04 • Lebaran 1

Mulai dari awal
                                    

Abel menggeleng-geleng.

“Abel mau desain rumah sendiri. Boleh?”

“Kamu serius?”

“Iya. Entah kenapa tiba-tiba Abel jadi pengen punya rumah desain sendiri gitu. Nggak papa, kan? Abel bakal tanggung biayanya sendiri, kok. Kak Atlas cum-—kyaa,” Abel langsung mengalungkan kedua tangannya di leher Atlantas karena secara tiba-tiba Atlantas mengangkat tubuhnya ke atas pangkuan cowok tersebut.

“Kak Atlas ....”

“Aku yang akan tanggung semua biayanya. Kamu siapkan desain rumahnya aja nanti.”

“Serius? Abel nggak ngerepotin Kak Atlas, kan?”

“Aku suka direpotkan sama kamu. Jadi, ini bukan masalah besar.”

“Kak Atlas nggak lagi bercanda, kan?”

“Aku nggak pernah bercanda, kamu tau itu.” Atlantas mengusap pelan pipi Abel.

“Iya, Abel tau. Jadi, kapan Kak Atlas cari lokasinya?"

“Setelah pulang dari sini. Aku carikan secepatnya.”

Abel tertegun. Atlantas ini selalu saja berusaha mengabulkan apapun yang ia minta. Selalu. Abel jadi tidak enak. Ia tidak mampu membalas semua kebaikan Atlantas tersebut.

“Terima kasih, Kak Atlas,” lirih Abel.

“Hm.”

“Ah iya, Kak Atlas punya keinginan nggak?”

“Ada.”

“Apa?”

“Pengen sama kamu terus,” papar Atlantas. “Pengen buat kamu bahagia dan bangga punya aku. Tapi, aku masih takut gagal.”

“Kata siapa?”

Abel mengusap rahang Atlantas. Cowok tersebut memejamkan kedua matanya.

“Kak Atlas nggak pernah gagal, dalam hal apapun. Terlebih-lebih dalam membuat Abel bahagia. Kak Atlas yang terbaik.”

“Iyakah?”

“Ya, tentu saja. Mana ada cowok yang seperti Kak Atlas ini.” Abel tertawa sembari menekan-nekan kedua pipi Atlantas. “Yang cemburuan, posesif, pinter,   dan juga jago karate.”

“Itu bukan hal yang patut di banggakan.”

Abel mendelik. “Kata siapa? Abel bangga, kok.”

“Hm.”

Abel membuang napas. “Dengar, Abel selalu bangga sama Kak Atlas. Dalam hal apapun itu. Jadi, jangan merendah gitu.”

“Iya.”

“Yaudah. Turunin Abel, Abel mau masuk ke dalam lagi. Abel jadi lapar.”

“Aku juga lapar. Tapi, lapar ini.”

Abel melototkan kedua matanya saat Atlantas mencium bibirnya dengan rakus.

🏍️🏍️🏍️

Abel mendelik saat melihat ke arah Atlantas yang duduk tidak jauh darinya.

“Apa hah apa?!”

“Kenapa?” tanya Atlantas menyebalkan.

“Kenapa kak Atlas bilang? Jangan ngomong lagi sama Abel!”

Abel langsung menghampiri Ibunya. Setelah adegan ciuman tiba-tiba tadi, Abel merasa malu sekaligus kesal. Atlantas tidak pernah main-main dalam menciumnya.

Memikirkannya saja membuat Abel kembali kesal.

“Kenapa? Muka kamu kucel banget kayak baju dalam rendaman.”

“Atlantas, Ma, dia main nyo—eh, maksudnya nyolong makanan Abel terus. Abel kesal.”

Tidak mungkin Abel bilang kepada sang Ibu kalau Atlantas suka nyosor ke bibirnya. Bisa diomelin sampai tujuh hari tujuh malam dia.

“Jangan pelit sama Tunangan kamu sendiri.”

Abel merenggut masam.

Ibu Abel tersenyum simpul. Mengusap pelan surai rambut putrinya dengan sayang.

“Mama nggak tau aja. Kak Atlas tuh nyebelin,” ungkap Abel.

“Nyebelin-nyebelin gitu juga kamu sayang, kan.”

Abel tidak dapat membantah. Ibu Abel tertawa pelan.

“Gih, samperin Atlantas. Dari tadi Atlantas lihatin kamu terus, loh.”

Abel mendesah pelan. “Malas, ah. Biarin aja dulu. Abel masih kesal.”

🏍️🏍️🏍️

“Katanya lebaran. Maaf-maafan, tapi kok ini malah diam-diaman,” ledek Banu.

“Nyebelin banget, sih,” gerutu Abel.

“Tuh ayang lo misuh-misuh mulu dari tadi. Katanya lo nggak mau bicara sama dia.”

“Biarin aja. Abel nggak peduli.”

Abel terus melanjutkan makannya. Setelah berjam-jam mendiami Atlantas, rupanya cowok tersebut tak kunjung menghampirinya juga. Hanya mengutus orang-orang untuk membujuknya dirinya agar bisa berbicara kembali dengan cowok tersebut.

“Kak Atlas nyebelin, nyebelin, nyebelin!”

“Kalau ada masalah di selesaikan, jangan main diem-dieman gini. Lo nggak tau lo diam gini banyak sepupu kita yang ambil kesempatan. Tuh si Tita maksa banget minta nomor Atlantas.”

Kunyahan Abel jadi memelan. Abel merasa sedikit cemburu. Tita itu cewek cantik, bagaimana kalau Atlantas malah tertarik dengan Tita dan meninggalkan dirinya.

Bruk

”Nggak, nggak, nggak bisa! Kak Atlas emang minta di babat!”

Abel langsung berjalan menuju Atlantas yang duduk di teras rumah.

“Awas aja kalau ketahuan selingkuh. Abel bakalan kebiri Kak Atlas sampai meninggal!”

“Sadis banget, sih,” gumam Banu. Namun ia tetap mengikuti langkah mungil Abel.

Abel berhenti di depan pintu. Ia bisa melihat Atlantas yang dikerumuni cewek-cewek. Dari anak kecil sampai ada yang seumuran dengannya.

“Kak Atlas!” teriak Abel. Ia berkacak pinggang dengan kedua bola mata yang membesar.

“Masuk!” titah Abel yang langsung dituruti Atlantas.

“Jangan marah-marah,” ucap Atlantas saat dia sudah berada di depan Abel.

Abel membuang muka. “Terserah Abel. Sudahlah, bodo amat! Selingkuh aja sana, Abel nggak peduli! Putusin aja Abel!”

Setelah itu Abel langsung berlari kecil menuju kamar Tantenya yang berada di lantai satu. Seketika semua atensi beralih ke Atlantas.

“Hanya ada sedikit kesalahan pahaman,” tutur Atlantas memberitahu. “Saya akan bujuk Abel.”

🏍️🏍️🏍️

Seperti biasa, target 100 komentar.
So, tunggu apa lagi. Buruan spam next biar cepat up 🏵️

Atlantas & ArabellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang