis dalam e-mail tersebut.

“Aku diterima. Aku diterima.” Aku sampai lompat-lompat saking bahagianya.

“Ya ... Berarti Mbak nggak pake jasa saya lagi?” ucap Adi.

“Eh, siapa bilang? Kamu tetap antar jemput aku, ya. Tapi, kalau aku lagi kerja, kamu bisa ngojek di tempat biasa kamu, biar dapat tambahan, biar cepet kaya. Oke?”

“Oke deh, Mbak. Terus, abis ini gimana, Mbak?” tanya Adi.

“Kayaknya, besok aku nggak bakalan keluar dulu. Mau siap-siap wawancara, sekalian persiapan batin. Huh. Seriusan, gugup aku. Nanti hari Senin, aku kabari kamu lagi, ya?”

“Iya, Mbak.”

Aku tersenyum lebar lagi.  Sekarang, tidak sabar menunggu hari Senin tiba.

***

Suara mobil berhenti di samping rumah. Aku memperbaiki rambut, lalu berlatih tersenyum manis. Atau, tidak perlu berlatih. Rasa bahagiaku sudah cukup menampilkan senyum semanis mungkin.

Passionate HubbyWhere stories live. Discover now